Tuesday, December 18, 2007

Campur Aduk

Semula bahagia. Tapi kok sekarang jadi sedih ya. Pengen nangis.
Maha Suci Allah yang kuasa membolak-balik hati.
Kalau ini yang terbaik dari-Mu ya, Allah... hamba yakin akan Kau permudah segalanya.

Saturday, December 15, 2007

Binar Mata

Dalam talk show-nya, Oprah sering berkata bahwa arti diri kita buat seseorang bisa dilihat dari binar mata orang itu ketika kita hadir di dekatnya. Seorang anak yang melihat binar mata orang tuanya ketika dia masuk ke ruangan akan merasa disayang, karena dia tahu dirinya berarti buat orang tuanya. Kasus ini terjadi dalam setiap bentuk hubungan manusia. Hubungan orang tua dan anak hanya salah satu contoh.

Dulu aku nggak terlalu ngeh dengan hal ini, tapi sekarang aku jadi ngeh banget. Suamiku tersayang, tiap kali kami bertemu, selalu menunjukkan binar mata yang sangat indah. Tiap kali kami janjian bertemu di suatu tempat kemudian dia melihatku datang, atau ketika dia pulang kerja dan melihatku membukakan pintu, wajahnya lambat laun berubah indah: dari yang semula biasa saja menjadi tersenyum lebar disertai dengan mata yang berbinar. Pernah suatu kali aku bereksperimen secara sembunyi-sembunyi mengawasi wajahnya dari jauh lalu membandingkan ekspresinya sebelum dan sesudah melihatku. Benar lho, Guys! Matanya benar-benar berbinar kala melihatku.

Dari situ aku jadi tahu kalau dia benar-benar sayang padaku, dan bahwa aku benar-benar berarti bagi dirinya *bukan ge-er ini*. Meskipun aku sudah tahu dari dulu kalau cintanya padaku sangat besar, sekarang aku jadi makin menyadarinya. Rasanya tersanjung dan terharu mengetahui ada seseorang yang menganggap kita sedemikian berarti.

Pertanyaannya sekarang adalah: apakah diriku juga sudah memperlihatkan binar mata yang sama? Entahlah. Maafkan aku ya, Sayang... kalau ternyata pendar matamu jauh lebih bersinar. Yang jelas: I love you so much, Sayang.

Saturday, December 08, 2007

Bahagia

Akhirnya, yang dinanti-nanti datang juga... Bersiap menyongsong keajaiban tumbuhnya kehidupan baru dalam diriku :)

Aku bahagia...

*harap-harap-cemas mode ON*

Wednesday, October 31, 2007

Murah = Tidak Berkualitas ??

*sebel banget mode ON*

Pagi tadi aku pergi ke puskesmas Sukadami, puskesmas setempat di Cikarang, dalam rangka mencari Surat Keterangan Sehat. Karena aku baru pertama kali ke situ, aku nggak tahu kalau sedari awal aku harus minta formulir Surat Keterangan Sehat di bagian pendaftaran *biasanya kita mintanya kan sama dokternya, ya meneketehe gitu lohh*. Jadi di situ aku cuma daftar aja.

Nah, pas aku balik ke bagian pendaftaran buat minta formulir itu, beberapa ibu petugas di situ pada ngomel-ngomel. Kenapa tadi nggak bilang, kata mereka. Ya MENEKETEHE!! Nggak berhenti sampai di situ, ketika mereka tahu kalau aku nggak tahu rumahku RT/RW-nya berapa, mereka tambah marah-marah. Mereka bilang, kalau jadi pendatang itu harus lapor ketua RT dulu. Masih ditambah dengan kata-kata kasar "dasar pendatang" yang ditimpali omongan ibu-ibu petugas yang lain. Gimana nggak bikin panas kuping.

FYI, waktu aku pertama kali menetap di Cikarang, aku udah nanya-nanya tetangga tentang siapa ketua RT yang perlu dilapori. Tapi di perumahanku ternyata emang nggak model sistem RT kayak gitu. Semua kebutuhan warga ditangani oleh pihak pengembang, jadi jabatan RT ya jadinya enggak fungsional. Sampai sekarang aku nggak pernah tahu rumahku itu RT/RW berapa.

Makanya aku jadi panas banget diomel-omelin ibu-ibu petugas puskesmas sampai kayak gitu. Bawel dan rese banget sih. Nggak ramah sama sekali, secara mereka tuh berada di bagian yang langsung berhadapan dengan masyarakat gitu lohh. Tiba-tiba aku jadi ingat dengan petugas bagian pendaftaran di Poliklinik ITB. Sama persis. Kalau melayani pelanggan pakai ngomel-ngomel, nggrundel, sambil muka ditekuk. Tapi persis setelah itu langsung bisa ketawa-ketiwi bercanda sama temen-temennya. Giliran menghadap ke pelanggan, muka ditekuk lagi. Kok ya ada orang yang bisa kayak gitu. Amit-amit.

Aku sih bisa maklum ya, kalau waktu udah sore dan mereka mungkin kelelahan hingga sedikit nggak ramah. Tapi ini pagi hari gitu lohh. Emang dari sononya udah niat nggak ramah 'kalee. Kata mamiku, mereka bersikap seperti itu mungkin karena gaji mereka kecil, atau karena kita bayar murah. Iya sih, kalau di Poliklinik ITB, sekali datang cuma bayar 5 ribu (udah termasuk obat) kalau kita masih berstatus sebagai mahasiswa. Sedangkan puskesmas yang hari ini tadi malah gratis.

Tapi nggak bisa gitu juga dong. Mentang-mentang karena gaji mereka sedikit atau kita bayar murah, bukan berarti kita nggak berhak atas pelayanan yang baik. Masa cuma rumah sakit mahal aja yang pelayanannya berkualitas. Kalau kayak gini terus, slogan "pembeli adalah raja" jadi terasa omong kosong belaka. Duh, Indonesia... Contoh dong negara-negara maju yang mengutamakan kualitas dalam pelayanan *jadi inget tulisan Desi di sini*.

Kalau nggak diharuskan dapat Surat Keterangan Sehat dari dokter pemerintah, nggak akan aku pergi ke puskesmas itu lagi. Amit-amit. Mending bayar mahal daripada dilayani setengah hati.

Tuesday, October 16, 2007

Menu Lebaran: Nasi Uduk, Opor Ayam, dan Tumis Udang Paprika


Wah, senangnya bisa post resep masakan di sini, mengingat aku nggak suka masak. Resep-resep ini worth trying, karena simpel dan hasilnya enak. Suamiku sampai memuji rasanya :D

Opor Ayam (4 porsi)

Bahan:
  • 5 sdm minyak goreng
  • 2 lembar daun salam
  • 4 potong ayam (terserah mau dada, paha, atau bisa juga diganti daging, tempe, atau tahu)
  • 600 ml santan encer dan 400 ml santan kental (pakai aja santan kemasan siap pakai kalau mau simpel)

Haluskan:
  • 6 butir bawang merah
  • 3 siung bawang putih
  • 2 cm lengkuas
  • 2 cm kunyit
  • 2 cm jahe
  • 1 sdt ketumbar
  • 1/2 sdt garam halus
  • 1 sdt gula pasir

Cara membuat:
  • Panaskan minyak, tumis bumbu halus hingga matang, tambahkan daun salam.
  • Masukkan ayam dan santan encer. Aduk rata dan masak hingga ayam setengah matang.
  • Tuangkan santan kental. Kecilkan api, aduk-aduk sampai matang.
  • Angkat dan hidangkan. Taburkan bawang merah goreng sesuai selera.

Tumis Udang Paprika (4 porsi)

Bahan:
  • minyak goreng untuk menumis
  • 3 ons udang kupas besar
  • 1 butir paprika hijau, potong dadu
  • 3 siung bawang putih, cincang
  • 5 butir bawang merah, iris halus
  • 5 buah cabai merah, iris tipis serong
  • 2 lembar daun salam
  • 2 cm lengkuas, memarkan
  • 1 sdt garam halus
  • 1 sdt gula pasir
  • kecap secukupnya

Cara membuat:
  • Panaskan minyak, tumis bawang putih hingga layu dan harum. Masukkan bawang merah dan aduk-aduk hingga layu.
  • Campur cabai merah, daun salam, serta lengkuas.
  • Masukkan udang dan potongan paprika. Aduk-aduk sebentar.
  • Tambahkan sedikit air, garam, gula, dan kecap. Aduk rata, tunggu hingga air menguap dan udang berubah warna tanda matang.
  • Angkat dan hidangkan.

Lebaran


Hiruk pikuk arus mudik seperti tidak berpengaruh pada kehidupan aku dan suamiku. Lebaran pertama kami sebagai suami istri ternyata harus kami lalui berdua saja di perantauan, jauh dari sanak saudara dan keluarga besar di tanah kelahiran. Sebabnya adalah karena suamiku mendapat giliran standby di kantor, ngejagain trafik lebarannya Telkomsel Siaga *trafik aja kok dijagain to, Masss... sampai nggak bisa mudik segala*.


