Monday, March 22, 2021

Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental Saat Pandemi


Di masa pandemi seperti sekarang ini, kesehatan menjadi sesuatu yang tak ternilai harganya. Sebagai upaya mencegah sekaligus memutus rantai penularan Covid-19, kami sekeluarga selalu menerapkan perilaku 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Kami juga tak lupa untuk sering-sering menyemprot tangan dengan cairan pembersih tangan dan menyemprot barang belanjaan dengan cairan disinfektan.

Selain beberapa kebiasaan baru tersebut, upaya menjaga kesehatan keluarga juga kami lakukan dengan memperhatikan asupan. Alhamdulillah selama ini kami sudah terbiasa mengonsumsi sayur dan buah. Imunitas keluarga ditingkatkan dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen tambahan. Salah satu hal yang agak susah dilakukan adalah minum air putih secara cukup per hari. Aku harus selalu mengingatkan suami dan anak-anak untuk rajin minum air putih karena mereka acap kali terlupa, apalagi jika sudah disibukkan dengan PJJ atau WFH. Berdasarkan penelitian, kebutuhan air minimal setiap orang adalah 50 ml per kg berat badan. Konsumsi air adalah hal yang sangat penting karena air merupakan komponen tubuh yang terbesar (60-70% dari berat badan), serta memiliki fungsi untuk membuang kotoran dari tubuh, menyediakan kelembaban, dan membawa nutrisi ke sel.

Upaya yang tak kalah penting untuk menjaga kesehatan fisik adalah dengan melakukan olahraga secara rutin. Jauh sebelum pandemi muncul, aku dan suami sudah terbiasa berolahraga. Aku rutin melakukan senam aerobik sejak 2005, beryoga sejak 2013, dan berlari sejak 2015. Setahun yang lalu ketika wabah Covid-19 mulai melanda Indonesia, perlombaan lari banyak dibatalkan, menyusul kemudian sarana-sarana olahraga ditutup. Aku sempat kebingungan dan merasa kehilangan karena sudah terbiasa berlari di track Saraga dan sudah terbiasa mengikuti perlombaan lari secara berkala. Euforia berolahraga outdoor benar-benar menjadi sebuah kehilangan yang besar.

Orang bijak mengatakan bahwa bila ada satu pintu tertutup, bisa jadi pintu yang lain tengah membuka. Begitu pula yang akhirnya aku rasakan. Aku tetap berlari, tapi beralih ke aktivitas road running: kadang berlari di jalanan kompleks, kadang berlari di jalan raya. Proses ini juga membutuhkan adaptasi karena berlari di jalan tentu berbeda dengan berlari di lintasan. Berlari di jalan membutuhkan fokus dan perhatian lebih karena kita harus selalu waspada terhadap pengguna jalan lain dan kondisi jalan yang tidak ideal (tidak ada trotoar, berlubang, dsb.). Berlari di jalan juga membutuhkan peralatan lari yang lebih lengkap: tas pinggang untuk menyimpan botol minum, gelang identitas, dan sepatu lari yang lebih empuk.

Aku juga mulai mengikuti kelas-kelas olahraga secara daring, seperti kelas yoga dan kelas pound fit. Bahkan dengan adanya sistem WFH yang fleksibel, aku bisa mengatur waktu olahraga sesuai kebutuhan dan mengikuti kelas-kelas yang selama ini belum pernah aku ikuti, seperti kelas dance cover dan kelas privat dengan pelatih pribadi di tempat gym. Keleluasaan waktu seperti ini benar-benar aku syukuri karena aku dapat dengan mudah mengatur jadwal kerja, jadwal olahraga, sekaligus mendampingi anak-anak melakukan PJJ.

Tentunya kebiasaan yang bersifat penjagaan kesehatan fisik harus diikuti dengan kebiasaan untuk menjaga kesehatan mental. Pada awal pandemi aku sempat terkena serangan panik: hampir tiap malam aku tidur dengan ketakutan sambil memeluk anak-anak, membayangkan jika kami terkena Covid-19. Kemudian, ketika akhirnya hal itu benar-benar terjadi pada suamiku, aku sempat terkena depresi ringan. Covid-19 ini benar-benar meluluhlantakkan jiwa dan raga.

Kami berusaha menguatkan mental dan iman keluarga dengan lebih sering mengikuti kajian keislaman. Alhamdulillah dengan adanya pandemi, banyak sekali kajian yang diadakan secara daring, baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Setiap akhir pekan, jadwal kajian padat merayap. Kemudahan ini sungguh kami syukuri karena bila kajian-kajian tersebut diadakan secara luring, belum tentu kami bisa menghadiri karena terhalang jarak dan waktu.

Allah tidak menurunkan ujian di luar kesanggupan hamba-Nya. Bersama kesulitan pandemi yang datang, sesungguhnya Allah juga tengah menurunkan kemudahan-kemudahan.




No comments:

Post a Comment