Monday, March 08, 2021

Setahun Kisah Pandemi


Aku tak akan pernah lupa hari di mana hidupku berubah. Tepat setelah hari ulang tahunku tahun lalu, pemerintah memberlakukan lock down di seluruh negeri. Cerita tentang pandemi yang dulu hanya bisa kubaca di sejarah dunia kini menjelma nyata di depan mata. Kasus demi kasus yang tadinya hanya terjadi di luar negeri dan terasa jauh di belahan bumi lain, kini benar-benar merangsek masuk ke Indonesia dan membuat suasana menjadi mencekam.

Ada banyak kisah duka tentang pandemi: kisah kehilangan orang terkasih, kisah kehilangan sumber mata pencaharian dan naiknya angka pengangguran, juga kisah perjuangan bertahan hidup yang sungguh menyayat hati. Dan hidupku sepenuhnya berubah ketika angka penderita COVID-19 di negeri ini melonjak sangat tinggi pada kuartal terakhir tahun lalu. Tepat pada hari ulang tahun anakku yang kedua, hasil tes PCR suami keluar dan statusnya positif dengan nilai CT yang cukup rendah.

Sebagai karyawan sebuah perusahaan swasta di Jakarta, suamiku memang masih sering bolak-balik Jakarta-Bandung. Malam itu suami pulang dalam keadaan demam, batuk, dan menggigil. Sekujur badannya terasa sakit. Setelah hasil tes PCR-nya keluar, kami memutuskan untuk mencari kamar rawat inap karena kondisinya bergejala cukup berat. Kami juga tidak mau mengambil risiko dia tetap di rumah karena ada bayi dan lansia di keluarga kami. Alhamdulillah suami mendapat kamar di salah satu rumah sakit tanpa menunggu terlalu lama.

Saat suamiku dirawat, duniaku runtuh satu demi satu. Berkejaran dengan aktivitas mengasuh empat anak, mengawasi mereka PJJ sambil tetap bekerja dari rumah dengan sistem WFH, juga mengirim keperluan suami ke rumah sakit tiap hari kadang membuatku limbung. Apalagi ketika kondisi suami mulai menurun: kedua paru-parunya meradang, saturasi oksigennya tidak stabil, dan dia mulai merasakan sesak. Berbagai macam ketakutan dan kekhawatiran menyeruak. Kekalutan menghimpit dadaku hingga membuat air mataku mengalir hampir tiap hari.

Dari Shuhaib bin Sinan dia berkata, Rasulullah bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya” (HR Muslim)

Aku sungguh beruntung karena dukungan dari kerabat dan teman terus mengalir. Meskipun kadang kondisi suami melemah dan membuatku khawatir, aku tetap memanjatkan syukur karena aku, orang tua, dan anak-anak semuanya dalam kondisi sehat dengan hasil tes PCR negatif. Setiap hari kami menghubungi suami dan memberinya semangat untuk terus berjuang.

Hingga tibalah saat itu: hari ketika suami akhirnya bisa pulang ke rumah setelah dua puluh lima hari. Kalimat kesyukuran tak henti-hentinya menghiasi lisan dan batin kami. Dalam peristiwa dahsyat yang mengguncang jiwa kadang kita disadarkan bahwa hanya Allah satu-satunya yang kita punya. Sungguh tidak ada daya dan upaya melainkan hanya berasal dari pertolongan-Nya. Akibat pandemi, kini semua peristiwa hidup tak lagi sama di mataku.

No comments:

Post a Comment