Malam takbiran hampir kulalui seorang diri. Suami pulang jam sebelas malam. Waktu itu aku masih berkutat di dapur menyiapkan hidangan lebaran: nasi uduk, opor ayam, dan tumis udang paprika. Meskipun cuma berdua, aku pengen hari raya ini istimewa. Belanjanya mahal bo, karena terpaksa beli di supermarket *warung-warung sekitar rumah pada tutup semua hiks hiks*. Nggak apa-apa lah, cuma sekali setahun ini.


Di pagi Idul Fitri, kami berdua bangun kesiangan :)) Maklum tidurnya udah larut malam. Untung nggak telat shalat Id. Pas kami sampai di Masjid Al Hidayah, pas shalatnya akan dimulai :p Sepulang dari masjid, sungkeman cuma dilakoni berdua. Nggak ada ritual sungkem pada orang tua seperti tahun-tahun sebelumnya. Pun nggak ada tradisi silaturahim keliling ke tetangga seperti di kampung kami, mengingat di kanan-kiri rumah kami sekarang, tetangga nonmuslim lebih banyak dibanding yang muslim.


Malam Lebaran kedua akhirnya benar-benar kulalui seorang diri. Suamiku harus menginap di kantor. Yah, jadi istri harus qana’ah ya *menghibur diri, hehe*. Masih untung aku bisa berlebaran dengan suami tercinta. Alhamdulillah.


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H. Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, minal ’aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin atas semua kesalahan kami. Selamat berlebaran, selamat berlibur. Hati-hati di jalan bagi yang mudik :)

Tempat Kerja

Dalam kuliah Sosiologi Industri semester tujuh, dosenku membahas tentang pentingnya seorang istri mengenal tempat kerja suami. Harus ada kesempatan yang diberikan kepada istri untuk mengunjungi lokasi kerja (baca: kantor) suami. Dengan mengenal tempat kerja dan teman-teman kerja suami, seorang istri akan memiliki pemahaman yang baik mengenai situasi dan kondisi suami ketika bekerja dan segala akibat yang ditimbulkannya, termasuk ketika suami berada di rumah. Hal ini tentu berlaku sebaliknya, jika si istri juga bekerja.

Sampai saat ini aku sudah berkesempatan mengunjungi kantor suami. Di kantor yang lama aku bahkan sering mampir dan numpang ngenet :D Aku juga pernah dua kali menemani dan melihatnya bekerja: yang satu di kantor lama, yang satu ketika ia harus lembur dan menginap di kantor yang sekarang *aku sampai ikut menginap juga hehehe*. Kalau mau dibanding-bandingkan, aku merasa lebih akrab dengan teman-teman suami di kantor yang lama daripada teman-teman di kantor yang sekarang. Mereka lebih membumi. Suasananya juga lebih hangat di kantor yang dulu.

Terlepas dari semua itu, aku sangat sepakat dengan penjelasan dosenku yang aku ceritakan di awal tulisan ini. Aku jadi memahami kesibukan suamiku ketika bekerja dan memahami keletihannya sesampai di rumah. Dengan demikian, aku berharap bisa memberikan pelayanan dan pengertian yang lebih baik untuk suamiku.

Jadi, apakah Anda sudah pernah mengunjungi tempat kerja pasangan Anda? *Kalau belum, segera lakukan yaa*.

Kuliah

Suatu malam aku dan suamiku berbincang tentang masa-masa kuliah dan bernostalgia dengan kehidupan kampus, mengingat kami kuliah di tempat yang sama. Dia bercerita dengan penuh semangat tentang kawan-kawannya dan betapa mengasyikkannya studinya. Dia tampak begitu menikmati masa kuliahnya *nggak heran, dia lulus dengan predikat cum laude dan IPK 3.82 gitu lohh*.

Dalam banyak hal, aku dan suamiku sangat berbeda. Sifat, kepribadian, karakter, pola pikir, dan latar belakang kami jauh berbeda *Maha Suci Allah yang telah menyatukan kami dalam pernikahan, karena kadang aku masih saja terheran-heran dengan perbedaan kami*. Tak terkecuali masa kuliah, juga sangat berbeda.

Buatku, masa-masa kuliah adalah masa-masa terberat dalam hidupku selama ini. Aku seperti diingatkan tentang sebuah perjuangan dan luka yang ditimbulkan olehnya. Kehidupan kampus yang *menurutku* keras dan lingkungan pertemanan yang *menurutku* tidak bersahabat, membuat masa-masa kuliahku penuh dengan air mata, rendah diri, depresi, ketidaksukaan terhadap banyak hal *termasuk diriku sendiri*, dan rasa pesimis yang luar biasa dalam memandang hidup. Saat itu perasaan dan self esteem-ku bagai berada di titik nadir. Yah, kau mungkin akan mengalami hal yang sama jika kau pernah ber-IP satu koma selama tiga semester berturut-turut, pernah mendapat surat peringatan tentang tenggang waktu DO, dan pernah dibanding-bandingkan oleh dosen wali dengan mahasiswa lain yang ber-IP nyaris empat! Tanpa pertolongan Allah, aku mungkin nggak akan pernah ”keluar hidup-hidup” dari sana. Tanpa pertolongan Allah, aku mungkin nggak akan pernah lulus sidang TA dan diwisuda.

Tak terasa perbincangan kami malam itu membuat mataku berkaca-kaca. Bagaimana tidak, mengingat masa-masa sulit itu bagai menggarami luka yang belum kering. Semua kenangan buruk berkelebatan muncul dan menyesakkan dada.

Maha Besar Allah yang memberi pencerahan. Kasih-Nya selalu menyertai. Kini aku masih berusaha *dan akan terus berusaha* bersikap positif, mensyukuri banyak hal, dan lebih menyayangi diri sendiri. Satu hal yang waktu itu aku lupa: aku selalu fokus pada kelemahan. Padahal itu justru akan mengalihkan perhatian dari kelebihan yang ada. Bersibuk-sibuk mengurusi hal-hal yang tidak tepat justru akan membuat hal-hal tepat menjadi tak terlihat.

I have a great life. It’s so beautiful. What else could it be?

Tentang Aku

Aku dapat tugas berantai dari Mbak Vietnanti :D

Ini aturan mainnya, kukutip dari sini:
  • Each Blogger starts with eight random facts/habits about themselves.
  • Bloggers that are tagged need to write on their own blog about their ”eight things” and post these rules.
  • At the end of your blog, you need to choose eight people to get tagged and list their names.
  • Don’t forget to leave them a comment telling them that they’ve been tagged and telling them to read your ”eight things”.

So, delapan hal tentang aku:

1. Nggak suka masak
Pekerjaan rumah yang paling nggak kusukai adalah masak. Aku paling nggak betah di dapur. Dari dulu aku nggak pernah hobi masak. Kalaupun sekarang jadi sering masak, itu karena keadaan menuntut demikian. Udah jadi seorang istri gitu loh, masa bakal terus-terusan beli nasi di warung. Boros juga kalau keseringan makan di luar. Karena kemampuan masakku yang masih tingkat pemula, variasi menu olahanku pun terbatas. Alhasil aku jadi sering bosan sama masakanku sendiri :D Sekarang lagi belajar bikin menu baru. Tapi tetep aja males nongkrong di dapur.

2. Well-organized
Nah, kalau yang ini rasa-rasanya karena aku bertipe melankolis dominan. Seneng sama yang rapi-rapi, tersistematis, dan terencana. Kalau naruh sesuatu harus sesuai tempatnya, jadi hampir nggak pernah lupa letak barang-barang. Kalau mau bepergian juga harus terencana baik, nggak suka dadakan. Segala arsip penting, catatan, dan foto-foto terdokumentasi dengan baik. Lucunya, sifat suamiku berbanding terbalik 180 derajat. Dia itu orangnya spontan dan nggak tertib, udah gitu pelupa. Jadi sekarang aku berperan ganda jadi istri dan asistennya :D

3. Perfeksionis
Sebenarnya perfeksionis itu kelemahan atau kelebihan sih? Karena aku perfeksionis, aku selalu ingin segala hal dikerjakan dengan sempurna sesuai standarku. Tapi seringnya, standar ini tampak terlalu tinggi buat orang lain. Biasanya orang perfeksionis membutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakan sesuatu bila dibanding orang lain, karena dia mengejar ketelitian dan kesempurnaan, always pay attention to the details. Begitu juga aku. Dan lagi-lagi, berbanding terbalik dengan suamiku. Aku melihatnya sebagai seseorang yang selalu menggampangkan sesuatu dan mengerjakan hal-hal sekadarnya saja, dia melihatku sebagai seseorang yang lelet dan gampang stres kalau standar nggak tercapai. Jadi dia sering nggak sabaran menghadapiku :))

4. Suka sama hal-hal yang romantis
Sebut saja musik romantis, drama romantis, komedi romantis, kisah dongeng tentang putri dan pangeran, coklat, bunga, candle light dinner, dansa berdua, dan masih banyak banget. Pokoknya semboyanku: love is in the air, huehehe. Menurutku, laki-laki harus lebih sering memperlakukan perempuan dengan romantis, misal: kalau jalan selalu berusaha berada di sisi kanan perempuan untuk melindunginya dari arus lalu lintas, membukakannya pintu, atau mengantarnya pulang. Bukan berarti perempuan nggak bisa mandiri, tapi itu lebih karena perempuan senang dimengerti dan dimanja. Oya, di bawah ini kutipan hasil ikut kuis iseng-iseng di blogthings.com. Tapi aku udah tahu dari dulu kalau aku ini romantis, jauh sebelum aku ikut kuis ini. Kuis ini cuma justifikasi :p

You are a romantic. You live your life like a fairy tale... or at least you try to. Living for magical moments, you believe there’s only one true love for you. Love is the most important thing in your life, and you don’t take it for granted. Your perfect match loves to be in love as much as you do!

