Monday, October 25, 2021

Pola Hidup Sehat dengan Menjaga Asupan Makan

Bicara soal hubungan makanan dan kesehatan, sebenarnya ada banyak ruang lingkup yang mencakupnya. Secara garis besar, ilmu gizi mempelajari hubungan manusia dan makanan, termasuk hubungan antara makanan dan asupan nutrisi di dalamnya dengan kesehatan dan penyakit-penyakit terkait gizi serta kondisi medis tertentu. Ahli gizi berkompetensi memberikan informasi tentang gizi, rekomendasi makanan, dan pola makan sehat kepada masyarakat pada umumnya. Sementara dokter gizi adalah dokter spesialis yang fokus menangani masalah kesehatan pasien terkait gizi, serta memberikan terapi medis gizi sesuai kondisi pasien dan berorientasi pada riwayat penyakit dan keadaan umum pasien.

Transformasi sejak 2001 hingga 2020

Karena aku tidak berkompeten untuk membahasnya secara keilmuan, kali ini aku hanya ingin berbagi pengalaman pribadi saja. Perjalananku dengan pola hidup sehat berawal sejak masa kuliah. Sebelum tahun 2005, kesehatan tidak pernah menjadi prioritas buatku. Sebagai anak indekos, hobiku bergadang dan makan mi instan. Baru setelah masa-masa Tugas Akhir tahun 2005, aku mulai rutin melakukan senam aerobik serta menerapkan kesadaran saat makan, belajar berpikir sebelum makan, dan menerapkan food combining. Dalam kurun waktu 2006-2007, berat badanku turun 13-14 kg akibat menjaga pola makan dan berolahraga secara rutin.

Foto tahun 2016 di atas adalah foto saat aku hamil anak keempat dalam usia kandungan 16 minggu. Aku tampak lebih langsing daripada zaman kuliah. Saat itu olahraga sudah jauh lebih bervariasi: senam, yoga, lari, zumba, dan berenang. Penurunan berat badan secara drastis tak lagi terjadi meskipun aku sudah menerapkan clean eating. Tidak masalah, yang penting berat badan tetap terjaga, kenaikan berat badan selama hamil dan sesudah melahirkan tetap terkendali, dan hasil MCU tahunan selalu bagus.

Kiri: kondisi postpartum September 2019
Kanan: Mei 2021

Lantas sejak saat itu hingga sekarang, apakah aku tidak pernah bermasalah dengan berat badan? Tentu saja pernah, hahaha. Setelah melahirkan anak kelima, berat badanku merangkak naik akibat tidak terlalu menjaga pola makan. Saat itu bayiku sedang berkutat dengan masalah kenaikan berat badan yang kurang—bahkan hampir gagal tumbuh—sehingga aku merasa harus banyak makan supaya produksi ASI berlimpah. Aku berusaha tidak terlalu memikirkan berat badanku dan hanya berfokus pada berat badan bayiku, tetapi kenyataannya tubuhku mulai menggendut dan hasil cek kolesterol sempat berada di atas batas. Setelah anakku berusia setahun dan berat badannya aman, aku mulai kembali menerapkan pola makan secara lebih ketat.

Jika ingin hidup sehat, kita perlu memberi perhatian khusus pada pola makan. Asupan makan memberi pengaruh sebanyak 80% terhadap pola hidup sehat, sedangkan olahraga hanya memberi pengaruh sebanyak 20% saja. Menurut WHO, diet sehat membantu melindungi terhadap kekurangan gizi dalam segala bentuknya serta melindungi dari penyakit tidak menular (Non Communicable Disease) seperti diabetes, penyakit jantung, strok, dan kanker.

Ada banyak aliran diet di dunia ini. Pemilihan diet yang paling tepat tentu harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing tubuh. Kita juga harus memperhatikan kebutuhan kalori harian. Jangan sampai demi defisit kalori, kita mengorbankan kebutuhan energi tubuh. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan panduan gizi seimbang yang diadopsi dari WHO. Gizi seimbang adalah konsumsi kalori, makronutrien, dan mikronutrien dalam jumlah dan proporsi yang tepat sesuai dengan kebutuhan, tanpa menghilangkan jenis nutrisi tertentu. Memenuhi kebutuhan nutrisi harian dengan asupan bergizi seimbang sangat penting dilakukan agar tubuh tetap fit dan terhindar dari beragam penyakit.

Nutrisi makro dalam pedoman gizi seimbang

Menilik kembali perjalananku dalam menerapkan pola hidup sehat, aku bersyukur masih diberi kesempatan dan kesadaran untuk menjadikan kesehatan sebagai prioritas. Kesehatan adalah investasi jangka panjang. Usia memang hak prerogratif Allah, tetapi berusaha hidup sehat dan bugar insyaallah bermanfaat untuk kebaikan kita juga supaya bisa membersamai anak cucu hingga usia senja.

Sebagai penutup, yuk kita simak video di bawah ini untuk bahan renungan.


