Aduh, sebentar lagi Ramadhan usai. Kok rasanya cepet banget ya. Hmmph, udah mulai terbiasa dengan rutinitas Ramadhan... eh, bentar lagi kelar. Kebetulan Ramadhan tahun ini kuhabiskan di rumah, jadi ceritanya full sama keluarga *aduh, tapi minus Mas Didik ding*.
Tiap hari bangun jam setengah tiga pagi, lalu bantuin Mami masak di dapur. Biasanya menjelang setengah empat acara masak-masak baru selesai. Santap sahur bareng keluarga diiringi dengan nonton Tafsir Al-Mishbah. Pengen cerita sedikit soal program acara yang satu ini.
Beberapa tahun belakangan ini, keluargaku jadi pelanggan setia acara Tafsir Al-Mishbah, karena beberapa tahun belakangan ini di rumahku gencar diadakan kampanye anti-nonton-acara-TV-yang-tidak-bermutu, dengan aku sebagai oratornya *hehe*. Berangkat dari keprihatinan yang mendalam mengenai acara-acara TV kita yang makin bobrok, sudah lama aku meniupkan semangat kebencian terhadap acara-acara yang tidak-ada-isinya. Maka sudah sejak lama pula TV di rumahku diwarnai dengan tayangan-tayangan Metro TV *saluran TV paling top di Indonesia* dan menghindari sinetron, infotainment, serta acara-acara hiburan yang tidak-ada-isinya.
Pengaruh acara-acara yang tidak-ada-isinya terhadap pola pikir dan gaya hidup masyarakat ternyata dahsyat lho. Kapan-kapan aku tulis deh. Alhamdulillah keluargaku sepakat untuk meninggalkan acara-acara semacam itu. Sejak dulu TV nggak pernah menjadi barang yang penting di rumah kami, jadi nggak masalah kalau TV dimatikan *terutama pas acara-acara yang tidak-ada-isinya tayang*.
Balik ke Tafsir Al-Mishbah. Program waktu sahur yang sarat dengan ilmu dan renungan ini dibawakan dengan apik oleh Quraish Shihab, narasumber favorit keluargaku. Sayang aku nggak tinggal di Jakarta. Kalau iya, aku pasti sudah rajin ikut kajian beliau di Masjid Sunda Kelapa. Acara ini jauh lebih bermutu dibanding acara sahur di TV-TV tetangga yang penuh dengan humor-tanpa-esensi *sampai pengen muntah ngeliatnya, apalagi yang ada Tessi-nya tuh*. Jadi sambil nunggu adzan subuh, biasanya keluargaku nongkrong di depan TV sampai Tafsir Al-Mishbah selesai, dilanjutkan dengan acara Sukses Halal & Syariah, masih di Metro TV.
Habis subuh biasanya aku tidur lagi sampai siang. Setelah bangun, bersih-bersih rumah sebentar, baca koran, nonton Oprah Winfrey Show, atau ngenet. Terus pergi jemput Yesti dari sekolah. Siang harinya nonton Ceriwis dan Wisata Kuliner. Lalu habis ashar, mulai berkutat lagi deh di dapur, bantuin Mami masak-masak lagi. Begitu terus tiap hari. Rada bosen sih, tapi mau gimana lagi. Namanya juga pengangguran *hehe*. Mau main ke rumah temen, mereka udah pada kerja.
Acara buka puasa sekeluarga juga nggak jauh-jauh dari Metro TV: sambil nonton Ensiklopedi Islam yang dibawakan Sandrina Malakiano *wah, sayang banget si mbak yang dulu pernah jadi the best Indonesian news anchor ini udah nggak jadi jurnalis lagi di Metro TV *. Lalu nonton berita Metro Hari Ini sebelum dan sesudah shalat maghrib. Pukul setengah tujuh lebih biasanya aku dan Yesti udah keluar rumah, melanjutkan tradisi tarawih sejak bertahun-tahun lalu. Tarawih di kampungku selalu ramai. Masjidnya makin bagus aja tiap tahun, alhamdulillah. Tapi sayang ramainya cuma pas Ramadhan aja.