5. Moody
Yup, aku ini orangnya moody banget. Kadang ngelakuin apa-apa juga terbawa suasana hati. Kalau udah nggak mood, susah buat menikmati sesuatu.

6. Penyendiri
Terakhir kali aku punya geng gaul itu waktu aku kelas dua SMP. Pertemanan dengan mereka tidak berakhir baik, dan sejak saat itu aku lebih nyaman pergi ke mana-mana sendiri, lebih suka menyendiri, dan lebih suka sibuk dengan diriku sendiri. Aku sering nggak nyaman berada di ruang publik. Aku nggak suka ngobrol. Kalaupun harus berada di tengah banyak orang, aku lebih suka mendengarkan. Yah, pada intinya: aku lebih suka melakukan segala aktivitas seorang diri. Merasa bebas ke mana-mana sendiri dan nggak mau tergantung sama teman. Mirip karakter Nicholas Saputra di Ada Apa dengan Cinta. Nggak heran kalau selama SMA dan kuliah, aku tidak pernah benar-benar punya teman dekat. Kalau sekarang, teman dekatku ya suamiku itu :p

7. Suka ketenangan
Aku paling nggak suka sama yang namanya ribut-ribut, kebisingan, dan kegaduhan. Ini kadang juga bikin masalah, karena aku dan suamiku sering berbeda pendapat soal volume suara televisi. Mungkin ada hubungannya dengan kehidupan keluargaku, di mana Mami-Papi selalu membiasakan suasana rumah tenang dan hening. Televisi dinyalakan sekadarnya dengan suara secukupnya. Juga tidak diperkenankan bicara dengan berteriak-teriak. Enak lho hidup kayak gini: hati jadi adem, aktivitas juga dapat dilakukan dengan tenang.

8. Suka sama film-film dokumenter
Sejak kapan ya aku suka sama film-film dokumenter? Kayaknya udah lama banget. Aku paling anti sama tontonan yang nggak bermutu dan nggak ada isinya (baca tulisanku di sini). Sayangnya, hampir semua tayangan di pertelevisian kita sekarang adalah tayangan yang nggak bermutu. Menurutku, tontonan yang baik adalah tontonan yang bikin kita cerdas, yang ada ilmunya. Salah satunya adalah film dokumenter. Karena itu, saluran televisi favoritku adalah saluran-saluran semacam Metro TV, Discovery Channel, atau National Geographic.

Itu tadi sekelumit delapan hal tentang aku. Oke, sekarang saatnya nerusin tugas ini ke delapan orang lain:

Sunday, October 07, 2007

Ikut Bahagia

Senangnya mendengar beberapa teman akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat. Mbak Ida - Mas Udin dan Laily - Maliki, semoga kalian beroleh pernikahan yang barakah, sakinah, mawaddah, warahmah.

  • Selamat terkagum-kagum dengan kuasa Allah yang telah memberikan begitu banyak kebahagiaan bertemu dengan orang yang bersamanya hidup kita terasa lengkap.
  • Selamat bersyukur dengan nikmat dan karunia dari Allah yang melebihi apa yang pernah kita bayangkan.
  • Selamat tercengang-cengang dengan jiwa dan raga pasangan yang kadang tak tampak seperti apa yang kita tahu selama ini.
  • Selamat menikmati pertengkaran-pertengkaran dan kemesraan yang mengikutinya, serta pertukaran sudut pandang dan pola pikir yang tak selalu berjalan mulus.
  • Selamat berbagi hati, belai, peluk, cium, tawa, canda, dan air mata.
  • Selamat jatuh cinta berkali-kali, lagi dan lagi, dengan pasangan.
  • Selamat berpusing-pusing memikirkan alokasi anggaran untuk menyambung biaya hidup, mencicil kebutuhan, menentukan waktu antara belanja, bersih-bersih, mencuci, memasak, bekerja, dan mengasuh buah hati.
  • Selamat menikmati kedamaian dan ketenangan bersama pasangan, menikmati tiap desah lelapnya di waktu malam, dan menikmati senyum mentarinya bersama pagi.
  • Dan akhirnya... selamat merajut mimpi dan harapan yang membumbung tinggi seiring doa dan ibadah yang tak lekang oleh waktu bersama pasangan, berharap selalu bersama dan beroleh kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.

Semoga kalian berbahagia... seperti halnya diriku :)

Dansa

Selama ini aku tahu kalau Mas Catur nggak luwes menari atau berdansa, bahkan kadang-kadang dia off beat mengikuti irama lagu. Tapi entah kenapa, siang itu ketika aku menyalakan winamp, dia memelukku, mengajakku mengikuti irama.

Dan di sanalah, di depan jendela ruang depan rumah kami, kami bergoyang riang. Aku tertawa-tawa. Nggak biasanya suamiku ngajak dansa kayak gitu. It was so special.

Kadang hal-hal kecil bisa tampak indah kalau maknanya dalem.

Saturday, October 06, 2007

Yang Telah Mendahului

25 September 2007, pukul 17:30
Mami mengirimiku sms, mengabari bahwa pada pukul 15:00 sebelumnya, guru privat mengajiku zaman aku kecil --kami biasa memanggilnya Budhe Rondiah-- telah meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Telah kudengar sebelumnya bahwa beliau sakit keras, namun tak pernah diri ini berkesempatan (atau berkemauan?) menjenguk. Masya Allah... Seketika terbayang masa kanak-kanakku: di tengah udara sore, beliau mengajari membaca Al Qur’an dan doa-doa pendek dengan sabar dan telaten. Beberapa tahun yang lalu aku sempat bertemu, waktu itu beliau dengan canda memuji betapa cantiknya aku dengan jilbab yang kukenakan. Semoga amal-amal beliau diterima dan dosa-dosa beliau diampuni oleh Allah SWT.

Malamnya, aku tiba-tiba merasa rindu sekali dengan Eyang Putri. Masih berat rasanya menyadari bahwa tak mungkin bertemu kembali. Rindu yang teramat sangat dan rasa sesal yang mendesak-desak dada membuat air mataku berderai-derai. Tak ada gunanya menahan tangis karena ternyata suamiku terbangun mendengar isakku. Meski pelukan dan belaiannya meneduhkan, tak bisa kukatakan padanya tentang rasa sesal karena tak bisa berbuat terbaik untuk Eyang Putri pada saat-saat terakhir hidup beliau. Tak seorang pun akan mengerti, tak juga suamiku.

Eyang Putri, maafkan cucumu yang tak berbakti ini. I wish that I could turn back time...

Cinta

Malam kian larut
Gurat keletihan tergambar jelas di wajahmu
”Tidurlah, Sayang. Kau perlu istirahat,” kataku
Menggeleng pelan kau menjawab, ”Tidak sebelum ini selesai. Aku bantu kau.”

Dengan cekatan kau membereskan berkas-berkas
Juga teliti mengecek kelengkapan
Sambil sesekali menguap dan melirik jam

Then I knew, ”I love you”s were not just words
When you said you loved me with all your heart...
You really meant it

Bulan Madu

Apa sih sebenarnya makna bulan madu? Sampai sekarang aku nggak pernah ngerti. Cuma kalau aku boleh memaknainya dalam arti pribadi, bulan madu adalah saat di mana aku bisa berduaan dengan suamiku, melarikan diri dari rutinitas, melepas segala kepenatan, dan terbebas dari segala tetek bengek rumah seperti bersih-bersih, memasak, atau mencuci. Tempat bulan madu haruslah istimewa dan berkesan, supaya nggak terlupakan. Kalau definisiku begitu, berarti bulan madu bisa berkali-kali dong? Ya boleh lah, kenapa enggak?