Monday, October 18, 2021

Ketahanan Pangan Keluarga

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan juga menyangkut hak setiap orang untuk memiliki akses pada makanan yang aman dan bergizi, hak atas kecukupan pangan, dan hak dasar setiap orang untuk bebas dari kelaparan. Empat pilar dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan yang cukup, akses yang memadai, pemanfaatan yang tepat, serta stabilitas stok dan harga pangan.

Di Indonesia ketahanan pangan lebih sering diidentikkan dengan ketersediaan pangan. Hal ini tidak sepenuhnya salah karena bertahun-tahun pemerintah berfokus pada program swasembada pangan demi kedaulatan pangan nasional. Namun, sejatinya ketahanan pangan tidak hanya berbicara soal produksi pangan yang cukup, tetapi juga berbicara tentang tingkat harga yang pantas dan terjangkau oleh masyarakat miskin serta tidak merusak lingkungan.

Dalam tataran keluarga, contoh nyata ketahanan pangan ini ada pada keluarga suamiku. Secara turun temurun, banyak di antara mereka yang berprofesi sebagai petani dan peternak. Sebenarnya petani dan peternak ini adalah profesi yang—bisa dibilang—sangat orisinal karena sejak zaman dahulu pun manusia bertani dan beternak. Kita tentu ingat ketika sistem perdagangan belum terlalu masif, tiap keluarga memiliki lahan untuk bercocok tanam dan memelihara hewan ternak untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Baru setelah itu, mekanisme pemenuhan bahan pokok berkembang menjadi sistem barter hingga perdagangan dengan alat tukar uang seperti sekarang ini.

Kembali ke keluarga suamiku, saat ini sebagian besar dari mereka yang tinggal di desa masih mempertahankan profesi petani dan peternak. Kalau kita melihat dari perspektif materi, kedua profesi itu sering dipandang sebelah mata. Mereka adalah ujung tombak ketahanan pangan, tetapi faktanya mereka sendiri juga harus berjuang untuk tidak terpuruk dalam kemiskinan. Kisah mengenai rentenir dan sistem ijon, harga jual hasil panen yang tidak menutup modal, hingga sulitnya mereka bersaing dengan bahan makanan impor tentu sering kita dengar dari berita-berita. Namun, ketika melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sawah bapak mertua gagal panen karena diserang hama atau ayam-ayam peliharaan kakak ipar mati karena terkena penyakit … tentu ikut membuat kami merasa makin miris.

Dulu aku pernah menyayangkan keputusan adik ipar untuk tidak bekerja kantoran. Dia lebih memilih untuk membantu bapak mertua mengurus sawah dan hewan ternak. Belakangan aku mengerti, mungkin itu adalah caranya berbakti untuk orang tua sekaligus meneruskan spirit perjuangan keluarga suami dalam menekuni profesi petani dan peternak. Aku juga pernah mempertanyakan keputusan suami untuk membeli sawah ketika memiliki uang menganggur. Memang secara materi tidak menguntungkan, tetapi di baliknya … ternyata itu adalah salah satu cara untuk menjaga keberlanjutan ketahanan pangan.

Salah satu cara yang bisa kita lakukan untuk menjaga ketahanan pangan—jika kita bukan petani atau peternak—adalah urban farming. Urban farming dapat dijadikan sebagai alternatif upaya untuk mengatasi ancaman ketahanan pangan di masa pandemi seperti sekarang ini. Pandemi berpengaruh terhadap penurunan kegiatan produksi pertanian dan distribusinya sehingga mengancam ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup. Urban farming yang dilakukan dalam tataran keluarga dapat mencegah kekurangan nutrisi karena masing-masing keluarga memanfaatkan pekarangan atau lahan untuk berkebun. Dengan demikian, mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga dengan cara sederhana.

Monday, October 11, 2021

Setup Makaroni, Resep Simpel Andalan Ibu

Seperti yang pernah kutulis di sini, ibuku adalah seorang wanita karir yang cukup sibuk selama masa produktifnya, baik dalam hal karir maupun aktivitas sosial. Sebagai ibu yang harus mengatur waktu dengan jeli, masakan-masakan yang beliau siapkan untuk kami biasanya berupa sajian sederhana dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mengolahnya. Salah satu masakan khas Solo yang menjadi menu andalan beliau adalah Setup Makaroni.

Melihat bahan dasar Setup Makaroni yang berupa pasta, tentu kita langsung mengerti bahwa makanan ini bukan makanan asli orang Jawa. Setup Makaroni adalah menu peninggalan orang Belanda yang diadaptasi oleh kalangan bangsawan keraton menjadi salah satu makanan yang disajikan di acara-acara besar Keraton Surakarta. Resep aslinya konon menggunakan topping keju parut dalam jumlah cukup banyak. Namun dalam perjalanannya, keju menjadi sesuatu yang opsional karena menyesuaikan dengan lidah orang Jawa yang cenderung asing terhadap keju.

Setup Makaroni yang memiliki manfaat untuk menghangatkan badan ini biasa disajikan sebagai menu pembuka sebelum menyantap menu utama. Meskipun demikian, saat ini restoran-restoran di Solo juga menyajikan makanan ini sebagai menu tunggal yang bisa dikategorikan sebagai light meal. Hal ini cocok untuk orang-orang yang lebih suka makan sedikit untuk sekadar mengisi perut sepertiku, hehehe.

