Friday, March 24, 2006

His Desk and Mine



Which one is his, and which one is mine? I bet you can guess :p. These are where all the inspirations came and where all the works were done.

Jomblo

Ahad lalu aku nonton Jomblo di Lippo 21-nya Lippo Cikarang. Jauh hari sebelumnya, aku udah baca ulasan tentang film ini di majalah Tempo. Gara-gara ulasan itu bilang kalau film ini asyik dan beda, ditambah protes temen-temen aktivis kemahasiswaan di kampus tentang film ini, aku jadi makin tertarik buat nonton. Kayak gimana sih, film yang bikin heboh itu?

Film ini khas Hanung Bramantyo. Sutradara muda yang nyabet penghargaan sebagai sutradara terbaik lewat debut film Brownies itu emang nyantai abiss (masih inget waktu dia naik panggung FFI dengan kaos oblong dan celana training?). Beda dikit dengan novelnya, film ini dibuat dengan idealisme Hanung untuk ngasih pencerahan buat kaum muda (katanya...).

Oke oke... Beberapa temen mungkin nggak setuju. Itu sih sah-sah aja, tergantung sudut pandang masing-masing orang. Tapi kalau aku bilang, kita nggak bisa menutup mata kalau novel ini emang seperti studi antropologis tentang kaum muda kita. Cara dan persepsi orang itu beda-beda, termasuk juga cara orang lain menyampaikan pencerahan atau pembelajaran. Hanung bilang, pembelajaran itu nggak melulu diperoleh lewat hal-hal positif. Bisa aja seseorang belajar bener dari hal-hal negatif yang terjadi. Iya juga sih.

Terlepas dari hiruk pikuk protes temen-temen di kampus dan apa yang orang-orang bilang, aku pengen mengutarakan sedikit tentang bagaimana film ini meninggalkan kesan di hatiku. Meski dengan ngakak di sana-sini, aku harus mengakui kalau aku mendapat sesuatu dari film ini. Yahh, tentang legitimasi bahwa manusia itu bukan robot, bahwa yang namanya perasaan itu ada. Juga tentang mengatakan apa yang sebenarnya dirasa. Ini bukan sekedar jargon psikologis, tapi bener-bener penting buat dilakukan dalam kehidupan nyata. Di SIAware aku juga belajar tentang hal ini.

Trus tentang membuka pikiran dan mencoba memahami kenapa orang lain bisa melakukan hal-hal yang menurut kita buruk. Kita nggak berhak lho, merasa tahu dan menghakimi orang untuk hal-hal yang sebenarnya kita nggak paham. Kita bukan mereka, dan mereka bukan kita. Pikiran dan hati yang terbuka bisa menjembatani perbedaan pendapat dan cara pandang. (Yustikaaa, iki kowe nulis opo sihh... hehehe...)

Maksudku adalah, jangan langsung menuding novel atau film Jomblo itu buruk melulu. Ada kok, hal-hal yang bisa kita ambil. Paling tidak, aku jadi sedikit paham beberapa alasan penyebab pria selingkuh :D. Coba rasakan sendiri sensasi kesepet setelah nonton film ini :p. Bener juga kalimat yang diucapkan tokoh Agus di akhir film. Meski aku sedikit lupa persisnya, tapi kira-kira gini, ”Manusia itu nggak ada yang sempurna. Yang penting mah ada sikap saling memahami, menghargai, dan menghormati...”

Sipp deh. Aku setuju.

Kutipan Favorit

”Ketidaktahuanlah yang kita takuti jika kita memandang kematian dan kegelapan, tak lebih dari itu.” (Albus Dumbledore, Harry Potter dan Pangeran Berdarah-Campuran)

Me, My Sister, and My Cousin


Pizza Ulang Tahun


Sudah jadi tradisi di kost Menara Air, seseorang yang berulang tahun membelikan makanan buat anak-anak lain. Kali ini tiba giliranku. Tahun lalu kami makan masakan MCCF. Tahun ini sedikit mewah lah ya, hehehe... Aku dan Mbak Dini --Maret ini kami berdua yang berulang tahun-- memilih American Favourite ber-topping pepperoni, daging sapi, dan jamur. Hmm... yummy...

Kado Ulang Tahun


Hmmph... Ulang tahun selalu menyisakan sesuatu buatku. Perhatian-perhatian kecil, doa-doa tulus, hadiah-hadiah menyenangkan... mau tak mau membuatku menganggap 15 Maret itu istimewa. Aku mendapat dua buku yang sudah lama aku idamkan: The Little Prince dan Catatan Seorang Demonstran-nya Soe Hok Gie (Thanks banget ya, Mas Catur!). Juga ada topi renang Speedo warna ice blue untuk menemani hobiku (Thanks banget ya, Mas Didik!). Hohoho, bagaimana tidak istimewa?