Dulu ketika akan menikah, aku sempat punya mimpi tentang bulan madu di Bali, atau kalau terlalu jauh, Kampung Sampireun juga boleh deh. Tapi dipikir-pikir lagi, dananya mepet hehehe. Lagipula sayang buang-buang uang kalau di rumah pun ternyata juga bisa dapet bulan madu yang berkualitas ;) Akhirnya mimpi tentang bulan madu berlalu.

25-26 Agustus 2007


Kantor suamiku mengadakan family gathering di SanGria Resort & Spa, Lembang. Sampai di lokasi, aku ternganga. Meskipun sering ke Lembang, nggak nyangka ada tempat seasyik itu. Suasana yang menyatu dengan alam bikin perasaan nyaman dan damai. Makanannya enak-enak pula.

Di pagi hari, aku dan suami sarapan di ruang makan besar yang berdinding kaca hingga pemandangan resort dan bukit di kejauhan terpampang jelas. Menjelang siang, aku dan suami jalan-jalan di hutan kecil sambil foto-foto. Di sore hari, aku minum kopi hangat di beranda kamar yang menghadap lembah dan perbukitan, dengan angin senja menerpa sepoi. Dan malamnya, ada makan malam di samping kolam renang ditemani cahaya kemerlip lilin berselubung pelepah daun pisang. Hmm, pengalaman yang eksotis.


1-3 September 2007

Suamiku dapat tugas ke luar kota. Udah biasa ditinggal sih sebenarnya, tapi kali ini aku cemburu. Soalnya kali ini dia ke Bali. Setelah semalaman menahan dongkol, akhirnya esoknya aku tersenyum bahagia. Suamiku menyuruhku menyusul. Tapi dia juga bilang, aku harus siap-siap sendirian di hotel karena dia bekerja seharian. Gampang lah itu, toh malamnya bisa bareng.

So, terbanglah aku ke Bali. Naik pesawat untuk yang pertama kalinya setelah enam belas tahun. Jadi serasa first time lagi. Gara-gara kebanyakan berita tentang kecelakaan transportasi, aku jadi agak-agak paranoid naik pesawat. Sebel deh. Sampai di Bali aku langsung menuju hotel All Season, Legian. Sendirian, nggak dijemput suami karena dia lagi sibuk. Suasana hotel ternyata juga asyik. Kamarnya nyaman banget, ada outdoor shower-nya hihihi. Dan lagi-lagi, makanannya enak-enak :D

Malamnya kami jalan-jalan di pantai Kuta. Merasai pasir di jari-jari kaki, bergandengan mesra menyusuri tepian, dan menikmati desir ombak di bawah sinar bulan, sekali lagi membuatku merasakan pengalaman eksotis. Dua tahun sebelumnya aku pernah mengalami perasaan damai yang sama (baca yang ini), tapi kali ini terasa lebih istimewa karena aku bersama suami tercinta. Akhirnya bisa juga memeluk dirinya di situ, tak hanya mendengar suaranya dari seberang lautan seperti dua tahun yang lampau.

Kalau dipikir-pikir, perjalanan ke Lembang dan Bali itu bisa dianggap sebagai bulan madu. Aku dapat pengalaman yang berkesan bersama suamiku tersayang. Lumayan lah, mengingat biaya yang dikeluarkan nggak sebesar kalau harus membiayai semuanya sendiri (thanks to kantor suami hehehe). The best of all: I love him even more.

Tuesday, August 28, 2007

Ah, Sayang...

Dan beberapa kecupan pun melintas kala tanganku sibuk dengan bak cuci piring atau masakan di atas kompor, di sela perjalananmu melewati dapur...
Belaian dan sentuhan lembut juga sering mampir di tengah langkahmu menyalakan televisi...
Juga pelukan hangat yang menyertai serunya balapan MotoGP atau pertandingan sepak bola...
Selalu seperti itu...
Perhatian-perhatian yang tampak sepele namun sebenarnya sangat berarti...
Mencerahkan hari-hari dan membuat kasihmu terasa nyata...
Ah, Sayang...
Kau membuatku jatuh cinta habis-habisan...

Refleksi

Catatan-catatan kecil kutemukan...
Catatan-catatan yang kutulis di Tumaritis, satu setengah tahun yang lalu...

Lembang, 1 Desember 2005

Yang paling aku inginkan tapi tidak pernah aku dapatkan: kebahagiaan menjadi diri sendiri.

Yang tidak bekerja dengan efektif dalam hidupku sehingga aku tidak pernah mendapatkan apa yang aku inginkan: rasa bersyukur kurang, motivasi kurang.

Nilai-nilai positif yang perlu kukembangkan dalam diriku agar aku mendapatkan apa yang aku inginkan: rasa bersyukur, positive thinking.

Resiko yang siap kubayar untuk mendapatkan apa yang aku inginkan: mengubah paradigma dan sudut pandang diri.

Dukungan yang kuminta: mau menerimaku apa adanya, membuatku merasa dibutuhkan dan disayang.

Lembang, 2 Desember 2005

Apa yang selama ini paling menyakitkan adalah ketika aku harus memakai topeng kepura-puraan, merasa tidak dicintai, merasa tidak bahagia, dan tidak bersyukur.

Apa yang selama ini paling aku ingkari adalah perasaan membutuhkan orang lain, perasaan ingin dicintai dan dipahami.

Apa yang paling aku cintai adalah kebahagiaan memberi dan kebahagiaan mencintai, baik buat diri sendiri maupun orang lain.

Apa yang paling aku inginkan adalah dipahami apa adanya, didukung dalam suka dan duka / benar dan salah, dilindungi, serta dicintai.

Apa yang paling ingin aku berikan terhadap orang lain adalah kebahagiaan mereka, ketika aku bisa memenuhi ekspektasi mereka.

Apa yang paling aku inginkan adalah bahagia dunia dan akhirat.

Cikarang, 30 Juli 2007

Dibanding diriku di Tumaritis, aku merasa diriku yang sekarang sudah sedikit banyak berubah. Aku sudah berdamai dengan diriku sendiri. Aku lebih bahagia dan menikmati hidup, lebih bersyukur dengan apa yang ada. Aku menikmati hari-hari yang mengalir, berusaha mengambil hal-hal positif di sekelilingku, paling tidak aku selalu tersenyum setiap pagi... ketika menengok keluar jendela dan mendapati bunga-bunga di petak tamanku bermekaran.

Perubahan yang paling kurasakan: aku merasa sangat dicintai oleh orang-orang terdekatku. Aku berdamai dengan bundaku, berusaha memahami beliau apa adanya, bahkan menangis karena merindui beliau dan menyadari cinta beliau yang luar biasa *hmm, jadi ingat hari-hari yang telah lampau, yang penuh dengan pertengkaran dan pemberontakan*.

Aku bahagia dengan diriku, tidak ngoyo dalam menjalani hidup, berusaha pasrah dan ikhlas sambil terus berusaha. Kalau teman-teman lain sudah banyak yang bekerja di Telkomsel, Ericsson, Nokia, atau perusahaan-perusahaan top lainnya... so what gitu lohh. Kalau teman-teman lain sudah banyak yang punya baby... ah, giliranku juga akan tiba. Ternyata sabar dan ikhlas dengan ketentuan Allah itu asyik. Bikin hidup lebih nikmat. Nggak munafik sih, aku masih suka nangis kalau ada hal yang disesali. Tapi belaian dan pelukan suami selalu jadi obat mujarab untuk bangkit lagi. Tak lupa juga berdoa sama Allah.

Subhanallah, hidup ini indah sekali.

Saturday, June 16, 2007

Cincin


Kalau ada perhiasan yang aku suka, itu adalah cincin. Dari dulu aku suka pakai cincin. Dibanding gelang atau kalung, aku lebih suka pakai cincin. Sampai hari ini, ada empat cincin yang paling aku sayangi.

Yang pertama, cincin perak berukir yang dibelikan kakak laki-lakiku saat usiaku 13 tahun. Cincin perak itu oleh-oleh dari Bali. Cincin ini sebenarnya udah patah, tapi sampai sekarang masih kusimpan baik-baik karena buatku ia monumental, tanda kasih dari kakak tersayang.

Yang kedua, cincin emas bermata batu akik hijau pemberian Mami. Cincin ini ada ceritanya sendiri: emasnya hadiah dari bank tempat Mami menyimpan tabungan, sedangkan batu akik hijaunya pemberian kakek. Mendiang kakekku dulu sering mengumpulkan batu akik mentah yang kemudian diasah sendiri hingga mengkilat. Jadi, cincin ini juga monumental banget.

Cincin yang ketiga adalah cincin emas putih yang paling sering kupakai. Cincin ini dari Mami juga, bentuknya unik, rada meliuk di bagian mata cincinnya. Gara-gara dibelikan cincin ini, sekarang aku jadi ngefans banget sama emas putih.