Jadi, seperti apa, sih, resep simpel yang selama ini menjadi andalan ibuku? Yuk, kita simak resep di bawah ini.

Foto diambil dari sini

Bahan-bahan:

  • 250 gr makaroni
  • 250 gr daging ayam
  • 250 ml susu cair
  • 2 butir telur ayam kocok
  • 1 buah bawang bombai diiris-iris
  • 2 siung bawang putih diiris halus
  • Secukupnya merica bubuk
  • Secukupnya gula
  • Secukupnya garam
  • Sedikit margarin untuk menumis
  • Sedikit minyak goreng
  • Air untuk merebus ayam

Cara membuat:

  1. Siapkan panci untuk merebus, isi dengan air, lalu beri sedikit minyak goreng. Masukkan makaroni, rebus hingga setengah matang. Angkat, buang airnya, tiriskan.
  2. Sementara menunggu makaroni empuk, siapkan panci lain, rebus ayam dengan air secukupnya. Bila daging ayam sudah empuk, angkat.
  3. Pisahkan daging ayam dari air rebusan. Air rebusan jangan dibuang. Suwir-suwir daging ayam.
  4. Siapkan wajan, panaskan margarin. Tumis bawang bombai dan bawang putih hingga wangi. Tambahkan merica bubuk.
  5. Masukkan air rebusan ayam, susu cair, dan ayam yang sudah disuwir-suwir. Kecilkan api.
  6. Masukkan kocokan telur, aduk agar telur tidak menggumpal.
  7. Tambahkan gula dan garam secukupnya. Tes rasa, sesuaikan selera.
  8. Setelah mendidih, masukkan makaroni. Aduk hingga makaroni matang lalu angkat. Sajikan hangat-hangat.
  9. Dapat ditambahkan topping sosis, keju parut, atau bawang goreng sesuai selera.


Monday, October 04, 2021

Jajanan Solo yang Membuat Kangen

Bicara soal makanan favorit sepanjang masa, ingatanku melayang pada dua kudapan favorit yang sarat akan kenangan masa kecil. Dua kudapan itu adalah lenjongan dan cabuk rambak. Keduanya termasuk makanan tradisional Solo yang biasa dijual di pasar dan pusat jajanan, serta kerap disebut sebagai street food-nya masyarakat Solo.

Lenjongan (foto diambil dari sini)

Lenjongan adalah sebutan dari satu set camilan manis yang terdiri atas gendar, klepon, sawut, jongkong, gatot, getuk, tiwul, cenil, ketan hitam, ketan putih, dan gerontol. Isinya sebagian besar terbuat dari singkong, jagung, ketan, dan aneka jenis tepung sehingga mengenyangkan. Topping-nya yang berupa parutan kelapa memberikan cita rasa gurih. Meskipun demikian, manis menjadi rasa dominan lenjongan karena parutan kelapa seringkali ditaburi dengan gula pasir atau dituangi juruh (gula merah cair).

Lenjongan menjadi favorit karena menyatukan berbagai jenis rasa kudapan tradisional dalam satu wadah. Teksturnya pun beraneka ragam: ada yang lunak seperti ketan dan getuk, ada yang kenyal seperti klepon dan cenil, ada juga yang seret seperti tiwul yang biasa digunakan sebagai pengganti nasi. Lenjongan dihidangkan dengan sebuah pincuk yang terbuat dari daun pisang. Seporsi lenjongan dijual seharga Rp3.000,00 hingga Rp5.000,00.

Lenjongan tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2020. Jajanan ini telah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan tak pernah lekang oleh waktu hingga kini. Buatku pribadi, lenjongan menyimpan banyak memori masa kecil sebagai camilan yang kerap dibeli ketika menemani ibu atau nenekku berbelanja di pasar.

Cabuk rambak (foto diambil dari sini)

Selain lenjongan, jajanan khas Solo yang menjadi kesukaanku adalah cabuk rambak. Makanan ini dulu dijajakan berkeliling oleh penjualnya—biasanya ibu-ibu berjarik—dengan menggendong bakul. Meskipun sudah mulai langka, makanan ini masih bisa ditemukan di pasar dan pusat jajanan tradisional. Cabuk rambak dibuat dari irisan ketupat yang kemudian disiram dengan saus yang terbuat dari wijen dan kelapa sangrai. Pelengkapnya adalah kerupuk gendar yang biasa disebut karak. Harga satu porsi cabuk rambak bervariasi antara Rp5.000,00 hingga Rp7.500,00.

Cabuk rambak yang murah meriah ini dulu menjadi jajanan kesukaanku semasa sekolah. Dengan uang saku yang pas-pasan, membeli cabuk rambak adalah salah satu trik supaya tetap kenyang hingga waktu pulang sekolah tiba. Meskipun sering diejek sebagai makanan rakyat jelata karena miskin gizi, cabuk rambak selalu menjadi makanan incaran yang wajib dibeli kala aku mudik ke Solo.