Ada perasaan girang yang membuncah di hati ketika kemarin malam tertambat di bazaar buku Gramedia PVJ. Iseng-iseng mampir melihat plang diskon, lalu tiba-tiba mata tertumbuk pada sepotong buku kecil yang membawa pada nostalgi tak bertepi. The Wind in the Willows, judul buku itu. Seketika memori kembali pada masa ketika umurku sembilan tahun.
Sampul depan |
Sampul belakang |
The Wind in the Willows is a classic of children's literature by Kenneth Grahame, first published in 1908. Alternately slow moving and fast paced, it focuses on four anthropomorphised animal characters in a pastoral version of England. The novel is notable for its mixture of mysticism, adventure, morality, and camaraderie and celebrated for its evocation of the nature of the Thames valley.
Main characters
- Mole: A mild-mannered, home-loving animal, and the first character introduced. Fed up with spring cleaning in his secluded home, he ventures into the outside world. Initially overawed by the hustle and bustle of the riverbank, he eventually adapts.
- Ratty: Ratty (actually a water vole) is cultured, relaxed and friendly, with literary pretensions and a life of leisure. Ratty loves the river and takes Mole under his wing. He is implied to be occasionally mischievous and can be stubborn when it comes to doing things outside his riverside lifestyle.
- Mr. Toad: The wealthy scion of Toad Hall who inherited his wealth from his late father. Although good-natured, kind-hearted and not without intelligence, he is also spoiled, conceited, and impulsive. He is prone to obsessions and crazes (such as punting, houseboats, and horse-drawn caravans), each of which in turn he becomes bored with and drops. His motoring craze eventually sees him imprisoned for theft, dangerous driving and gross impertinence to the rural police. Several chapters of the book chronicle his daring escape from prison.
- Mr. Badger: Gruff and solitary, who "simply hates society", Badger embodies the "wise hermit" figure. A friend of Toad's late father, he is uncompromising with the disappointing Toad yet remains optimistic his good qualities will prevail. He lives in a vast underground sett, part of which incorporates the remains of a buried Roman settlement. A brave and a skilled fighter, Badger helped clear the Wild Wooders from Toad Hall with his large cudgel.
Dikutip dari sini.
Waktu itu Papi pulang dari Canada setelah menempuh studi magister selama tiga tahun lebih. Oleh-oleh yang paling kusuka adalah buku anak-anak dalam Bahasa Inggris yang ilustrasi gambarnya bagus sekali. Ada beberapa judul, yang paling kuingat adalah The Wind in the Willows dan Pinocchio. Sisanya adalah buku nonfiksi semacam ensiklopedia. Sejak aku duduk di bangku TK, membaca adalah duniaku. Waktu itu kemampuan bisa membaca ketika TK adalah prestasi tersendiri, karena rata-rata anak zaman itu memang baru bisa membaca setelah masuk SD. Setiap hari lembar buku-buku itu kubolak-balik, tentu tanpa dapat memahami ceritanya. Hanya menikmati ilustrasinya sembari berimajinasi menyusun alur kisahnya. Yup, benih-benih kecintaanku pada dunia fiksi memang tersemai sekitar usia ini. Membaca dan membaca, lalu kadang-kadang menulis cerpen atau puisi. Aku bahkan memiliki beberapa buku kumpulan cerpen yang kubuat dengan tulisan tangan atau mesin ketik.
Lewat perkenalan dengan buku-buku beda bahasa itu juga, aku mulai tertarik mempelajari Bahasa Inggris. Minat yang kemudian berubah menjadi kesukaan, hingga lembar kerja dari tempat kursus sudah dilahap habis bahkan sebelum sang guru meminta. Tiada hari tanpa membuka kamus Bahasa Inggris, membaca satu demi satu kata sambil manggut-manggut memahami artinya.
Ketika akhirnya kartun The Wind in the Willows muncul di televisi (aku tak begitu ingat kapan tepatnya, yang jelas sebelum aku lulus SD), aku sudah akrab dengan kisah fabel empat tokoh utamanya: Mole, Ratty, Mr. Toad, dan Mr. Badger ini. Dua puluh tahun kemudian, semua ingatan tentang masa kecil itu mendesak-desak keluar dari benak ketika aku menemukan buku legendaris ini di rak Gramedia. Dengan diskon sebesar 40% dan sampul buku hardcover, mustahil rasanya bila aku tak membawa buku ini pulang. Sambil menenteng beberapa buku fiksi karya penulis kelas dunia yang lain, aku menyungging senyum di bibir. Berasa menemukan harta karun, sekaligus kembali merasai kehadiran Papi di sisi.