Sehari setelah saya keluar dari rumah sakit, orang tua membawa saya pulang ke Solo. Mereka ”memaksa” saya beristirahat di rumah sampai benar-benar pulih. Maklum, ketika keluar dari rumah sakit, jumlah trombosit saya belum normal, masih lemas dan pusing, serta masih sedikit batuk.
Trombosit menjadi indikator utama kesehatan seorang pasien demam berdarah. Ketika masuk rumah sakit, jumlah trombosit saya 95.000 (angka normal adalah 150.000-450.000). Kemudian terus turun menjadi 34.000, 25.000, hingga mencapai angka 19.000. Kata petugas rumah sakit, darah pasien demam berdarah biasanya lebih kental dari orang normal sehingga pembuluh darah rawan pecah. Itulah sebabnya pasien demam berdarah diharuskan mengonsumsi cairan sebanyak-banyaknya, baik lewat cairan infus maupun air minum, untuk mengencerkan darah.
Darah yang kental juga menyebabkan sirkulasi ke paru-paru tidak lancar. Oleh karena itu, gejala sesak nafas sering dijumpai pada pasien demam berdarah. Beruntung, saya tidak mengalami sesak nafas. But still, selama beberapa hari nafas saya menjadi pendek-pendek dan susah mengambil nafas panjang. Alhamdulillah, pada hari kelima di rumah sakit, jumlah trombosit saya beranjak naik menjadi 35.000. Pada hari keenam, angkanya mencapai 72.000 sehingga saya diperbolehkan pulang pada hari ketujuh.
Beberapa hari pertama di rumah, saya masih sering berbaring di tempat tidur karena pusing. Saat itu masih banyak yang membesuk ke rumah, terutama om dan tante dari keluarga besar. Lagi-lagi, saya merasa istimewa dengan semua perhatian dan kasih itu. Dan tentu saja, the best thing about being home is that there’s always something I can eat! Duh, makaaan terusss... Hehehe...
Seminggu setelah keluar dari rumah sakit, orang tua ”memaksa” saya menjalani tes darah untuk memastikan jumlah trombosit saya sudah mencapai angka normal pada ambang 150.000-450.000. Setelah hasil tes darah keluar, kami kembali dikejutkan oleh jumlah trombosit yang ternyata masih tidak normal. Tapi kali ini angkanya malah menjadi 522.000. Hohoho... recovery-nya berhasil...
Trombosit menjadi indikator utama kesehatan seorang pasien demam berdarah. Ketika masuk rumah sakit, jumlah trombosit saya 95.000 (angka normal adalah 150.000-450.000). Kemudian terus turun menjadi 34.000, 25.000, hingga mencapai angka 19.000. Kata petugas rumah sakit, darah pasien demam berdarah biasanya lebih kental dari orang normal sehingga pembuluh darah rawan pecah. Itulah sebabnya pasien demam berdarah diharuskan mengonsumsi cairan sebanyak-banyaknya, baik lewat cairan infus maupun air minum, untuk mengencerkan darah.
Darah yang kental juga menyebabkan sirkulasi ke paru-paru tidak lancar. Oleh karena itu, gejala sesak nafas sering dijumpai pada pasien demam berdarah. Beruntung, saya tidak mengalami sesak nafas. But still, selama beberapa hari nafas saya menjadi pendek-pendek dan susah mengambil nafas panjang. Alhamdulillah, pada hari kelima di rumah sakit, jumlah trombosit saya beranjak naik menjadi 35.000. Pada hari keenam, angkanya mencapai 72.000 sehingga saya diperbolehkan pulang pada hari ketujuh.
Beberapa hari pertama di rumah, saya masih sering berbaring di tempat tidur karena pusing. Saat itu masih banyak yang membesuk ke rumah, terutama om dan tante dari keluarga besar. Lagi-lagi, saya merasa istimewa dengan semua perhatian dan kasih itu. Dan tentu saja, the best thing about being home is that there’s always something I can eat! Duh, makaaan terusss... Hehehe...
Seminggu setelah keluar dari rumah sakit, orang tua ”memaksa” saya menjalani tes darah untuk memastikan jumlah trombosit saya sudah mencapai angka normal pada ambang 150.000-450.000. Setelah hasil tes darah keluar, kami kembali dikejutkan oleh jumlah trombosit yang ternyata masih tidak normal. Tapi kali ini angkanya malah menjadi 522.000. Hohoho... recovery-nya berhasil...
No comments:
Post a Comment