Minggu, 1 Juni 2014
Hari terakhir di Lombok akan diisi dengan city tour mengelilingi Kota Mataram, sebelum kami pulang ke Pulau Jawa. Pesawat kami sekeluarga yang menuju Bandung dijadwalkan pukul 17.40, sementara rombongan teman-teman Mas Catur akan pulang ke Jakarta dengan pesawat pukul 14.45. Pagi-pagi aku sudah bangun untuk membereskan jemuran kumuh di balkon dan menata koper serta bawaan. Sekitar pukul 09.00 kami sekeluarga sudah siap di lobi hotel untuk melakukan check out. Proses check out seluruh rombongan akhirnya selesai pukul 10.00, lalu kami menaiki bus dan city tour pun dimulai.
Bersiap mengikuti city tour |
Bus meninggalkan halaman Hotel Santosa dan menorehkan tekad di hatiku bahwa kami akan kembali lagi ke Senggigi suatu hari nanti. Roda bus menggelinding di jalanan Senggigi ke arah selatan melewati Ampenan, menuju Mataram. Mataram adalah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat dan merupakan kota terbesar di provinsi ini. Secara administratif Kota Mataram terbagi atas enam kecamatan, yaitu Kecamatan Ampenan, Cakranegara, Mataram, Sandubaya, Selaparang dan Sekarbela dengan 50 kelurahan dan 297 lingkungan.
Mataram sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat. Ibu kota Lombok Barat sendiri dipindahkan ke Gerung tahun 2000. Kota ini sebenarnya merupakan penggabungan dari empat kota yaitu Ampenan, Mataram, Cakranegara dan Bertais. Tempat-tempat tersebut dahulu merupakan kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri. Ampenan merupakan kota pelabuhan tua sementara Mataram adalah pusat pemerintahan dan kantor provinsi, Cakranegara adalah pusat komersial utama di pulau tersebut, serta Bertais merupakan pusat transportasi umum darat. Empat kecamatan tersebut terhubung oleh sebuah jalan utama yang membentang dari Jalan Ampenan di Ampenan ke Jalan Selaparang di Bertais.
Orang-orang Sasak adalah suku asli Lombok yang beragama Islam dan merupakan mayoritas penduduk Mataram, bersama dengan suku Bali yang beragama Hindu. Perpaduan budaya Sasak dan budaya Bali menghasilkan budaya yang unik. Pengaruh Bali di kota Mataram cukup terasa, di dalam kota kita menemukan banyak pura atau rumah-rumah orang Bali yang ada puranya. Penduduk etnis Bali terkonsentrasi di wilayah Cakranegara. Mataram juga menjadi rumah bagi orang-orang pendatang dari Cina, Tionghoa peranakan, juga sejumlah kecil orang Indonesia keturunan Arab-Yaman yang bermukim di kota pelabuhan Ampenan. Penduduk kota yang merupakan orang Sasak masih memegang kuat asal-usul dan budaya mereka. Keragaman etnis di Mataram adalah hasil dari sejarah kota yang panjang sejak masa Kerajaan Laeq Suwung yang pernah menguasai pulau tersebut. Mereka adalah orang-orang dari Jawa (Majapahit), pedagang dari Asia dan Timur Tengah, invasi kerajaan Karangasem Bali, serta pendudukan Belanda dan Jepang.
Kaos Exotic khas Lombok
Di Cakranegara, kami mampir di toko kaos khas Lombok. Namanya Kaos Exotic, semacam Kaos Dagadu di Jogja atau Kaos Joger di Bali. Letak tokonya ada di Komplek MGM Plaza, Jl. Chairil Anwar nomor 6. Toko ini menjual berbagai macam kreasi kaos khas Lombok dan berbagai macam cendera mata unik berlabel Lombok. Selain kaos, ada pula beberapa jenis pakaian batik, topi, serta sandal-sandal. Kami tidak terlalu tertarik berbelanja di sini, maka kami hanya melihat-lihat saja.
Sop Buntut R.M. Istana Rasa
Menjelang tengah hari, bus berhenti di sebuah rumah makan yang dari luar tampak sederhana. Sebelumnya Pak Masren, pemandu kami, memang sudah memberitahukan bahwa menu makan siang kali itu adalah sop buntut—yang seketika disambut gembira oleh suamiku karena merasa tidak terlalu cocok dengan makanan khas Lombok. Katanya sop buntut di tempat ini adalah yang paling enak dan cukup terkenal.
R.M. Istana Rasa yang tampak sederhana. Gambar diambil dari sini. |
Rombongan melangkah satu-satu memasuki rumah makan yang terletak di Jl. Subak III nomor 21 itu. Letaknya masih di kawasan Cakranegara. Bangunannya tidak terlalu mewah, bahkan bisa dikata lebih mirip rumah tinggal yang kemudian dijadikan sebagai rumah makan. Lahan parkir saja tak punya, dan letaknya di jalan perumahan yang tidak terlalu lebar. Maka tak heran bila para tamu agak kesulitan memarkir kendaraan. Terbayang kan bagaimana dengan bus yang kami tumpangi. Pasti rumah makan ini memiliki sajian yang wow sekali hingga sebegitu terkenalnya.
Tak perlu menunggu lama, barisan mangkok berisi sop buntut segera disajikan hangat-hangat. Tampak begitu menggugah selera. Pada gigitan pertama aku langsung membatin: ini sop buntut paling enak yang pernah aku rasakan. Dagingnya empuk sekali, dalam sekali gigit langsung terlepas dari tulangnya. Jadi tak perlu repot-repot menggigit-gigit sambil menarik-narik tulang dengan tangan. Kuah coklatnya yang kental terasa nikmat, sampai habis aku menyeruputnya. Memang benar apa yang dikatakan orang: sop buntut R.M. Istana Rasa paling juara.
