Gambar diambil dari sini |
Bagi banyak orang yang selama dua tahun merasa terkekang karena “dilarang” mudik, bulan ini adalah kesempatan besar untuk menuntaskan keinginan pulang kampung dan berlebaran bersama kerabat di kampung halaman. Entah sejak kapan budaya mudik saat lebaran mendarah daging bagi masyarakat Indonesia. Apa pun dilakukan demi bisa mudik, baik dari segi kemampuan fisik maupun kemampuan finansial. Masih teringat jelas dulu sebelum semua hal serba online, orang-orang rela mengantri berjam-jam demi selembar tiket untuk pulang kampung.
Untuk aku pribadi, sebenarnya lebaran pertama saat pandemi–di mana banyak orang merasa resah karena tidak bisa mudik–adalah lebaran paling menenangkan bagiku. Aku tak perlu repot menempuh perjalanan mudik, tak perlu ribet mengatur jadwal silaturahmi, dan tak perlu merasa kelelahan dengan segala mobilitas ke sana kemari. Bagaikan blessing in disguise, aku bisa fokus beribadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
Namun, segala hal selalu ada plus minusnya. Di balik ketenangan yang kurasakan, sanak saudara di kampung halaman merasa rindu dengan kami yang selama ini merantau. Mereka menitipkan harap supaya tahun ini kami bisa pulang dan merayakan Idulfitri bersama. Lebaran memang menjadi momen yang ditunggu untuk melepas kangen dan menyambung silaturahim dengan keluarga besar. Tampaknya tahun ini aku harus legowo untuk kembali mengalami keriuhan Idulfitri.
“Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan.” (H.R. Bukhari-Muslim)
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menyambung keluarga (silaturahmi).” (H.R. Bukhari)
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan aku ke surga”. Rasulullah menjawab, “Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahmi”. (H.R. Bukhari)
Membaca hadis-hadis tentang keutamaan menyambung silaturahim, mungkin aku memang harus melepaskan keegoisan dan mengubah mindset bahwa mudik ini tak hanya menjadi sebuah momen pribadi, tetapi juga menjadi sarana untuk menggembirakan orang tua dan menjaga tali kerabat. Mumpung semuanya masih sehat, mumpung selagi sempat. Ibadah bulan Ramadan yang sedikit banyak jadi terganggu, semoga diganti-Nya dengan pahala menyambung tali silaturahmi. Seperti yang dikatakan oleh @abun_nada, “Siapa yang mempermudah kaum muslimin untuk menyambung tali silaturahmi, semoga Allah limpahi kemudahan baginya dan keluarganya.”
No comments:
Post a Comment