Tuesday, July 05, 2022

Belajar Tiada Akhir

Gambar diambil dari sini

Belajar adalah aktivitas sepanjang hayat. Seperti yang ditulis Dini di sini, “lifelong learning is the lifewide, voluntary and self-motivated pursuit of knowledge for not only personal but professional reasons as well”. Kata kuncinya adalah: belajar sepanjang hayat, sukarela, self-motivated, untuk pengembangan diri baik secara personal maupun profesional.

Namanya manusia tentu tak ada yang sempurna, ya. Ilmu terus berkembang mengikuti zaman. Kemampuan kita tak pernah paripurna, yang ada hanyalah langkah untuk terus menuju ke sana. Bagi diriku pribadi, ada hal-hal yang hingga hari ini masih terus ingin kuperbaiki. Oleh karena itu, belajar sepanjang hayat merupakan suatu keniscayaan, terutama untuk hal-hal yang akan kuceritakan di bawah ini.

Menjadi Orang Tua yang Baik

Sepanjang empat belas tahun menjadi orang tua, selalu ada hal baru yang aku dapatkan. Anak-anak itu memang guru terbaik, kadang aku jadi belajar dengan metode learning by doing. Biasanya hal ini terjadi pada anak pertama di mana kita masih gagap menjadi orang tua. Ilmu dari bapak ibu yang berbeda zaman dengan kita–yang sebagian besar masih berdasar pada “katanya”–kadang tak lagi relevan, atau bahkan terbukti tidak benar menurut ilmu yang berkembang kemudian. 

Meskipun membesarkan anak-anak berikutnya sudah lebih ada persiapan, nyatanya aku masih sering terkaget-kaget juga, hahaha. Tiap anak yang memasuki fase berbeda selalu memberi kejutan. Pada suatu masa ketika aku merasa lega karena anak sudah lepas dari fase terrible-two, kakak-kakaknya sedang memasuki fase teen dan pre-teen yang menguras emosi dan tenaga *pijat-pijat kening*

Menjadi orang tua itu tak ada sekolahnya. Indeed, kehidupan inilah yang memberi pelajaran. Salah satu hal yang kini masih terus kuusahakan adalah belajar sabar. Memiliki empat anak dengan usia berbeda yang berkelindan dengan drama masing-masing, mood kujaga benar supaya tidak terlampau lelah. Karena jika aku merasa lelah–baik fisik maupun mental–amarahku mudah sekali terpicu. Jika aku berada dalam kondisi waras, se-ambyar apa pun tingkah polah mereka bisa kuhadapi dengan kepala dingin.

Tidak ada anak yang nakal. Tidak ada anak yang dengan sengaja membuat marah orang tuanya. Yang ada hanyalah anak yang bisa jadi belum tercukupi kebutuhannya. Yang ada hanyalah orang tua yang mungkin kurang bijak bersikap. Anak adalah titipan; Allah akan meminta pertanggungjawaban kita sebagai orang tua. Di sisi lain, pahala akan mengalir deras bagi orang tua yang mampu membimbing anak-anaknya sesuai tuntunan. Maka cukuplah dalil-dalil berikut ini menjadi pengingat.

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang saleh.” (H.R. Muslim).

“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga, lalu ia bertanya, ‘Wahai Tuhanku, dari mana aku dapatkan semua ini?’ kemudian Allah menjawab, ‘Dengan sebab istighfar anakmu untuk dirimu.’” (H.R. Ahmad).

Berlari dengan Efektif dan Efisien

Aku sudah berlari sejak tahun 2015. Dalam kurun waktu tujuh tahun ini, ada banyak sekali ilmu berlari yang kupelajari dari teman-teman komunitas maupun dari para profesional, mulai dari bagaimana membangun training plan dan mengatur waktu untuk menyempatkan berlari di tengah kesibukan, memperbaiki heart rate dan VO2Max, memperbaiki endurance, hingga bagaimana menempuh long run mulai dari 10 km sampai 21,1 km. Selain belajar tentang ilmunya, aku juga memperoleh motivasi dan semangat yang luar biasa dari mereka.