Sekarang Ramadhan udah mau selesai. Masya Allah, kok rasanya belum cukup. Serba salah nih. Pengen cepet-cepet sampai ke dua minggu lagi, tapi kok nggak pengen Ramadhan-nya usai. Nah lho...
Tiap hari bangun jam setengah tiga pagi, lalu bantuin Mami masak di dapur. Biasanya menjelang setengah empat acara masak-masak baru selesai. Santap sahur bareng keluarga diiringi dengan nonton Tafsir Al-Mishbah. Pengen cerita sedikit soal program acara yang satu ini.
Beberapa tahun belakangan ini, keluargaku jadi pelanggan setia acara Tafsir Al-Mishbah, karena beberapa tahun belakangan ini di rumahku gencar diadakan kampanye anti-nonton-acara-TV-yang-tidak-bermutu, dengan aku sebagai oratornya *hehe*. Berangkat dari keprihatinan yang mendalam mengenai acara-acara TV kita yang makin bobrok, sudah lama aku meniupkan semangat kebencian terhadap acara-acara yang tidak-ada-isinya. Maka sudah sejak lama pula TV di rumahku diwarnai dengan tayangan-tayangan Metro TV *saluran TV paling top di Indonesia* dan menghindari sinetron, infotainment, serta acara-acara hiburan yang tidak-ada-isinya.
Pengaruh acara-acara yang tidak-ada-isinya terhadap pola pikir dan gaya hidup masyarakat ternyata dahsyat lho. Kapan-kapan aku tulis deh. Alhamdulillah keluargaku sepakat untuk meninggalkan acara-acara semacam itu. Sejak dulu TV nggak pernah menjadi barang yang penting di rumah kami, jadi nggak masalah kalau TV dimatikan *terutama pas acara-acara yang tidak-ada-isinya tayang*.
Balik ke Tafsir Al-Mishbah. Program waktu sahur yang sarat dengan ilmu dan renungan ini dibawakan dengan apik oleh Quraish Shihab, narasumber favorit keluargaku. Sayang aku nggak tinggal di Jakarta. Kalau iya, aku pasti sudah rajin ikut kajian beliau di Masjid Sunda Kelapa. Acara ini jauh lebih bermutu dibanding acara sahur di TV-TV tetangga yang penuh dengan humor-tanpa-esensi *sampai pengen muntah ngeliatnya, apalagi yang ada Tessi-nya tuh*. Jadi sambil nunggu adzan subuh, biasanya keluargaku nongkrong di depan TV sampai Tafsir Al-Mishbah selesai, dilanjutkan dengan acara Sukses Halal & Syariah, masih di Metro TV.
Habis subuh biasanya aku tidur lagi sampai siang. Setelah bangun, bersih-bersih rumah sebentar, baca koran, nonton Oprah Winfrey Show, atau ngenet. Terus pergi jemput Yesti dari sekolah. Siang harinya nonton Ceriwis dan Wisata Kuliner. Lalu habis ashar, mulai berkutat lagi deh di dapur, bantuin Mami masak-masak lagi. Begitu terus tiap hari. Rada bosen sih, tapi mau gimana lagi. Namanya juga pengangguran *hehe*. Mau main ke rumah temen, mereka udah pada kerja.
Acara buka puasa sekeluarga juga nggak jauh-jauh dari Metro TV: sambil nonton Ensiklopedi Islam yang dibawakan Sandrina Malakiano *wah, sayang banget si mbak yang dulu pernah jadi the best Indonesian news anchor ini udah nggak jadi jurnalis lagi di Metro TV *. Lalu nonton berita Metro Hari Ini sebelum dan sesudah shalat maghrib. Pukul setengah tujuh lebih biasanya aku dan Yesti udah keluar rumah, melanjutkan tradisi tarawih sejak bertahun-tahun lalu. Tarawih di kampungku selalu ramai. Masjidnya makin bagus aja tiap tahun, alhamdulillah. Tapi sayang ramainya cuma pas Ramadhan aja.
Sekarang Ramadhan udah mau selesai. Masya Allah, kok rasanya belum cukup. Serba salah nih. Pengen cepet-cepet sampai ke dua minggu lagi, tapi kok nggak pengen Ramadhan-nya usai. Nah lho...
No comments:
Post a Comment