Aku sendiri tentu pernah mendapat pertanyaan serupa. Tujuh bulan
pertama dalam pernikahan aku tak kunjung hamil. Memang hanya tujuh bulan,
tetapi durasi itu cukup membuatku bosan mendengar pertanyaan seperti itu. Bahkan
ada juga yang usil berkomentar apakah kami sengaja menunda memiliki anak. Huft,
kadang orang memang berkomentar seenaknya.
Anak pertamaku lahir di Bandung, disusul adiknya tiga tahun
kemudian. Tentu di sela-sela waktu itu pernah juga terlontar pertanyaan “Kapan
punya adik?”, hehehe. Bahkan setelah anak keduaku lahir, komentar orang tak
juga berhenti. Karena kedua anakku laki-laki, komentar berikutnya adalah “Ayo
dong satu lagi, kan belum punya anak perempuan.” Aku tentu hanya bisa menggaruk-garuk
kepala yang tidak gatal.
Kebetulan kehamilanku yang ketiga dan keempat tidak berjalan
mulus. Kehamilan ketiga berakhir di usia kandungan delapan minggu karena janin
tidak berkembang. Kisah kehamilan keempat juga ternyata harus berakhir di usia
kandungan empat bulan karena kontraksi dan KPD (Ketuban Pecah Dini). Bayiku
lahir dalam kondisi meninggal karena masih terlalu kecil dan tidak dapat bertahan.
Anak ketigaku ini juga laki-laki, maka keinginan untuk memiliki anak perempuan
sempat pupus karena aku mengalami trauma dan memutuskan untuk tidak akan hamil
lagi. Apalagi ada yang berkomentar miring tentang kepergian anakku. Tanpa komentar
miring pun aku sudah menyalahkan diri sendiri, apalagi ada celetukan-celetukan
yang tak perlu seperti itu.
Qadarullah enam bulan setelah kepergian anak ketiga, aku kembali
hamil. Dokter mengatakan janinku berjenis kelamin perempuan. Memang betul Allah
Maha Menghibur, diganti-Nya bayiku yang tiada dengan anak perempuan yang
kuimpikan. Maka minggu demi minggu kehamilan kujalani dengan sukacita dan
antusias. Apakah lantas tidak ada komentar orang? Tentu saja ada. Beberapa komentar
iseng yang terlontar seperti “Subur amat … hamil lagi, hamil lagi.” Hmmm, belum
hamil salah, sering hamil pun salah.
Ketika aku hamil anak kelima, aku sempat berusaha
menyembunyikan kabar kehamilan karena malas mendengar komentar orang. Namun,
kehamilan tentu tak bisa disembunyikan lama-lama, terutama ketika perut sudah
membuncit, hahaha. Komentar yang paling menyebalkan ketika orang tahu bahwa aku
sedang hamil anak kelima adalah “Masa sih anak kelima? Yang ‘ada’ maksudnya.” Hmmm,
belum pernah di-tampol rupanya.
Sebagai orang tua bekerja yang memiliki banyak anak, aku tak bisa berkata kalau aku tidak repot. Namun, aku yakin kerepotan ini hanya sementara. Hikmah, keceriaan, dan kebahagiaan yang didapat jauh lebih besar daripada kerepotan itu sendiri. Ada saat di mana aku meledak karena ketidaksabaran, tetapi lebih sering aku bergelung dalam syukur yang tak bertepi karena kehadiran anak-anak. Sungguh aku tak bisa membayangkan apa jadinya hidupku tanpa mereka. Mudah-mudahan merekalah saranaku meraih surga.
رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِماماً
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Furqan [25]: 74)
No comments:
Post a Comment