Nah, cincin yang keempat ini adalah cincin yang paling baru. Apalagi kalau bukan cincin nikah :D Cincin ini kupesan di Jakarta bareng suami. Modelnya sama dengan punya suami, tapi bahannya lain: punyaku emas putih, punya dia perak. Aku sayang banget sama cincin ini. Di saat-saat kangen suami seperti sekarang ini, aku jadi sering memandang dan mengelus cincin nikah. Sambil berpikir, nun jauh di sana... suami sedang apa ya?

Aku nggak pernah bermaksud menggantikan kedudukan seseorang dengan benda. Tapi buatku... membawa sebagian dari benda-benda kenangan tentang seseorang, sedikit banyak membuat orang itu “lebih hidup” di dalam hatiku dan mengobati kerinduanku padanya. Maka jangan heran kalau aku suka sekali mengoleksi foto dan benda-benda yang mengingatkan aku pada orang-orang yang aku kasihi.

Hehe, jadi ingat: kalau suami belum juga pulang dari kantor dan aku udah kangen banget, biasanya aku meluk-meluk bantal yang sering dipakainya tidur, buat ngobatin kangen. Huahhh, udah nggak sabar pengen ketemu suami. Seminggu lagi, aku akan bisa memeluknya kembali.

Foto: Cincin nikah milik aku dan suami.

Wednesday, June 13, 2007

Dan Setiap Hari Aku Semakin Mencintainya

Untuk senyum mentari yang diberikannya setiap pagi
Untuk kecupan hangat yang diberikannya setiap malam sebelum tidur
Untuk pijatan pelepas penat setiap kali sakit punggungku kambuh *padahal aku tahu kau juga lelah, Sayang*
Untuk segala peluk dan belai peneduh gundah
Untuk kesabaran seluas samudra tak bertepi
Untuk kasih sayang yang tiada berbatas
Terima kasih pada-Mu karena telah mengirimkannya padaku

Dan setiap hari aku semakin mencintainya

Foto Pernikahan


Aku tu paling suka lihat foto pernikahan atau foto prewedding yang mesra. Apalagi kalau foto itu ”dapat banget” momennya. Wuihh, serasa ngelihat fairytale aja deh...

Dulu sebelum nikah, aku suka buka-buka majalah pernikahan dan jalan-jalan ke berbagai wedding site. Di sana banyak foto mesra yang bagus-bagus, sekedar buat inspirasi kapan-kapan kalau difoto *FYI, aku juga suka difoto :p*. Ternyata kebiasaan itu keterusan sampai sekarang. Kemarin aku habis lihat wedding site-nya seorang teman. Foto-fotonya keren-keren. Oprah calls them: ”the kodak moments”.

Btw foto-foto pernikahanku kutaruh di beberapa tempat. Tapi yang resmi ada di wedding site-ku. Sayangnya jumlah foto yang bisa ditaruh di situ terbatas, jadi versi yang lebih banyak ada di multiply-ku. Please enjoy them...


Cabut Gigi

Selasa, 12 Juni 2007

Hari ini aku cabut gigi. Ini gigi geraham depan yang udah mati dan rusak parah. Mahkota giginya udah nggak ada, tinggal lubang aja. Harusnya udah dicabut sejak zaman kuda gigit besi, tapi aku selalu males. Tadinya sih aku pede aja. Toh sejak aku kelas satu SMP, aku udah sering bolak-balik ke dokter gigi *waktu itu aku pakai kawat gigi jadi harus rajin kontrol*.

Kesan pertama lihat dokternya: wah, kok nggak simpatik banget. Perasaanku udah nggak enak aja. Ternyata kejadian deh, saat-saat menyeramkan itu datang juga. Selama hampir sejam, gigiku diongkek-ongkek dan ditarik-tarik. Sempat patah beberapa kali, sempat tambah dosis suntik biusnya sampai tiga kali *bayangkan: tiga kali!*, darahnya sampai menetes ke jilbabku.

Karena tingkat kesulitannya lumayan tinggi, dokternya tambah bete. Masak cabut gigi pasien sambil berkeluh kesah, mana bisa pasiennya tenang. Karena dia bete, narik-nariknya makin nggak manusiawi. Aku yang udah capek mengelojot dan menggeram *sakit banget, tau* akhirnya cuma bisa terduduk lemas. Disuruh menelengkan kepala dan membuka mulut lebih lebar pun aku nggak mau. Udah males.

Setelah cuilan gigi yang bikin dokter itu bete bisa diambil, aku pun lega luar biasa. Sambil bersungut-sungut aku ninggalin kursi ”penyiksaan”. Eh lha kok dokternya bilang sambil dongkol, ”Lain kali kalau cabut gigi nggak usah nunggu sampai separah itu.”

Oalah, Pak Pak... udah nggak bikin tenang pasien, udah nyiksa pasien, lha kok masih marah-marah sama pasien. Males banget ke situ lagi. Nggak lagi deh.

Oh betapa aku merindukan dokter gigi kesayanganku di Balongan, yang meskipun laki-laki, beliau bisa ramah, sabar, lembut, dan kata-katanya menenangkan. Beliau pasti udah sepuh banget sekarang *masih buka praktek nggak ya?*

Thursday, June 07, 2007

Suamiku Kekasihku


Selasa, 5 Juni 2007

Udah sebulan lewat sebelas hari aku tinggal di Cikarang. Rumah kami mungil, bercat salem dan krem, terletak di perumahan yang fasilitasnya lumayan lengkap. Di depan rumah ada taman kecil yang meskipun cuma sepetak, alhamdulillah bisa menyejukkan pandangan.

Selama sebulan ini, kegiatanku full ngurusin rumah: memasak, mencuci, bersih-bersih, beres-beres rumah. It’s fun. Jadi ingat, masakan pertama yang kubuat untuk suami adalah nasi goreng. Hehe, standar banget ya. Ya gimana lagi, untuk urusan dapur aku termasuk pemula. Bisa dibilang pemula banget lah. Selama ini aku jarang memasak, akhirnya belajar-belajar sendiri deh di sini. Memasak sebisanya, yang simpel-simpel.

Alhamdulillah, suamiku itu pengertian banget. Masakan yang nggak enak pun dengan tenang dia santap :D Kalau ditanya enak atau nggak, dia pasti bilang enak sambil manggut-manggut *ma kasih ya, Sayang*. Padahal aku tahu, beberapa masakanku hancur total. Paling-paling dia nambahin usul: kurang asin, kurang pedes, atau kurang apa.

Dalam seminggu, aku punya satu hari libur memasak: biasanya hari Sabtu. Pada hari itu kami makan di luar sekaligus jalan-jalan. Pernah karena malas keluar, akhirnya suamiku yang memasak. Menunya nasi goreng juga, apalagi emangnya hehehe. Seneng sih, bangun pagi-pagi udah disodorin sarapan. Tapi setelah aku beranjak ke dapur... olala... dapur kok jadi kotor gitu ya. Ternyata emang harus maklum, keadaan dapur emang beda kalau ditangani oleh laki-laki :p

Aku sering kesel kalau dapur dibuat berantakan oleh suami. Niatnya meringankan bebanku dengan gantian memasak, eh ujung-ujungnya aku juga yang capek karena harus bersih-bersih dapur. Akhirnya marahku menguap demi melihat tatapan menyesal suamiku, kata maaf yang terucap, diikuti oleh kecupan hangat di pipi. Ya sudah deh, niat suami kan sebenarnya baik. Sekarang kalau dia masuk dapur, kuwanti-wanti supaya nggak bikin berantakan lagi.

Dulu sebelum pindah kerja ke tempat yang sekarang, suamiku selalu pulang sebelum maghrib. Sambil nunggu maghrib, kadang-kadang dia berkebun, menyiram taman, mencabuti rumput. Sekarang... boro-boro berkebun, sampai rumah aja setiap hari pukul setengah delapan malam. Tempat kerjanya sekarang di Jakarta, jadi kalau berangkat harus pagi-pagi selepas subuh dan pulangnya malam-malam. Waktu awal-awal pindah kerja, aku sedih banget gitu deh. Uring-uringan. Ya iyalah, secara waktu suami lebih banyak dihabiskan di luar rumah gitu lho. Sekarang udah rada terbiasa, cuma aku jadi males ngurusin taman. Duh, sekarang banyak gulma yang tumbuh tuh.

Selama sebulan lebih tinggal di rumah ini, nggak jarang aku dan suamiku bertengkar. Ya namanya rumah tangga, pasti ada lah kayak gitu. Tapi biasanya cepet baikan lagi. Suamiku itu sabar banget orangnya, nggak enak marah lama-lama sama dia. Biasanya habis marahan, baikan, terus malah jadi tambah mesra ;)

Minggu depan, suami bakal keluar kota ikut induction program tempat kerjanya yang baru. Kayaknya aku mau pulang ke Solo aja ah. Males banget termenung-menung di rumah ini sendirian selama seminggu lebih. Ntar kalau mati kangen gimana *hehehe, hiperbolis banget*. Duh, harus kuat nahan kangen. Iya sih cuma seminggu, tapi kan tetep aja nggak terbiasa. Mana bisa sehari lewat tanpa denger suara suami. Wong dia telat pulang setengah jam aja, aku udah kirim sms kangen *jadi ingat, dulu sebelum nikah, traffic komunikasi kami lumayan tinggi lho: sehari bisa lebih dari 50 sms dan 5 kali telepon*. I’m gonna miss you so much, Sweetheart...

