Friday, July 09, 2021

Sandyakala


Selalu ada aura magis yang menyelimuti bumi ketika semburat merah senja menghiasi nabastala. Bayu yang mengalir semilir begitu membuai rasa sehingga banyak insan sering terpantik inspirasinya kala senja tiba.

Tak terkecuali aku. Sejak dulu aku telah jatuh cinta pada senja karena kemolekannya. Kini ketika aku gemar berlari, aku sangat menikmati menjadi pelari senja sebab padanya aku menemukan damai. Berkawan sepoinya angin, aku mengurai rindu. Bersama temaramnya sinar surya yang kembali ke peraduan, hatiku menunduk khusyuk dalam syahdu.

Gurat merah di langit senja memiliki banyak makna. Bagi sebagian orang, filosofinya diartikan sebagai keindahan yang tak perlu disuarakan. Cantik sebagaimana mestinya meski hadir dalam senyap. Bagi sebagian orang yang lain, persepsi keelokan itu dibangun sebagai bentuk akhir yang menawan. Jadi jika mau berpikir positif, apapun yang kita lalui hari itu memiliki muara rasa yang indah dalam perwujudannya sehingga rasa syukurlah yang kita langitkan kala menutup hari.

Senja disebutkan dalam banyak ayat Al Quran, menandakan jika ia istimewa. Dalam penciptaan langit dan bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah bagi orang yang mau berpikir.

"Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja," (Q.S. Al Insyiqaq: 16)

"Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang." (Q.S. Al-Ahzaab: 42)

"Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang." (Q.S. Al-Insaan: 25)

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (Q.S. Al-A’raaf: 205)

Selamat mencinta senja, Kawan. Padanya akan kautemukan bahagia.

No comments:

Post a Comment