"Untung ada Islam. Nggak gila aja udah syukur," demikian kata seorang guru ketika kehilangan kedua orang tua terkasih hanya dalam kurun waktu seminggu akibat COVID-19.
Pandemi yang luar biasa ini di satu sisi memang sangat menyesakkan. Banyak orang ditinggal wafat orang tercintanya; banyak orang memendam rindu karena bepergian dan silaturahmi menjadi sesuatu yang membawa risiko. Belum lagi jika kita bicara soal keterpurukan ekonomi, makin banyaknya pengangguran, naiknya angka kemiskinan, banyak orang yang menjadi susah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya … ah, begitu banyak kesedihan dan kesengsaraan.
Pandemi juga memperlihatkan wajah asli orang-orang. Ada yang peduli sesama, ada yang abai terhadap diri sendiri maupun orang lain, ada yang tamak dan serakah menimbun keuntungan, juga ada yang raja tega memanfaatkan situasi dan melakukan penipuan demi cuan.
Pandemi memberi kesadaran bahwa kita mungkin terlampau cinta pada dunia dan takut mati. Sudah siapkah jika suatu saat kita atau orang terdekat kita dipanggil pulang oleh-Nya? Sudah siapkah kita dengan bekal amal saleh dan amal jariah? Apa yang sudah kita wariskan untuk anak-anak? Sudah cukupkah tarbiyah yang kita lakukan untuk menjadikan mereka pribadi yang siap mandiri, yang ketika berpisah dari kita pun tetap saleh dan salehah?
Kita beruntung karena ada Islam, karena kita punya Allah sebagai tempat bersandar sehingga kita tidak gila dan tertekan memikirkan dunia ini. Hasbunallah wa ni’mal wakiil, "cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung." (Q.S. Ali Imran: 173)
Meskipun menyesakkan, Islam mengajarkan bahwa everything happens for a reason. Entah apapun itu, pandemi ini pasti tidak sia-sia karena Allah punya maksud dan tujuan tertentu dengan kehendak-Nya. "... (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.'" (Q.S. Ali Imran: 191)
Kita sebagai hamba bisa apa dengan kehendak Allah? Mengingat lagi tentang bahasan free will, qadha, dan qadar: kita hanya bisa menerima kehendak Allah, mensyukuri semua yang ditentukan oleh-Nya, serta fokus pada pilihan-pilihan yang kita buat, apakah berpahala atau tidak. Terhadap takdir Allah kita berserah, tetapi terhadap area yang bisa kita ikhtiarkan … kita melakukan usaha terbaik yang mendatangkan keridaan-Nya. Memang berat untuk dipahami dan dilakukan, tetapi inilah amunisi yang kita miliki sebagai seorang muslim. Ketika mendapat kebahagiaan kita bersyukur, ketika mendapat kesedihan kita bersabar.
Keyakinan kepada Allah, inilah satu-satunya yang kita punya. "... boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 216)
No comments:
Post a Comment