Foto: Mawar warna salem yang ditanamkan suami untukku di taman depan rumah *dan pembaca pun berseru, ”So sweet...” hehehehe*

Saturday, June 02, 2007

Jurnal Pernikahan [2]


Kamis, 31 Mei 2007

...oke, ini sambungannya...

Florist dan Dekorasi

Ini salah satu hal yang bisa dibilang penting. Karena kalau enggak ada, akan tampak kering. Untuk poin satu ini, orang tuaku memilih jasa ”Joglo Mas”. Sekarang ini paket dekorasi plus hiasan bunga kan udah beraneka ragam, mulai dari yang murah sampai yang mahal. Sesuaikan dekorasi dan hiasan bunga dengan anggaran, tema acara, dan kesan yang ingin ditampilkan.

Sehari sebelum akad nikah, pihak ”Joglo Mas” udah datang ke rumah untuk pasang rangkaian bunga dan dekorasi kamar pengantin. Jadi wangi deh rumahku saat itu. Bunga segar yang dipasang bertahan sampai tiga hari. Untuk acara tasyakuran di gedung, hiasan bunga didominasi oleh warna kuning karena bajunya --mulai dari pengantin, orang tua, saudara, sampai para among tamu-- bernuansa coklat keemasan. Warna coklat ini kupilih sekedar untuk memudahkan, karena nuansa pengantin Jawa identik dengan coklat. Lihat saja, mulai dari jarik, kursi pengantin ukir, sampai gebyog (gebyog = background pelaminan khas Jawa, biasanya terbuat dari kayu) kan warnanya coklat semua.

Selain itu, tentu tak lupa memasang rangkaian bunga melati di mana-mana. Pengantin Jawa juga identik dengan melati, mulai dari aksesoris baju, aksesoris keris, kelengkapan riasan pengantin, sampai dekorasi ruangan. Hmmm, wangiiiiii... Tentang bunga melati ini, ada cerita dan mitos seputarnya. Siapa yang berhasil ”mencuri” bunga melati pengantin, meskipun cuma sekuntum, konon akan enteng jodoh dan segera nyusul menikah. Hmm, kayak mitos buket bunga pengantin barat aja ya. Alhasil, setelah acara tasyakuran selesai, banyak yang berusaha mencopot sedikit melatiku, baik melati tiba dhadha atau melati hiasan sanggul. Ada-ada aja. Kuberikan aja dengan sukarela, asal nggak banyak-banyak :D

Mahar dan Peningset

Peningset atau serah-serahan adalah pemberian dari pihak mempelai pria. Berasal dari kata singset yang artinya ”mengikat”, peningset berarti hadiah yang menjadi pengikat hati antara dua keluarga. Secara adat Jawa, peningset biasanya terdiri atas: satu set daun sirih yang disebut Suruh Ayu, beberapa helai kain jarik dengan motif batik yang berbeda, kain bahan untuk kebaya, ikat pinggang tradisional yang disebut stagen, buah-buahan (terutama pisang), sembako (beras, ketan, gula, garam, minyak goreng, bumbu dapur), satu set cincin nikah, dan sejumlah uang sebagai sumbangsih dari pihak mempelai pria.

Meskipun mahar dan peningset menjadi tanggung jawab mempelai pria, bukan berarti hal ini nggak bisa didiskusikan berdua. Bicarakan apa yang menjadi ganjalan, sebisa mungkin cari solusi yang nggak memberatkan calon suami. Kalau terlalu merepotkan, ada baiknya jumlah dan jenis peningset dikurangi. Sesuaikan dengan kemampuan, jangan malah jadi masalah. Cari yang praktisnya aja, jangan mensyaratkan macam-macam.

Khusus untuk mahar, disunnahkan yang bermanfaat, ringan, sederhana, dan tidak berlebihan. Hal ini demi kemudahan pernikahan. Berikut ini kutipan dari sini.

Para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini, ini adalah hak perempuan (calon istri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan putrinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama.

Rasulullah SAW telah bersabda yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir RA: ”Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah”.

Suvenir

Poin ini sebenarnya nggak terlalu penting, tapi kok rasanya aneh ya kalau nggak ada. Waktu itu aku memilih kipas yang bahan dasarnya terbuat dari bambu dan kain halus bermotif bunga-bunga. Alasannya mudah aja, aku memilih suvenir yang bermanfaat (nyatanya banyak dipake buat kipas-kipas oleh para tamu yang kegerahan di gedung, hehehe). Selain itu, pengemasannya gampang. Soalnya pengemasan ini kulakukan sendirian, paling cuma dibantu sama adik. Kalau cari yang rumit-rumit, bisa stres daku, lha wong jumlahnya 700 buah. Waktunya lumayan mepet soalnya.

Pengisi Acara

Orang tuaku ingin sebuah resepsi yang kental dengan adat Jawa, jadi segala susunan acara, bahasa pengantar, sampai cara duduk tamu... semuanya disesuaikan dengan adat resepsi pengantin Solo tradisional. Semua tamu duduk di kursinya masing-masing, sementara makanan disajikan oleh para sinoman secara berturutan: makanan pembuka, makanan inti, lalu makanan penutup. Para tamu datang bersamaan dan pulang bersamaan. Selama acara dilangsungkan, sekira satu setengah jam, semua tamu duduk menyaksikan sambil menyantap hidangan.

Dengan model acara seperti ini, maka pengisi acara harus dipersiapkan secara matang. Beda sekali dengan acara prasmanan atau standing party di mana para tamu datang dan pergi sehingga pengisi acara tidak terlalu diindahkan. Orang tuaku meminta tolong teman-teman pamanku dari STSI / ISI Solo untuk menjadi protokol dan pengisi acara. Untuk hal-hal acara yang njawani, STSI / ISI Solo emang jagonya. Mulai dari tata upacara adat, musik gamelan live, tarian tradisional, sampai bahasa pengantar --bahasa Jawa halus tingkat tinggi yang bahkan aku pun nggak ngerti artinya--, mereka kan udah ngerti pakem-pakemnya. Semua personil protokoler memakai pakaian adat Jawa lengkap.

Hmm, apalagi ya... Sepertinya poin-poin penting udah kutulis semua. Semoga bermanfaat buat yang lagi nyiapin pernikahan, karena postingan ini kutulis atas permintaan seseorang yang tampaknya sedang mempersiapkan hari besarnya --tring... tring... sambil lirik-lirik C*tr*, sekalian deh lirik-lirik Ilm*, huehehehehehe--. Guys, jangan lupa baca juga yang ini tentang cincin nikah. Penting juga lho.


Jurnal Pernikahan [1]


Kamis, 31 Mei 2007

Ada banyak sekali hal ternyata, yang perlu dipersiapkan untuk sebuah pernikahan :D

Waktu persiapan biasanya dimulai setahun, setengah tahun, sampai tiga bulan sebelum hari H. Tapi pernikahanku akhirnya terlaksana dengan waktu persiapan hanya dua bulan! Bukan apa-apa sih, habis sebelumnya Mami dan Papi sibuk terus. Yah, lama waktu persiapan itu tergantung masing-masing orang. Yang penting matang. Kira-kira inilah poin-poin yang dipikirkan selama waktu itu.

Gedung Resepsi

Kalau resepsi dilakukan di rumah, nggak ada masalah. Tapi kalau resepsi dilakukan di gedung, kita harus bener-bener memikirkan kapan waktu yang tepat untuk booking gedung. Gedung-gedung yang banyak jadi incaran orang biasanya di-book setahun sampai setengah tahun sebelum hari H.

Nah, dalam hal ini, alhamdulillah aku beruntung. Gedung Wanita ”Sasana Kridha Kusuma” yang kami pilih untuk April, bisa di-book pada Februari karena ada satu slot waktu kosong yang jadi semacam waiting list. Karena pemesan sebelumnya batal, maka hak booking jatuh pada kami. Alhamdulillah. Tapi ini keberuntungan lho ya. Alhamdulillah sekali karena dipermudah oleh Allah. Tidak dianjurkan untuk ditiru, hehehe. Habis booking gedung dengan sangat mendesak dan ada faktor kebergantungan pada orang lain seperti ini jelas bukan ide yang bagus. Lebih baik dipersiapkan jauh-jauh hari.

