Monday, December 20, 2021

Selamat Tinggal, 2021!

Aku bukan tipe orang yang gemar beresolusi. Kalaupun ada target-target yang ingin kucapai, biasanya aku hanya mencantumkannya dalam daftar keinginan. Menoleh kembali ke belakang, sepanjang 2021 beberapa daftar keinginan ternyata tidak berhasil tercapai. Sebaliknya, beberapa hal indah di luar ekspektasi malah tercapai tanpa perencanaan.

Dalam kehidupan keluarga, keinginan yang akhirnya menjadi kenyataan adalah berakhirnya masa Long Distance Marriage (LDM) setelah tiga belas tahun. Ya, akhirnya aku, suami, dan anak-anak tinggal serumah seperti impian kami selama ini. Meskipun lokasinya bukan di Bandung seperti cita-citaku, ya sudahlah … yang penting kami semua bisa bersama-sama. Hal ini tidak ada dalam perencanaan jangka panjang sebelumnya. Langkah riil untuk bisa pindah baru kami mulai sekitar 2019 dan alhamdulillah Allah mudahkan, baik dalam hal mencari tempat tinggal, mencari sekolah anak-anak, maupun urusan mutasi pekerjaanku.

Dalam hobi olahraga, ada satu keinginan yang gagal tercapai, yaitu mengikuti pelatihan dan sertifikasi pelatih kebugaran. Kesibukan yang cukup menyita waktu dan jadwal yang belum pas menjadi penyebabnya. Namun, ada hal-hal indah yang Allah karuniakan dalam hobiku sebagai pelari rekreasional.

HM pada Pocari Sweat Run Indonesia, Oktober 2021

Yang pertama adalah target Half Marathon (HM). Sejak berhasil ikut race 10 km perdana pada 2020, aku sudah mencanangkan untuk bisa mewujudkan HM pada 2021. Tak disangka, bukan saja berhasil melaksanakannya, aku malah berhasil melakukan HM dua kali! Yang pertama adalah HM mandiri pada bulan April, yang kedua adalah HM pada pergelaran Pocari Sweat Run Indonesia pada bulan Oktober dengan perolehan waktu yang jauh lebih baik dibanding yang pertama.

Capaian podium pada IAE Virtual Runcovery, November-Desember 2021

Pencapaian kedua dalam kaitannya dengan hobi berlari adalah keberhasilan menggapai podium. Sungguh, selama enam tahun berlari, baru kali ini aku mendapatkan podium, hahaha. Podium pertama kudapatkan saat pergelaran IAE Virtual Runcovery untuk kategori berikut ini:

  • Juara kedua kategori top days accumulative (Tim CiYus AH): tim kedua tercepat yang menyelesaikan 42,2 km per orang (30 hari 6 jam 1 menit)
  • Juara pertama kategori ultimate furthest team run (Tim CiYus AH): 527 km selama sebulan
  • Juara kedua kategori furthest individual run (perseorangan): 155 km selama sebulan

Hasil lariku untuk Hyped Team

Hasil lariku untuk IAEsthetic Runner

Podium berikutnya kudapatkan saat pergelaran ITB Ultra Marathon akhir pekan kemarin. Dalam event ini aku tergabung di dalam dua tim yang sama-sama berlaga pada kategori T10 female (jarak 100 km dilarikan oleh 10 pelari dengan jarak tempuh masing-masing 10 km). Tim pertama adalah IAEsthetic Runner dari jurusan Teknik Elektro, tim kedua adalah Hyped Team dari MamahGajahBerlari. Setelah berlatih berminggu-minggu, selama dua hari berturut-turut aku berhasil menorehkan Personel Best melampaui catatan waktu lari sebelumnya. Alhasil dalam leaderboard, IAEsthetic Runner menduduki posisi kedua dan Hyped Team menduduki posisi ketiga.

Leaderboard ITB Ultra Marathon 18-19 Desember 2021

Dalam lomba lari yang dipertandingkan secara tim, aku tak menafikan kenyataan bahwa anggota-anggota tim yang lain berlari lebih kencang daripada aku. Memang betul aku masih menjadi personel yang paling lambat, tetapi pencapaian ini merupakan prestasi pribadi karena pace lariku makin membaik seiring berjalannya waktu.

Lalu daftar keinginan apa yang ingin kubuat untuk 2022? Tak muluk-muluk, aku ingin lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan kantor baru. Kemudian, aku juga masih berkeinginan untuk mengikuti pelatihan dan sertifikasi pelatih kebugaran suatu hari nanti sebagai prasyarat menjadi postnatal corrective exercise specialist. Untuk hobi berlari, aku masih akan berkutat pada program race 10 km dan HM, tetapi dengan target perolehan waktu yang lebih baik. Mudah-mudahan tahun depan aku bisa finis dengan strong pada lomba-lomba lari yang kuikuti, syukur-syukur bisa mendapat podium kembali.

Monday, December 13, 2021

Gawai dan Produktivitas

Aku pernah menulis di sini tentang bagaimana gawai dapat membuat seseorang menjadi antisosial dan teralienasi dari orang-orang terdekat. Nilai positifnya tentu ada, dalam kaitannya dengan kepraktisan dan kemudahan. Memang gawai ini bagaikan dua sisi mata pisau, tinggal bagaimana kita menggunakannya. Lantas bagaimana hubungan antara gawai dengan produktivitas seseorang?

Dalam era kapitalisme seperti sekarang ini, dunia dikuasai oleh kaum pemodal. Dengan tatanan dunia baru yang mereka ciptakan, tujuan mereka adalah menguasai sumber daya demi mendapatkan keuntungan (materi) sebanyak-banyaknya. Dunia digital dan media adalah salah satu alat yang mereka gunakan untuk mencapai tujuan itu.