Doa Ulang Tahun


”yus met ultah ya...mg2 panjang umur n sukses selalu” (Probo, Ahad 12 Maret, 10.36)

”Smoga sayangku bahagia slalu bisa lulus juli bisa nikah sama aku sblm januari 2007 amin” (Mas Catur, Rabu 15 Maret, 04.46)

”Selamat hari lahir mbak,smg pnjg umur,tmbh dwasa..smg 4JJI snantiasa mmbrikan yg tbaik bwtmu.from us. Kpn nih mkn2ny;p” (Fanny, Rabu 15 Maret, 05.02)

”’dan Kesejahteraan Semoga Dilimpahkan Kpdku, pd Hari Kelahiranku, Pada Hari Wafatku, dan Pd Hr Aku Dibangkitkan Hidup Kembali’ (9:33) Met Milad Smg Usianx Barokah, trcapai Cita2nx -kiki-” (Kiki, Rabu 15 Maret, 05.45)

”Met milad ya Yus... Smg umur yg menua mjd berkah. Ttp istqmah djln-Nya. TA-ny cepet selesai, cpt lulus, biar cpt nikah :D wish u all d best.” (Tommy, Rabu 15 Maret, 06.04)

”Wktu terus b’lalu tnpa terasa 24thn sdh lngkah kcilmu menapak smoga thn2 yg kan kau tempuh dpt mnjadiknmu seorang wanita agung MET MILAD Yustika Baroka4WI -ida-” (Mbak Ida, Rabu 15 Maret, 08.30)

”selamat ulang tahun :)” (M. Iqbal, Rabu 15 Maret, 09.52)

”Eh,ada yg ultah ya hr ini?!hehehe” (Fatimah, Rabu 15 Maret, 10.51)

”Met ultah yach,smoga tambah barokah dgn umur yg baru.” (Mbak Titik, Rabu 15 Maret, 13.09)

”Happy birthday sweet 24th YK.. May 4JJI always leads u in 4JJI way..Moga cpt lulus ato mlh sbnrny dah wisuda nih?Trus segera m’dapatkan hari baik untuk... hehe” (Ratna, Rabu 15 Maret, 16.19)

”Aih,s’met ultah ya tika.Dpt kado apa dr ortu?Dr catur dpt ga?Hehe..” (Bu Ati, Rabu 15 Maret, 16.30)

”Hpy bday Yuz cyank.. Smg pjg umur,tmbh iman&taqwa, tmbh dws,tmbh bijak mmaknai hidup,dianugrahi ap yg dpgn -trmsuk cpt lulus&cpt nikah -hehe.Slmt lg y.Ayo maem2 ;)” (Icha, Rabu 15 Maret, 18.26)

”Sayang aku puny hadiah ultah kejutan buat km lho” (Mas Catur, Rabu 15 Maret, 20.13)

”Ika..met ulang tahun ya..wish u all the best -yeni-” (Mbak Yeni, Rabu 15 Maret, 21.11)

”Berhubung gk bs jd yg ptama ngucapin hr ini,jd yg trakhir gpp ya? =) met milad yg k-24 thn, smoga slalu dberi Allah yg tbaik. amin! ” (Citra, Rabu 15 Maret, 22.51)

”Yus,met ultah ya:). Nggak terasa udh 1th yg lalu aq kirim ucapan yg sama.Smg dgn brtmbhnya umur bs mkn dewasa, bijaksana,dsayang 4JJI,mkn tau mau dbw kemana hdp ini :),mkn dsayang calon suami,mkn sholehah ’n dridhoi usahanya.With love,always.Ilma” (Ilma, Kamis 16 Maret, 07.33)

”sami2 hepi milad jg.. moga d sisa2 umur qta lbh barokallah u/ diri qta n org2 dsekitar qta.amin.” (Naning, Ahad 19 Maret, 12.49)

[Thanks, Guys... atas waktu-waktu yang kalian luangkan untuk membuatku merasa dipedulikan. Thanks juga buat Mas Didik, Yesti, Mbak Erti, dan anak-anak Menara Air. Semoga doa tulus kalian diijabah oleh Allah. Amin.]

(Kembali) Bersepeda

Tempo hari waktu pulang ke Solo, aku merasakan lagi kesulitan dalam mobilitas. Sudah menjadi kebiasaan --sejak motor kesayangan dibawa ke Bandung-- aku betul-betul menjadi anak rumahan karena malas ke mana-mana naik angkutan umum.