Katering

Sama seperti gedung, masalah katering adalah masalah ”wajib”. Katering yang bagus juga kadang-kadang mengharuskan kita mem-book jauh-jauh hari dengan booking fee yang tidak sedikit. Karena mereka laris, kita harus rebutan booking dengan orang lain. Maka ada baiknya kita segera bayar booking fee untuk tanggal resepsi yang sudah ditentukan, meskipun waktu itu kita belum terbayang sajian menu yang akan dipesan. Pokoknya booking saja lah. Pihak katering akan memberi waktu untuk mempertimbangkan menunya belakangan. Ini pengalaman pribadiku dengan Katering ”Dhahar Eco”.

Perias Pengantin

Tadinya aku mau pakai perias pengantin Jawa yang bernama Bu M. Beliau ini njawani banget. Riasannya juga halus, khas pengantin Solo. Pengalaman Bu M juga udah bertahun-tahun. Tapi ternyata oh ternyata, karena Bu M ini keukeuh riasannya njawani, beliau rada keberatan kalau hasil riasannya ”ditutup” jilbab. Lho lha gimana, wong aku-nya berjilbab kok. Ya udah, akhirnya cari alternatif lain.

Cari ke sana kemari sambil tanya teman-teman, akhirnya ketemu salon muslimah ”Aufa”. Periasnya bernama Mbak Tatik. Lebih gampang dilobi dan diajak kompromi, jadi enak. Mengakomodasi keinginanku lewat serangkaian diskusi serta fitting baju dan jilbab. Akhirnya jadilah riasan pengantin yang meskipun berjilbab, nuansa jawanya sangat kental. Paesan-nya (paesan = riasan pengantin putri Jawa secara keseluruhan) lengkap: ada gajahan, melati kawung untuk sanggul, melati tiba dhadha, cundhuk mentul, plus aksesoris lain semacam kalung, giwang, dan bros. Aku juga ambil perawatan calon pengantin di salon ini sehari sebelum akad nikah: creambath, luluran, ratus, dan spa rempah.

Kebaya Pengantin

Sejak awal, aku ingin pernikahanku sarat dengan nuansa Jawa. Makanya aku bertekad memakai kebaya dan kain tradisional (jarik) dengan motif yang sesuai pakem, yaitu motif Sidomukti. Motif ini melambangkan kehidupan yang makmur dan dicintai banyak orang.

Untuk akad nikah, aku memakai kebaya putih, jarik Sidomukti prada, jilbab putih dengan selendang putih yang dipasang tinggi di puncak kepala. Untuk acara tasyakuran, aku memakai kebaya coklat berpayet, jarik Sidomukti halus, serta riasan Jawa lengkap. Perancang dan penjahit kebayaku adalah Mbak Ning dari ”Solo Baggio”. Tadinya aku memilih kebaya pengantin tradisional Solo yang berwarna hitam dengan desain yang sesuai pakem, tapi kata Mami, sekarang udah jarang anak muda yang memakai itu karena terkesan kuno. Akhirnya aku nurut aja memakai kebaya pengantin modern dengan payet-payet dan gaya desain yang lebih kekinian.

Tips buat yang akan bikin baju pengantin, usahakan banyak survei. Buka-buka majalah pernikahan untuk mencari ide rancangan, atau banyak tanya ke sesepuh kalau ingin memakai baju tradisional. Jangan lupa juga untuk survei perancang / penjahit bajunya, cari yang bagus dan sesuaikan dengan anggaran. Lebih bagus lagi kalau bisa dapat yang bagus dengan harga murah (hehehe, ada nggak ya?). Dan yang terpenting, pesan baju jauh-jauh hari. Paling telat dua bulan sebelum hari H. Ini untuk jaga-jaga kalau hasil fitting ternyata masih perlu perbaikan. Jangan salah, fitting-nya bukan cuma sekali lho. Apalagi kalau selama pembuatan baju, badan kita naik-turun ukurannya (alias lebih kurus atau lebih melar). Hehehe, emang serasa kayak artis sih, pake fitting baju pengantin segala :p

...to be continued...


Nggak Tahu Aturan

Kamis, 31 Mei 2007

Aku paling benci sama orang yang nggak tahu aturan, udah gitu ngerasa dirinya yang paling benar. Huekk, pengen muntah aku sama orang kayak gitu.

Pagi ini selepas subuh, di tengah udara yang menggigit dan gelap yang masih membayang, aku ketemu sama orang macam itu. Seperti biasa, selepas mengantar suami ke halte bus, aku memacu sepeda motor dengan kencang di jalanan Lippo Cikarang yang sepi. Dari arah berlawanan tepat di depanku, terlihat sebuah sepeda motor juga kencang menuju ke arahku.

Sedetik aku sempat berpikir sebelum membanting kemudi ke arah kiri. Orang geblek itu serta merta mengklaksonku keras-keras. Hei, hei... siapa yang salah dong. Emang iya semalam jalan ini jadi dua arah, tapi jam segini kan udah jadi satu arah lagi. Barikade yang dipasang satpam di lajur sebelah udah dibuka, itu kan tandanya udah harus jalan di lajur masing-masing. Ngapain pula dia pake marah-marah kayak gitu, pasang tampang kayak gitu, sambil mengklakson keras-keras???

Sumpah, pengen marah banget. Alhamdulillah tadi nggak tabrakan, coba. Pengen kumaki-maki, karena kebetulan aku emang lagi bad mood. Tapi lalu ingat untuk bersabar. Huh, akhirnya aku pun berlalu sambil menyimpan dongkol di dalam hati. Dasar geblek!!!


Pernikahan

Rabu, 18 April 2007

Sekarang aku paham kenapa bagi sebagian orang, saat pernikahan adalah saat-saat yang menyedihkan. Tadinya aku bingung kok bisa begitu. Ternyata setelah mengalaminya sendiri, aku jadi benar-benar paham sekarang.

Begitu banyak air mata, salah paham, pertengkaran, dan keletihan. Dengan banyak orang yang membantu saja rasanya sudah berat, apalagi dengan personil minimum seperti pernikahanku sekarang… Setiap hari serasa bagai single fighter buat Mami, Papi, aku, dan Yesti. Dan di tengah keletihan seperti itu, segala hal bisa terjadi. Meski kita sudah berusaha menahan diri sekalipun. Belum lagi penyesuaian dua keluarga besar yang kadang menimbulkan gesekan, karena berasal dari latar belakang yang berbeda. Ternyata tak semudah teori. Butuh ekstra kesabaran.

Ya sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu. Sekarang masanya menatap masa depan.

Di hadapan aku dan (calon) suamiku, terbentang jalan yang sangat luas, yang terserah kami bagaimana akan menjalaninya. Karena tergolong masih muda, tentu kami masih gamang. Termasuk tentang karir apa yang akan dijalani, tentang di mana akhirnya kami akan menetap, tentang anak... weiiii, rasanya masih jauh sekali...

Belakangan ini aku merasa gamang soal keputusan Mas Catur untuk pindah kerja. Mulai dari nol lagi, berharap-harap cemas mengenai nasibnya di tempat yang baru, akan ditempatkan di mana nantinya... padahal sudah ada rumah di Cikarang yang KPR-nya bahkan masih dicicil. Gambaran kehidupan yang mulai terbayang dan tertata dalam benak, kini jadi tak teratur, gelap, serta tak pasti. Suatu hal yang sangat tak nyaman buat tipe melankolis yang serba teratur dan terencana seperti diriku.

Aku masih belum tahu akan seperti apa akhirnya nanti. Tadinya aku sempat uring-uringan, tapi kini aku ingin belajar dewasa. (Calon) suamiku seorang yang hebat. Tak adil rasanya kalau potensinya tidak berkembang hanya karena menuruti egoku. Lagipula aku belum (atau tidak?) bekerja, masih bisa lah mengikuti ke mana saja ia pergi. Toh di manapun ia berada, di situlah rumah bagiku.

Di belakang seorang laki-laki hebat, selalu ada perempuan hebat. Dan aku ingin jadi perempuan hebat itu.


Saturday, May 12, 2007

Hiatus

Postingan ini untuk menjawab pertanyaan dan pernyataan dari teman-teman yang banyak masuk *ma kasih buat perhatiannya ya, Guys*. Alhamdulillah sekarang aku udah tinggal di Cikarang. Banyak sekali kisah selepas pernikahan lalu, tapi... sekarang HIATUS MODE lagi ON :(

Bukan apa-apa. Di Cikarang aku nggak lagi dapat akses internet gratis seperti selama ini. Jadi sampai sekarang masih bingung gimana caranya bisa online lagi. Sabar aja ya... moga kita bisa cepet sua lagi *tapi entah kapan*.

Kesibukan sekarang ini nggak jauh-jauh dari rumah. Seharian di rumah aja: bersih-bersih, nyuci, masak, sambil nunggu suami pulang kantor. Kapan-kapan main ya ke sini. Kontak langsung aja, alamat lengkapnya off the record.