Oleh karena itu, tak mengherankan jika banyak komoditas yang mereka ciptakan sedemikian rupa sehingga menimbulkan ketergantungan masyarakat dengan harapan supaya orang mau melakukan apa saja untuk mendapatkannya. Sebut saja gawai jenis terbaru, aplikasi-aplikasi terkini, media sosial, game, atau produk-produk dunia digital lainnya, yang membuat generasi zaman sekarang begitu takut tertinggal dari lingkungannya jika tidak ikut serta memiliki atau menggandrungi (fear of missing out atau FOMO).

Jika dihubungkan dengan tugas utama kita sebagai hamba Allah, yaitu untuk menjadi khalifah di muka bumi dan untuk beribadah kepada-Nya, keriuhan dunia ini bisa jadi sangat melenakan. Alih-alih memikirkan kebermanfaatan kita untuk umat, kita malah sibuk memikirkan konten yang laku, sibuk scrolling media sosial, sibuk berjoget Tik-Tok, atau yang lainnya. Bahkan kadang-kadang kita jadi melalaikan waktu salat karena terlalu lama melihat-lihat feed Instagram atau Facebook. Astaghfirullah

Lalu apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus menghindari gawai sama sekali? Tentu bukan begitu kesimpulannya. Kemajuan teknologi harus didudukkan sesuai porsinya, sesuai dengan makna produktivitas menurut kacamata seorang muslim. Jika tidak demikian, kemajuan teknologi–termasuk gawai–justru dapat menimbulkan kehancuran. Kita produktif bekerja bukan sekadar untuk menjadi kaya, tetapi juga untuk beribadah karena Allah perintahkan demikian. Begitu juga halnya dengan gawai. Jika kita gunakan untuk produktif beribadah, insyaallah gawai akan mendatangkan kemaslahatan.

Beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan:

  • Memastikan gawai digunakan untuk hal-hal produktif yang mendukung kebaikan, misalnya: untuk mengikuti kajian, untuk bekerja halal, untuk belajar, dll.
  • Memastikan gawai terhindar dari konten negatif, ujaran kebencian, dan hal-hal yang merusak atau mendukung keburukan.
  • Memastikan kita tidak menyibukkan diri untuk melakukan hal-hal yang sia-sia dengan gawai, misalnya: scrolling media sosial tanpa tujuan, ngepoin berita artis, dll.
  • Meningkatkan kebermanfaatan kita melalui gawai yang kita punya. Ini ada banyak caranya, misalnya: membuat tutorial memasak, tutorial yoga, tutorial berkebun, atau hal-hal lain sesuai kompetensi kita.

Yuk, kita maksimalkan gawai yang kita punya untuk kebaikan. Insyaallah manfaatnya akan kembali ke diri kita. Produktivitas tidak dinilai semata-mata dari hal-hal yang bersifat fisik atau materi yang kita miliki, tetapi juga dari keridaan Allah kepada kita.

Monday, December 06, 2021

Produktif dalam Bekerja

Bicara soal sifat produktif, tentu definisinya berbeda-beda tergantung siapa yang memandangnya. Menurut KBBI, produktif artinya bersifat atau mampu menghasilkan; mendatangkan (memberi hasil, manfaat, dan sebagainya); atau menguntungkan. Sebagai seorang manusia dan hamba Allah, mari kita mencoba untuk memahami makna produktif dalam bekerja melalui kacamata seorang muslim.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.’ Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?’ Dia berfirman, ‘Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” (Q.S. Al Baqarah: 30)

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Q.S. Adz Dzariyat: 56)

Dua tugas utama kita sebagai hamba Allah adalah menjadi khalifah di muka bumi dan beribadah kepada-Nya. Jadi, dua hal ini harus menjadi landasan kita dalam berpikir dan bertindak, termasuk dalam hal produktivitas. Kemudian ada juga hadis yang mengatakan bahwa seorang muslim juga dinilai dari aspek kebermanfaatannya. Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (H.R. Bukhari).

Setiap insan tentu dikaruniai kelebihan, kemampuan, potensi, dan peran yang berbeda-beda. Ada orang yang berkarir di luar rumah dan ada juga yang bekerja dari dalam rumah. Apapun peran bekerja yang mereka jalankan, aktivitasnya tersebut tentu juga bernilai pahala karena produktif bekerja dan mencari nafkah sesungguhnya juga perintah Allah.

“Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (Q.S. Al Jumuah: 10)

Ayat di atas mengandung perintah untuk bertebaran di bumi dalam rangka bekerja dan berbisnis; untuk mencari karunia Allah dalam bentuk rezeki yang halal dan berkah. Tentunya perintah tersebut juga diiringi dengan perintah untuk mengingat Allah ketika salat maupun ketika bekerja agar menjadi pribadi yang beruntung.

Selain itu, masih ada beberapa hadis tentang bekerja sebagai berikut.

“Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran pekerjaan kedua tangannya (mencari nafkah) maka di saat itu diampuni dosa baginya.” (H.R. Thabrani).

“Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as. memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (H.R. Bukhari)

“Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah.” (H.R. Ibnu Majah).

Produktifnya muslim dalam bekerja tidak hanya bernilai ibadah, tetapi juga dapat berpengaruh luas untuk kemaslahatan umat. Hal ini bukan hanya menjadikannya paripurna sebagai khalifah yang menunaikan kewajiban beribadah, melainkan juga meningkatkan nilai kebermanfaatan dirinya bagi umat.