Namun, aku merasa kemampuanku belum maksimal. Teknik berlari dan running form-ku belum optimal. Padahal hal ini sangat penting supaya dapat berlari dengan lebih efektif dan efisien. Dalam dunia lari, ada yang namanya running economy, yaitu hubungan antara konsumsi oksigen dan kecepatan lari. Sederhananya: running economy adalah efisiensi dalam mengubah konsumsi oksigen menjadi gerakan maju, dan hal ini bergantung pada banyak faktor: komposisi serat otot, fleksibilitas sendi, bentuk tubuh, dan ketahanan dalam berlari.

Selain melatih teknik berlari dan running form, seorang pelari juga harus berlatih beban. Latihan beban mencegah cedera dengan memperkuat otot dan jaringan ikat. Ini membantu kita berlari lebih cepat dengan meningkatkan koordinasi dan kekuatan neuromuskuler, juga meningkatkan efektivitas dengan mendorong koordinasi dan efisiensi langkah. Adaptasi neuromuskuler adalah kondisi di mana otak, sistem saraf pusat dan otot beradaptasi untuk menghasilkan lebih banyak serat otot dan meningkatkan frekuensi dari serat otot. Kesimpulannya, latihan ketahanan atau resistance training akan meningkatkan koordinasi di antara setiap otot dan menghasilkan lebih banyak kekuatan untuk berlari.

Hal-hal di atas adalah hal-hal yang ingin terus kupelajari dalam aktivitasku menggeluti hobi berlari. Levelku memang masih pelari rekreasi atau pelari hore, tetapi tak ada salahnya berlatih secara serius untuk meningkatkan performa. Ingin rasanya memakai jasa profesional seperti running coach atau personal trainer. Namun, kesibukan sebagai ibu dan pekerja kantoran yang terikat jam kerja membuatku cukup sulit untuk membagi waktu. Mungkin suatu saat nanti ketika anak-anak sudah lebih besar dan sudah bisa ditinggal-tinggal dengan leluasa. Insya Allah.

Menulis

Menulis adalah suaka bagiku. Lewat tulisan, aku menemukan siapa aku sebenarnya. Menulis adalah suatu aktivitas yang lebih dari sekedar merangkai huruf demi huruf menjadi seuntai tulisan bermakna. Buatku menulis memiliki arti lebih dari itu. Aku orang yang cukup pendiam, datar, cenderung menutup diri, dan tidak pernah bersikap vokal, apalagi frontal. Sejak kecil aku mengakrabi tulisan karena lewat tulisan, aku bisa mengekspresikan segala hal yang aku mau tanpa batasan-batasan rasa malu, rendah diri, atau putus asa. Dengan menulis, aku bisa mengemukakan gagasan atau pikiran menurut cara yang aku mau.

Dalam dunia menulis fiksi yang kugeluti selama ini, aku bisa menciptakan sebuah kondisi yang aku kehendaki, lengkap dengan penokohan, alur, dan ending-nya. Sedikit demi sedikit, aku mulai mengakui keberadaanku. Ternyata aku juga bisa menguasai dan mengendalikan sesuatu. Dua puluh dua buku antologi telah kuhasilkan sampai saat ini, sebagian besar adalah antologi fiksi. Namun, aku belum pernah menelurkan buku solo.

Oleh karena itu, aku ingin terus belajar menulis. Menulis novel itu butuh nafas panjang dan motivasi tiada henti. Bergabung dengan berbagai komunitas menulis, ikut dalam beragam event menulis dan proyek-proyek penerbitan buku, serta banyak membaca karya fiksi adalah beberapa cara yang kulakukan. Harapannya, kelak suatu hari nanti aku dapat menerbitkan buku solo yang selama ini draft-nya kutulis dengan tersendat-sendat.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Juli yang bertema “Hal-hal yang Ingin Dipelajari”.