Alasan pertama. Rumahku di Solo terletak di dalam kawasan perumahan yang memerlukan effort lebih untuk sampai ke jalan raya. Belum lagi kalau harus pergi di siang hari. Jalan jauh dan harus tahan berpanas-panas, demi mencegat bus kota atau angkot. Alasan kedua. Solo masih terbilang kota kecil yang tidak terlalu padat. Transportasi umum warganya kebanyakan kendaraan pribadi, entah itu mobil, motor, atau sepeda. Jumlah bus kota dan angkot tidak sebanyak jumlah angkutan serupa di Bandung, membuat orang Solo harus menanti lama bila ingin naik salah satu di antaranya. Jika mencari angkutan umum yang cukup banyak berseliweran, becak bisa menjadi pilihan meskipun lebih mahal.

Dua alasan di atas, ditambah rasa sayang menghabiskan uang untuk angkutan umum, membuatku mengeluarkan kembali sepeda lamaku. Sepeda itu dulu dengan setia mengantarku ke mana-mana --sejak kelas 4 SD sampai 3 SMP-- sebelum akhirnya tergantikan oleh motorku. Mengabaikan stang yang miring, rem yang tidak makan, dan karat di sana-sini, secara keseluruhan kondisinya masih bagus. Jadilah aku bersepeda ke mana-mana.

Mengayuh pedal sepeda sambil menikmati suasana ternyata menyenangkan juga. Sudah lama aku tak merasakannya. Aku bersepeda mengelilingi kampung menuju rumah teman. Aku bersepeda menyusuri persawahan membentang menuju rumah sepupu (Seberapa sering kalian menyaksikan ayam, bebek, dan itik berkejaran dengan anak-anak mereka sambil mematuk-matuk makanan? Seberapa sering kalian menikmati gemericik air persawahan? Seberapa sering kalian merasakan angin senja membelai jilbab dipigurai kemerahan matahari terbenam?). Dalam perjalanan ke stasiun untuk memesan tiket pulang ke Bandung, aku bersepeda melewati rute yang dulu biasa kulewati kala pergi-pulang sekolah. Melewati jalanan yang sama, bangunan-bangunan yang sama, sambil menyadari perubahan-perubahan yang telah dibuat oleh sang waktu sepuluh tahun belakangan ini.

Fiuuuhhh... Entah mengapa, jenak-jenak nostalgia selalu terasa eksotis. Membuatku tenggelam dalam kenangan. Membuatku merindukan romantisme masa lalu. Kulit yang menjadi lebih hitam (akibat berpanas-panas) dan keriut otot kaki (karena sudah lama tidak bersepeda), tiba-tiba tak penting lagi. Tentu tak sebanding dengan kenikmatan berduaan bersama sepeda lamaku.

Friday, March 17, 2006

Rafa, My Cute Little Cousin

My Daily Things

Ah, Aku Tahu...


Perasaanku adalah sesuatu yang rumit. Jangankan kau, akupun kadang tak memahaminya. Aku sudah pernah bilang padamu tentang bagaimana aku terlalu membutuhkanmu. Ya, kupikir itu benar. Sampai detik ini rasa ketergantungan itu semakin menjadi.

Kau ingat ketika kita beradu pendapat di malam tahun baru itu? Oh ya, masih terbayang jelas ekspresi kesal di wajahmu mendengar kata-kata kerasku. Maafkan aku. Sesungguhnya aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku juga masih ingat saat aku kesal bukan main karena tidak mendengar kabar apapun darimu. Saat itu kau sedang berada di seberang lautan: ratusan kilometer berselisih jarak dan enam puluh menit berselisih waktu denganku. Kau sibuk luar biasa, dan aku tak mampu mengerti. Maka buncahan rindu dan serpihan kekhawatiran meletup menjadi amarah kala kau jua tak mengerti: how dying I was to hear something from you.

Ah, aku tahu. Sesuatu itu bernama ego. Ia berdiri di antara kita saat kita tak saling mengerti. Ia berdiri di antara kita saat kita saling menyakiti. Ego kita masing-masing saling berteriak sehingga kita tak mendengar hati kita bicara. Aku tak bisa mendengar hatimu, dan kau tak bisa mendengar hatiku.

Indah rasanya kala ego kita mampu berkompromi. Tidak, aku tak menganggapnya sebagai suatu kemunduran atau suatu kekalahan. Anggap saja itu harga yang pantas dibayar agar kita saling memahami satu sama lain. Aku bahagia kita telah melewatinya, meski aku tahu fase ini tak berhenti sampai di sini. Ia akan berlangsung terus sepanjang hidup kita.

Waktu kau harus pergi lagi ke seberang lautan dan tak juga memberi kabar, aku tak lagi marah-marah. Meski aku kembali dirundung kekhawatiran dan banjir air mata, alih-alih menumpahkan kekesalan padamu, aku mengirimkan doa untukmu agar kau baik-baik saja. Dan kau berterima kasih untuk sepenuh cinta yang kuberikan. Betapa indahnya.

Aku sedang belajar mengenali diri dan perasaanku, mengendalikan sekeping egoku. Terima kasih buatmu, yang membantuku melakukannya.