25 September 2007, pukul 17:30
Mami mengirimiku sms, mengabari bahwa pada pukul 15:00 sebelumnya, guru privat mengajiku zaman aku kecil --kami biasa memanggilnya Budhe Rondiah-- telah meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Telah kudengar sebelumnya bahwa beliau sakit keras, namun tak pernah diri ini berkesempatan (atau berkemauan?) menjenguk. Masya Allah... Seketika terbayang masa kanak-kanakku: di tengah udara sore, beliau mengajari membaca Al Qur’an dan doa-doa pendek dengan sabar dan telaten. Beberapa tahun yang lalu aku sempat bertemu, waktu itu beliau dengan canda memuji betapa cantiknya aku dengan jilbab yang kukenakan. Semoga amal-amal beliau diterima dan dosa-dosa beliau diampuni oleh Allah SWT.
Malamnya, aku tiba-tiba merasa rindu sekali dengan Eyang Putri. Masih berat rasanya menyadari bahwa tak mungkin bertemu kembali. Rindu yang teramat sangat dan rasa sesal yang mendesak-desak dada membuat air mataku berderai-derai. Tak ada gunanya menahan tangis karena ternyata suamiku terbangun mendengar isakku. Meski pelukan dan belaiannya meneduhkan, tak bisa kukatakan padanya tentang rasa sesal karena tak bisa berbuat terbaik untuk Eyang Putri pada saat-saat terakhir hidup beliau. Tak seorang pun akan mengerti, tak juga suamiku.
Eyang Putri, maafkan cucumu yang tak berbakti ini. I wish that I could turn back time...
Mami mengirimiku sms, mengabari bahwa pada pukul 15:00 sebelumnya, guru privat mengajiku zaman aku kecil --kami biasa memanggilnya Budhe Rondiah-- telah meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Telah kudengar sebelumnya bahwa beliau sakit keras, namun tak pernah diri ini berkesempatan (atau berkemauan?) menjenguk. Masya Allah... Seketika terbayang masa kanak-kanakku: di tengah udara sore, beliau mengajari membaca Al Qur’an dan doa-doa pendek dengan sabar dan telaten. Beberapa tahun yang lalu aku sempat bertemu, waktu itu beliau dengan canda memuji betapa cantiknya aku dengan jilbab yang kukenakan. Semoga amal-amal beliau diterima dan dosa-dosa beliau diampuni oleh Allah SWT.
Malamnya, aku tiba-tiba merasa rindu sekali dengan Eyang Putri. Masih berat rasanya menyadari bahwa tak mungkin bertemu kembali. Rindu yang teramat sangat dan rasa sesal yang mendesak-desak dada membuat air mataku berderai-derai. Tak ada gunanya menahan tangis karena ternyata suamiku terbangun mendengar isakku. Meski pelukan dan belaiannya meneduhkan, tak bisa kukatakan padanya tentang rasa sesal karena tak bisa berbuat terbaik untuk Eyang Putri pada saat-saat terakhir hidup beliau. Tak seorang pun akan mengerti, tak juga suamiku.
Eyang Putri, maafkan cucumu yang tak berbakti ini. I wish that I could turn back time...
No comments:
Post a Comment