Waktu itu aku sedang berbincang dengan suamiku. Aku lupa tentang apa, pokoknya suamiku sempat mengutip perkataan atasannya yang enggan mempekerjakan karyawan perempuan. Hmmm, jadi mikir. Kenapa yah beliau begitu?
Alasan pertama, bisa jadi karena perempuan banyak izin dan cutinya. Jadi enggak produktif di tempat kerja. Alasan kedua, mungkin si bapak mikir sebaiknya perempuan di rumah saja, supaya anak lebih terurus. Dalam satu kesempatan, aku pernah berbincang dengan istri si bapak. Istri ini memang di rumah saja, kata si istri biar bisa ngurus anak. Tapi sambil bikin usaha juga, jadi tetap berkarya.
Terlepas dari alasan mana yang sebenarnya bikin si bapak enggan mempekerjakan karyawan perempuan, aku cenderung sepakat bila perempuan sebaiknya di rumah saja. Kalau sering baca blog-ku, pasti tahu alasan kenapa aku berpendapat begitu. Dengan catatan, perempuan juga tetap berkarya meskipun tinggal di rumah saja. Boleh-boleh saja ia punya karir, asal porsi anak dan suami tetap yang terbesar.
Jangan lantas berpikiran bahwa aku anti emansipasi. Memang aku sebel dengan gerakan feminisme yang kebablasan, ibu Kartini aja nggak segitunya *silakan baca buku Tragedi Kartini*. Ada banyak alasan kenapa aku berpikir sebaiknya perempuan di rumah saja. Salah satunya adalah karena seorang ibu punya kewajiban sebagai ummu madrasah. Di tangannya terletak masa depan anak yang jadi pilar utama generasi bangsa. Kalau anak nggak terurus, mau jadi apa keluarga kita? Lebih jauh lagi, mau jadi apa bangsa kita?
Mungkin ada yang berdalih, bisa-bisa aja tuh ngurus anak sambil kerja. Maap ya, menurutku itu omong kosong. Bagaimanapun juga, ngurus anak nggak akan bisa optimal kalau seharian kita di luar rumah. Bisa sih bisa, tapi dengan energi sisa. Bisa sih bisa, tapi ya ngurus seadanya. Susah ngejelasinnya kalau nggak mau memahami *silakan baca buku Mulai dari Rumah karangan Al Ghazali*.
It’s funny to realize that I used to be one of those feminists. Sejak dulu aku selalu berminat dengan isu keperempuanan. Siapa menyangka kini aku tak lagi sealiran dengan para feminis itu. Siapapun yang paham hakikat sesungguhnya Allah menciptakan perempuan, pasti akan sependapat denganku.
Alasan pertama, bisa jadi karena perempuan banyak izin dan cutinya. Jadi enggak produktif di tempat kerja. Alasan kedua, mungkin si bapak mikir sebaiknya perempuan di rumah saja, supaya anak lebih terurus. Dalam satu kesempatan, aku pernah berbincang dengan istri si bapak. Istri ini memang di rumah saja, kata si istri biar bisa ngurus anak. Tapi sambil bikin usaha juga, jadi tetap berkarya.
Terlepas dari alasan mana yang sebenarnya bikin si bapak enggan mempekerjakan karyawan perempuan, aku cenderung sepakat bila perempuan sebaiknya di rumah saja. Kalau sering baca blog-ku, pasti tahu alasan kenapa aku berpendapat begitu. Dengan catatan, perempuan juga tetap berkarya meskipun tinggal di rumah saja. Boleh-boleh saja ia punya karir, asal porsi anak dan suami tetap yang terbesar.
Jangan lantas berpikiran bahwa aku anti emansipasi. Memang aku sebel dengan gerakan feminisme yang kebablasan, ibu Kartini aja nggak segitunya *silakan baca buku Tragedi Kartini*. Ada banyak alasan kenapa aku berpikir sebaiknya perempuan di rumah saja. Salah satunya adalah karena seorang ibu punya kewajiban sebagai ummu madrasah. Di tangannya terletak masa depan anak yang jadi pilar utama generasi bangsa. Kalau anak nggak terurus, mau jadi apa keluarga kita? Lebih jauh lagi, mau jadi apa bangsa kita?
Mungkin ada yang berdalih, bisa-bisa aja tuh ngurus anak sambil kerja. Maap ya, menurutku itu omong kosong. Bagaimanapun juga, ngurus anak nggak akan bisa optimal kalau seharian kita di luar rumah. Bisa sih bisa, tapi dengan energi sisa. Bisa sih bisa, tapi ya ngurus seadanya. Susah ngejelasinnya kalau nggak mau memahami *silakan baca buku Mulai dari Rumah karangan Al Ghazali*.
It’s funny to realize that I used to be one of those feminists. Sejak dulu aku selalu berminat dengan isu keperempuanan. Siapa menyangka kini aku tak lagi sealiran dengan para feminis itu. Siapapun yang paham hakikat sesungguhnya Allah menciptakan perempuan, pasti akan sependapat denganku.