Sop buntut yang endess banget. Gambar diambil dari sini. |
Kalau kita browsing di internet, tidak banyak artikel yang mengulas kelezatan sop buntut di tempat ini. Meskipun tanpa promosi, rumah makan ini ramai pengunjung. Tak heran lah, sop buntutnya memang enak sekali. Si pemilik R.M. Istana Rasa, Ibu Melina, mengawali usaha kuliner ini dari kegemaran memasak. Meskipun tidak mengenyam pendidikan sekolah tata boga, Ibu Melina terus belajar hingga menemukan racikan yang pas untuk sop buntut.
Tahun 1999, ia memberanikan diri membuka usaha rumah makan yang diberi nama Istana Rasa. Sejak membuka usaha rumah makan, sop buntut buatannya ramai penggemar, terutama dari luar kota. Banyak artis dan tokoh terkenal hingga pembawa acara kuliner populer Bondan Winarno, pernah bertandang dan menikmati sop buntutnya. Sop buntut Istana Rasa dijamin halal, karena seluruh karyawan termasuk juru masaknya adalah muslim. Ibu Melina sendiri adalah seorang mualaf.
Jadi bagi Anda yang berkunjung ke Lombok, sempatkan deh singgah ke rumah makan ini. Sop buntutnya yang endess banget dijamin membuat ketagihan. Diam-diam aku mencatat dalam hati, selain Warung Menega, R.M. Istana Rasa adalah tempat yang wajib dikunjungi jika suatu hari nanti kami berkesempatan menginjak Lombok kembali.
Pulang!
Perjalanan kami hari itu berakhir di Bandara Lombok Praya. Kami sampai di bandara sekitar pukul 13.00 lebih. Terpaksa deh ikut itinerary rombongan—yang akan berangkat dengan pesawat pukul 14.45, meskipun pesawat kami sendiri baru akan take off empat jam kemudian. Sementara Mas Catur asyik bercengkerama dan berfoto dengan teman-temannya, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ruang tunggu bandara ini sangat mirip dengan mall. Ada banyak gerai toko dan cafe yang bisa dipakai untuk menghabiskan waktu. Suasananya tenang, nyaman, dan tidak terlalu ramai. Bangunannya lapang dan luas, anak-anak bisa berlari-lari riang demi membunuh bosan.
Bandara Lombok Raya yang mirip mall |
Di bagian dalam ruang boarding, terdapat playground warna-warni. Ada arena panjatan dan perosotan, ada rumah-rumahan, juga ada meja kursi tempat anak-anak bisa bermain lego blok. Mereka antusias bermain di situ. Letaknya persis di pinggir jendela kaca besar yang menghadap landas pacu. Jadi kalau bosan bermain-main, kita bisa duduk-duduk sambil melihat pesawat. Sayangnya di ruang ini tidak terdapat AC. Meskipun ada bukaan ke arah ruang boarding yang ber-AC, tetap saja masih terasa panas. Anak-anak sampai berkeringat. Baru kali ini aku melihat ada playground di ruang tunggu bandara untuk mengakomodasi kebutuhan anak-anak bermain. Jempol deh untuk manajemen Bandara Lombok Praya yang cukup children friendly, meskipun akan lebih bagus lagi kalau fasilitas playground ditingkatkan.
Bermain di playground |
Wings Air yang kami tumpangi mengudara tepat waktu dan mendarat di Denpasar untuk transit. Lion Air yang menuju Bandung ada di Gate 18 dan waktu transit mepet sekali. Setengah jam sebelum jadwal take off para penumpang masih menunggu bus jemputan yang akan membawa kami namun tak kunjung terlihat juga. Sebagian dari mereka—termasuk Mas Catur—sudah mulai marah-marah karena khawatir tertinggal pesawat. Beberapa kru maskapai mengarahkan kami untuk berjalan kaki menuju Gate 18 (Whattt??? Memangnya jaraknya dekat apa?). Sambil menggerutu akhirnya kami mulai berjalan kaki satu-satu. Untungnya di tengah jalan ada bus jemputan yang berhenti dan membawa kami semua. Fiuhhh...
Perjalanan Lombok-Denpasar menggunakan pesawat jenis ATR yang berkabin sempit. |
Ketika kami sampai di Gate 18 lima belas menit sebelum jadwal take off, ternyata ada pengumuman kalau pesawat mengalami delay. Ah another dagelan. Tapi kami tak menggerutu lagi, mengingat saat berangkat kami “diselamatkan” oleh delay hehehe. Waktu menunggu kami habiskan untuk ke kamar kecil, selonjoran, juga mengudap. Anak-anak berlarian seperti biasa. Pukul 20.00 lebih, kami masuk ke dalam pesawat. Perjalanan berjalan lancar dan kami mendarat di Bandung dengan mulus. Liburan di Lombok usai sudah, menyisakan kenangan indah dan setumpuk pakaian kotor yang berlumur pasir pantai hehehe. Lombok, tunggu kami datang lagi yaa...
Sumber:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Mataram
- http://indonesia.travel/id/destination/668/mataram-jantung-hati-lombok
- http://www.beautyofindonesia.com/berburu-oleh-oleh-khas-pulau-lombok/
- https://www.facebook.com/lalumara.s.wangsa/posts/10203212315335880:0
Baca juga:
Setelah baca artikel ini, saya jadi kepengen liburan ke lombok nih.
ReplyDeleteMantap mbak artikelnya