Sebagai ibu dan istri, perempuan biasanya hampir nggak pernah punya waktu untuk dirinya sendiri, atau yang lebih sering disebut dengan me-time. Apalagi kalau dia juga berkarir di luar rumah. Ketika di rumah, waktunya habis untuk ngurus anak dan suami. Ketika di luar rumah, waktunya habis untuk pekerjaan kantor. Anak, suami, dan pekerjaan kantor jadi prioritas utama. Alhasil, banyak perempuan yang lantas kehabisan energi untuk pay attention terhadap kebutuhan dirinya sendiri.
Perempuan macam ini adalah perempuan yang disebut Oprah sebagai ”woman who loses herself” atau ”woman who lets herself go”. This woman always puts herself after other things: her kids, her husband, her job, her social activities, etc.
Teri Hatcher dalam bukunya Burnt Toast juga membahas soal ini. Dari judul bukunya aja udah tersirat. Jika kita, para ibu, mendapati sebagian roti yang kita panggang gosong… bagian yang tidak gosong kita berikan pada anak atau suami, sementara bagian yang gosong --burnt toast-- dengan rela kita makan. Sounds familiar? Begitulah. Ini sebuah perumpamaan yang tepat untuk perempuan yang puts herself after other things.
Rasanya udah otomatis aja gitu ya, menempatkan hal lain selain diri kita (baca: anak dan suami) di atas kepentingan kita. Padahal itu nggak sehat lho. Biar bagaimanapun juga, diri kita juga butuh perhatian. Tidak, itu bukan sesuatu yang egois. Juga tak perlu perasaan bersalah.
Semua itu ibarat menyusui. Kalau asupan makanan kita baik, ASI yang kita keluarkan pasti berkualitas. Begitu juga kalau kita pengen melayani orang lain dengan baik, terlebih dulu kita harus melayani diri kita sendiri dengan baik. Bagaimana kita bisa memberi, sementara dari dalam diri kita nggak ada apa-apa untuk diberikan ke orang lain? Bagaimana kita bisa kasih cinta pada orang lain, sementara kita nggak pernah cinta diri kita sendiri? Bagaimana kita bisa kasih senyum ke orang lain, sementara kita nggak pernah senyum ke diri sendiri?
Nah, makanya... seorang perempuan wajib punya me-time. Karena seorang perempuan adalah sumber energi bagi lingkungannya *apa jadinya dunia bila nggak diurusi sama perempuan, coba?*, ia harus punya energi berlebih. Energi ini di-recharge lewat me-time. Terserah dia mau ngapain, yang penting me-time ini khusus buat memanjakan dirinya sendiri. Sekali lagi, itu bukan sesuatu yang egois. Juga tak perlu perasaan bersalah.
Mau shopping ke mall? Boleh. Mau baca buku atau majalah? Silakan. Atau pilih baca Qur’an dan nambah hafalan? Monggo. Suka-suka ajalah. Yang penting, ketika me-time usai dijalani dan rasa jenuh serta letih berangsur menghilang… jangan lupa untuk kembali ke realita. Karena dunia membutuhkan kita, para perempuan perkasa.
Perempuan macam ini adalah perempuan yang disebut Oprah sebagai ”woman who loses herself” atau ”woman who lets herself go”. This woman always puts herself after other things: her kids, her husband, her job, her social activities, etc.
Teri Hatcher dalam bukunya Burnt Toast juga membahas soal ini. Dari judul bukunya aja udah tersirat. Jika kita, para ibu, mendapati sebagian roti yang kita panggang gosong… bagian yang tidak gosong kita berikan pada anak atau suami, sementara bagian yang gosong --burnt toast-- dengan rela kita makan. Sounds familiar? Begitulah. Ini sebuah perumpamaan yang tepat untuk perempuan yang puts herself after other things.
Rasanya udah otomatis aja gitu ya, menempatkan hal lain selain diri kita (baca: anak dan suami) di atas kepentingan kita. Padahal itu nggak sehat lho. Biar bagaimanapun juga, diri kita juga butuh perhatian. Tidak, itu bukan sesuatu yang egois. Juga tak perlu perasaan bersalah.
Semua itu ibarat menyusui. Kalau asupan makanan kita baik, ASI yang kita keluarkan pasti berkualitas. Begitu juga kalau kita pengen melayani orang lain dengan baik, terlebih dulu kita harus melayani diri kita sendiri dengan baik. Bagaimana kita bisa memberi, sementara dari dalam diri kita nggak ada apa-apa untuk diberikan ke orang lain? Bagaimana kita bisa kasih cinta pada orang lain, sementara kita nggak pernah cinta diri kita sendiri? Bagaimana kita bisa kasih senyum ke orang lain, sementara kita nggak pernah senyum ke diri sendiri?
Nah, makanya... seorang perempuan wajib punya me-time. Karena seorang perempuan adalah sumber energi bagi lingkungannya *apa jadinya dunia bila nggak diurusi sama perempuan, coba?*, ia harus punya energi berlebih. Energi ini di-recharge lewat me-time. Terserah dia mau ngapain, yang penting me-time ini khusus buat memanjakan dirinya sendiri. Sekali lagi, itu bukan sesuatu yang egois. Juga tak perlu perasaan bersalah.
Mau shopping ke mall? Boleh. Mau baca buku atau majalah? Silakan. Atau pilih baca Qur’an dan nambah hafalan? Monggo. Suka-suka ajalah. Yang penting, ketika me-time usai dijalani dan rasa jenuh serta letih berangsur menghilang… jangan lupa untuk kembali ke realita. Karena dunia membutuhkan kita, para perempuan perkasa.
No comments:
Post a Comment