Wednesday, October 18, 2006

Trivialisme

Di postingan lalu aku janji kan, mau nulis tentang pengaruh acara-acara TV yang tidak-ada-isinya terhadap pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Dan betapa penting untuk menghindari acara-acara semacam ini. Dulu aku pernah nulis tulisan serupa untuk buletin Kronika, YPM Salman ITB edisi 1 Oktober 2004. Waktu itu cuma ngebahas tentang infotainment aja sih, tapi kupikir pengaruhnya sama aja kayak acara tidak-ada-isinya yang lain. Ini dia.

Infotainment dan Tanggung Jawab Pers

Di tengah perjuangan kemerdekaan pers di negeri ini, di saat pers yang berani bersuara lantang meneriakkan kebenaran sedang tersaruk menghadapi tuntutan, kita juga dihadapkan pada masalah etika tentang pemberitaan pers oleh tayangan-tayangan infotainment. Konsep awalnya, infotainment adalah acara yang menggabungkan antara informasi (information) dan hiburan (entertainment). Tetapi sesungguhnya, acara-acara semacam ini adalah gunjingan tentang orang ternama alias gosip.

Acara-acara infotainment yang menjejali layar televisi kita memiliki nama-nama yang berbeda, tetapi kemasannya hampir sama dan seragam. Kabar terbaru tentang seorang artis akan diberitakan sama hampir di semua acara-acara itu. Acara semacam ini memang menguntungkan pihak televisi karena pembuatannya murah dan menarik banyak iklan. Apalagi masyarakat sendiri menggemari berita-berita tentang orang-orang ternama. Makin seru, dramatis, dan kontroversial pemberitaannya, makin asyik orang menonton dan makin senang pula stasiun televisi menayangkannya.

Paul Kennedy, dalam bukunya Preparing for the Twenty First Century, menulis tentang trivialism, yaitu kecenderungan untuk menyukai hal-hal remeh. Kennedy meramal, trivialism yang diproduksi media massa akan membuat AS di masa depan tertinggal dan mengalami kebangkrutan ekonomi. Nah, bukankah materi yang disajikan oleh tayangan infotainment di negeri kita sungguh remeh, tak penting, tetapi membuat penonton menyukainya? Itulah trivialism!

Dengan gemar menyaksikan acara-acara infotainment, kita akan kehilangan kesempatan untuk menyadari substansi, perenungan, atau kedalaman dari hal-hal yang penting dan berguna, karena kita telah terbuai oleh hal-hal yang remeh saja. Yang lebih parah, muncul masalah etika karena banyak hal pribadi yang diangkat media ke wilayah publik melalui acara-acara infotainment. Banyak hal yang ditampilkan sangat mungkin melukai perasaan orang lain, amoral, dan tidak pantas.

Soal etika tampaknya dilupakan oleh media semacam ini. Sebab, selain pembuatnya kehilangan sensitivitas untuk menilai bahwa hal tersebut bermasalah, juga karena masyarakat menggemari santapan-santapan trivialism. Lalu, apalah artinya perjuangan media lain yang menjunjung kode etik dan menyuarakan kebenaran? [yustika]

1 comment:

  1. kmrn pas ak pulang... heran jg liat infotainment yg skr ini. kok jadi gitu banget ya. mencecar banget. ih nyebelin banget deh liat gaya reporternya. yg ditanya kok ya mau2nya jawab. kl ak mah, mendingan no comment ajah

    ReplyDelete