Oke deh, segini dulu. Ini juga numpang ngenet di kantor suami :p

Wednesday, April 11, 2007

Boneka Barbie


Sejak aku kecil, aku kan suka banget sama yang namanya boneka. Aku juga suka banget sama fairytale dan sosok-sosok princess. Nah, perpaduan dua hal itu bikin aku sukaaa banget sama boneka Barbie.

Dulu aku punya lima boneka Barbie *well, sebenarnya empat Barbie dan satu Ken sih*. Dua Barbie berambut sebahu, yang satu berambut perak keriting dan yang lain pirang lurus, keduanya paling sering kuganti-ganti bajunya dengan koleksi baju-baju Barbie milikku. Dua Barbie yang lain berambut panjang, keduanya pirang berombak, yang satu pakai kostum disko mini renda-renda warna pink dan yang satunya pakai gaun princess yang berjuntai mewah warna pink tua lengkap dengan giwang dan kalung (princess yang terakhir ini oleh-oleh Papi dari Canada). Kalau Ken-nya pakai kostum ice skating: celana panjang warna toska dan atasan semacam tuksedo warna perak.

Selain itu aku juga punya lemari Barbie. Warnanya pink juga, ada dua laci dan satu cermin besar buat ngaca. Isinya lengkap mulai dari peralatan kosmetik (bedak, eye shadow, hair spray, shampoo, hair dryer, parfum, sisir), koleksi baju-baju, koleksi sepatu (sepatu boots, sepatu pesta, sepatu jalan-jalan), tas-tas tangan, plus piring dan kue tart kecil. Pokoknya dulu mainnya sampai asyik banget.

Nah, sudah bertahun-tahun semua itu kuwariskan pada Yesti. Aku tahu sih kalau dia nggak terlalu suka sama boneka, tapi mau gimana lagi... masa perlengkapan boneka sebanyak itu mau kubawa ke Bandung. Dan ternyata oh ternyata, semuanya jadi terbengkalai dehh...

Hari Ahad lalu ketika aku beres-beres rumah, aku menemukan lemari Barbie-ku ada di gudang dalam keadaan yang mengenaskan. Dua pintunya copot entah di mana, pasangan sepatunya ada yang hilang, tas tangannya hilang, udah gitu kotorr bangett. Langsung deh kucuci dan kuatur lagi isinya. Tapi yang paling bikin sedih: empat boneka raib! Pencarian selama tiga hari di seantero gudang dan rumah hanya berhasil menemukan dua pintu lemari yang segera kupasang kembali. Sementara boneka-boneka itu? Raib tak berbekas...

Sedihhh bangett. Boneka Barbie-ku kini tinggal si princess Canada yang dari dulu emang dijadikan pajangan meja dan jarang dimainkan saking bagusnya. Aduhh, di mana boneka-bonekaku yang lain...

My Barbie is over the ocean

My Barbie is over the sea

My Barbie is over the ocean

Oh bring back my Barbie to me

Sejak dulu, tiap kali pergi ke toko, aku selalu berhenti lama di bagian rak Barbie. Sekedar melihat-lihat sambil berkhayal memiliki boneka-boneka cantik itu. Hingga usiaku yang ke-25 detik ini, aku masih melakukan kebiasaan yang sama. Tak peduli rak itu kini dipenuhi oleh gadis-gadis kecil yang usianya terpaut jauh denganku. Hmmm, ternyata ada sebagian masa kanak-kanak yang tak pernah hilang dari diriku…

Foto: Lemari Barbie-ku yang udah kucuci dan kuatur lagi, sayang sebagian isinya udah pada hilang.

“Yesterday Sucks!”

Sehari kemarin bener-bener menyebalkan:

  • Empat dari lima boneka Barbie-ku hilang! Ngubek-ngubek ke mana-mana nggak ketemu juga. Sedihnya… Nanti kuceritakan di postingan lain.
  • Rencana pergi seharian berantakan karena ujan. Sebenarnya kemarin kan mau pergi ke kantor pos buat ngeposin undangan, sekalian mampir ke beberapa rumah untuk nganter undangan. Eh, lha kok di jalan trus ujan. Karena takut undangannya basah dan aku tampak konyol di rumah orang karena basah kuyub, ya sudah aku pulang aja. Tapi bajuku udah telanjur basah gitu deh.
  • Yesti tiba-tiba ngamuk tanpa sebab. Ya jelas aja aku keki berat. Lha wong nggak ngapa-ngapain kok tiba-tiba dimarahi. Maless bangett... Kayaknya dia panik mau ulangan. Tapi kok ya trus jadi marah-marah ke orang lain gitu lho. Gimana aku nggak bete.

Tuesday, April 03, 2007

Bersyukur

Kalau denger soal temen lain yang udah sukses dan hidup mereka yang tampak lempeng banget, kok rasa-rasanya jadi ngerasa belum punya apa-apa ya. Denger si A sekarang kerja di Indosat, si B di Ericsson, si C keterima kerja di BI, si D udah nulis buku, bla bla bla... haduhhh, serasa manyun aja jadinya.

Hari-hari ini ketika aku serasa stuck dengan kesibukan mempersiapkan the big day, dikelilingi oleh tumpukan suvenir yang belum terbungkus dan tumpukan undangan yang belum dilabeli serta rasa kemeng di lengan akibat imunisasi TT kemarin, aku jadi manyun lagi. Beberapa teman yang udah kerja, ketika mereka menikah, dengan santainya baru pulang dua atau tiga hari sebelum hari H. Pengen deh kayak mereka yang tinggal nikah aja karena segala sesuatu udah ada orang lain yang ngurusin.

Huaaaa, kok malah jadi mellow begini sih. Nggak nyangka kalau mau nikah itu bisa jadi stres banget. Berat badanku sekarang turun jadi 43-44 kg. Ngeliat makanan aja sekarang jadi males, sesuatu yang nggak pernah kebayang karena dulu-dulu tu aku selalu suka makan. Udah gitu mulai muncul deh sindrom pranikah: pertengkaran-pertengkaran kecil dengan orang tua dan calon suami tentang hal-hal yang bisa jadi tampak remeh. Kayak misalnya tentang letak kursi pengantin, tentang pembungkusan suvenir yang nggak selesai-selesai *karena kalau aku udah bete biasanya aku anggurin aja, hehehe*, tentang upacara adat pas nikah, bla bla bla. Makin puyeng aja.

Lalu tiba-tiba serasa ada palu godam memukul kepala. Duengg wengg wengg... *pake echo, hihihi*

Palu godamnya berkata: Yustikaaaa, kok jadi pengeluh banget sih sekarang??? Malu-maluin aja nih. Katanya dari dulu pengen nikah???

Hmmm, iya ya. Harusnya aku jadi the happiest person on earth sekarang ya. Pencarian pangeran udah berakhir, dongengnya udah mau sampai ke kisah pernikahan. Sayangnya, kehidupan nyata tu nggak semulus fairytale yang tinggal “and they live happily ever after”. Iya, mana ada kisah Cinderella yang bertengkar sama pangeran masalah gorden, atau kisah Putri Aurora yang berdebat dengan ibu permaisuri tentang letak dekorasi bunga. Hihihi, enggak banget deh.

Nah, sekarang tinggal masalah sudut pandang aja. Dinikmati aja lah segala kesibukan ini. Sambil tak henti bersyukur atas karunia Allah yang tak terhitung. Manusia emang begitu: nggak pernah puas dan selalu minta lebih. Selalu menganggap rumput tetangga lebih hijau. Nggak sadar kalau sebenarnya udah diberi banyak banget sama Allah. Nggak pengen jadi manusia yang seperti itu ya, Allah.

Kalau ngerasa capek, alhamdulillah aja karena itu berarti aku masih punya tenaga untuk ngerjain ini itu. Kalau sekarang aku masih belum jadi apa-apa dan belum berhasil kayak teman-teman lain, alhamdulillah aja karena itu berarti aku masih punya banyak waktu di rumah untuk belajar banyak hal: belajar masak, baca-baca soal parenting, atau menjalin kehangatan dengan keluarga sebelum aku diboyong pergi oleh sang pangeran. Toh ke depannya, tinggal di rumah bukan berarti aku nggak bisa berhasil. Tinggal perannya aja kan yang berbeda. Berhasil di perannya masing-masing, aku rasa itu yang terpenting.

So, aku bersyukur untuk:

  • Kesehatan yang diberikan Allah kepadaku dan orang-orang yang aku cintai.
  • Kelancaran dan kemudahan dalam mempersiapkan the big day.
  • Rumah mungil yang telah menunggu di Cikarang yang --meskipun KPRnya masih dicicil-- insya Allah udah jadi milik kami.

Resolusiku sekarang: tiap hari bangun dengan senyuman, berusaha memupuk keikhlasan dan kenikmatan bersyukur, dan menemukan hal-hal baru untuk ditambahkan ke dalam daftar “aku-bersyukur-untuk” milikku.