"Writing is about making choices"
Saya mendengar kalimat itu terucap dalam salah satu dialog di film Dawson's Creek semalam. Dialog itu terjadi antara seorang dosen dengan mahasiswinya. Sang dosen berusaha menyemangati si mahasiswi agar tidak menyerah dalam melanjutkan tulisan yang telah dibuatnya. Karena tanpa ia sadari, sebenarnya ia seorang penulis yang --kata sang dosen-- bagus. Paling tidak, ia berhasil memukau sang dosen lewat tulisan yang dibuatnya.
Padahal, si mahasiswi tidak suka kenyataan itu. Tulisan yang dibuatnya adalah kisah nyata yang terjadi pada dirinya. Ia tidak suka melanjutkannya karena ia tidak suka pada kenyataan yang terjadi pada dirinya: ditinggalkan oleh cowok yang disukainya.
Sang dosen berkata, "Menulis itu seperti melanjutkan hidupmu."
Melanjutkan tulisan itu seperti melanjutkan kisah cintanya yang menggantung. Ia pikir kisah cintanya sudah selesai, tetapi sang dosen malah berkata, “Cerita (tulisan) ini berakhir tepat di saat seharusnya ia dimulai.”
Bagi si mahasiswi, melanjutkan tulisan tersebut adalah hal yang sulit. Karena itu berarti ia juga harus menata hatinya dan merumuskan seperti apa ending kisah cintanya. Maka ia harus mulai membuat pilihan-pilihan. Tidak hanya pilihan-pilihan penokohan, alur, dan ending tulisannya, melainkan juga pilihan-pilihan nyata dalam kisah cintanya.
Menulis memang seperti itu: membuat pilihan-pilihan. Pun buat saya, menulis merupakan proses kreatif tersendiri yang melibatkan banyak pilihan. Lalu mengapa sampai saat ini saya memilih untuk senantiasa mengakrabi tulisan? Satu hal yang terpikir adalah kenyataan bahwa lewat tulisan, saya benar-benar menemukan siapa saya sebenarnya. Ini memerlukan penggalian yang cukup dalam terhadap masa lalu saya, kepribadian dasar saya, keinginan-keinginan saya, cara saya berekspresi, bahkan terhadap cara saya bergaul.
Cukup kompleks? Memang. Karena buat saya, menulis adalah suatu aktivitas yang lebih dari sekedar merangkai huruf demi huruf, menjadi seuntai tulisan bermakna. Tidak, buat saya menulis memiliki arti lebih dari itu.
Saya orang yang cukup pendiam. Datar. Cenderung menutup diri. Dan tidak pernah bersikap vokal, apalagi frontal. Sejak kecil saya mengakrabi tulisan karena lewat tulisan, saya bisa mengekspresikan hal-hal apa saja yang saya mau tanpa batasan-batasan rasa malu, rendah diri, atau putus asa. Dengan menulis, saya bisa mengemukakan gagasan atau pikiran menurut cara yang saya mau.
Saat remaja, saya menemukan kenyataan menarik, bahwa menulis fiksi ternyata juga menyenangkan. Sudah lama saya merasa tidak puas terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar saya. Bahkan seringkali saya tidak punya kuasa untuk mengubahnya. Nah, lewat tulisan fiksi, saya bisa menciptakan sebuah kondisi yang saya kehendaki, lengkap dengan penokohan, alur, dan ending-nya. Sedikit demi sedikit, saya mulai mengakui keberadaan saya. Ternyata saya juga bisa mengendalikan sesuatu.
Berbicara tentang menulis, berarti juga berbicara tentang membuat pilihan-pilihan. Maka ketika saya bebas membuat pilihan kepuasan dan aktualisasi diri, saat itulah saya merdeka.
No comments:
Post a Comment