Suatu malam aku dan suamiku berbincang tentang masa-masa kuliah dan bernostalgia dengan kehidupan kampus, mengingat kami kuliah di tempat yang sama. Dia bercerita dengan penuh semangat tentang kawan-kawannya dan betapa mengasyikkannya studinya. Dia tampak begitu menikmati masa kuliahnya *nggak heran, dia lulus dengan predikat cum laude dan IPK 3.82 gitu lohh*.
Dalam banyak hal, aku dan suamiku sangat berbeda. Sifat, kepribadian, karakter, pola pikir, dan latar belakang kami jauh berbeda *Maha Suci Allah yang telah menyatukan kami dalam pernikahan, karena kadang aku masih saja terheran-heran dengan perbedaan kami*. Tak terkecuali masa kuliah, juga sangat berbeda.
Buatku, masa-masa kuliah adalah masa-masa terberat dalam hidupku selama ini. Aku seperti diingatkan tentang sebuah perjuangan dan luka yang ditimbulkan olehnya. Kehidupan kampus yang *menurutku* keras dan lingkungan pertemanan yang *menurutku* tidak bersahabat, membuat masa-masa kuliahku penuh dengan air mata, rendah diri, depresi, ketidaksukaan terhadap banyak hal *termasuk diriku sendiri*, dan rasa pesimis yang luar biasa dalam memandang hidup. Saat itu perasaan dan self esteem-ku bagai berada di titik nadir. Yah, kau mungkin akan mengalami hal yang sama jika kau pernah ber-IP satu koma selama tiga semester berturut-turut, pernah mendapat surat peringatan tentang tenggang waktu DO, dan pernah dibanding-bandingkan oleh dosen wali dengan mahasiswa lain yang ber-IP nyaris empat! Tanpa pertolongan Allah, aku mungkin nggak akan pernah ”keluar hidup-hidup” dari sana. Tanpa pertolongan Allah, aku mungkin nggak akan pernah lulus sidang TA dan diwisuda.
Tak terasa perbincangan kami malam itu membuat mataku berkaca-kaca. Bagaimana tidak, mengingat masa-masa sulit itu bagai menggarami luka yang belum kering. Semua kenangan buruk berkelebatan muncul dan menyesakkan dada.
Maha Besar Allah yang memberi pencerahan. Kasih-Nya selalu menyertai. Kini aku masih berusaha *dan akan terus berusaha* bersikap positif, mensyukuri banyak hal, dan lebih menyayangi diri sendiri. Satu hal yang waktu itu aku lupa: aku selalu fokus pada kelemahan. Padahal itu justru akan mengalihkan perhatian dari kelebihan yang ada. Bersibuk-sibuk mengurusi hal-hal yang tidak tepat justru akan membuat hal-hal tepat menjadi tak terlihat.
I have a great life. It’s so beautiful. What else could it be?
No comments:
Post a Comment