Dalam kajian yang aku ikuti pekan lalu, aku belajar banyak mengenai takdir dan pilihan. Di dunia ini, ada hal-hal yang tidak kita kuasai dan sepenuhnya menjadi wilayah kekuasaan Allah. Manusia, alam semesta, dan seluruh kehidupan sesungguhnya dikendalikan oleh ketentuan-Nya. Ada yang menyebutnya qada. Sebagian besar dari kita mengenalnya sebagai takdir.
Demikian pula halnya dengan pandemi, ia datang ke
tengah-tengah kita sebagai salah satu ketentuan dari Allah. Ada beberapa aspek
terkait takdir dan pilihan yang sejatinya dapat membantu kita memahami
kejadian-kejadian yang digariskan-Nya. Setelah kita paham bahwa pandemi
merupakan takdir dari-Nya, kita harus memilih penyikapan yang tepat dalam
menghadapinya. Mengapa? Karena takdir adalah ketentuan yang telah tertulis di
Lauh Mahfuzh: kita tidak dapat mengubahnya dan kita tidak akan di-hisab
karenanya. Sikap kita terhadap takdirlah yang akan di-hisab, dan hal itu akan menentukan apakah kita akan diganjar pahala atau dosa.
Akibat pandemi, banyak sekali nyawa melayang. Hal itu
mungkin tampak menyedihkan di mata manusia, tetapi sesungguhnya ada balasan
yang diberikan Allah untuk orang-orang yang wafat karena pandemi. Dari Aisyah
ra, ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang tho'un. Rasulullah
lalu menjawab, 'Sesungguhnya wabah tho'un (penyakit menular dan mematikan) itu
adalah ujian yang Allah kirimkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan
Allah juga menjadikannya sebagai rahmat (bentuk kasih sayang) bagi orang-orang
beriman. Tidaklah seorang hamba yang ketika di negerinya itu terjadi tho'un
lalu tetap tinggal di sana dengan sabar (doa dan ikhtiar) dan mengharap pahala
di sisi Allah, dan pada saat yang sama ia sadar tak akan ada yang menimpanya
selain telah digariskan-Nya, maka tidak ada balasan lain kecuali baginya pahala
seperti pahala syahid.'" (H.R. Al-Bukhari).
Dalam hadis lain disebutkan dari Abu Hurairah diriwayatkan
Rasulullah SAW bersabda, "Orang syahid itu ada lima: orang terkena wabah
penyakit, orang mati karena sakit di dalam perutnya, orang tenggelam, orang
tertimpa reruntuhan bangunan, dan orang syahid di jalan Allah (mati dalam
perang di jalan Allah)." (H.R. Al-Bukhari).
Kita tentu ingat janji Allah dalam Q.S. Al-Insyirah: 5-6, bahwa sesungguhnya bersama kesulitan … Allah juga menurunkan kemudahan.
Bukankah di masa pandemi yang menyesakkan ini, kita juga berbahagia karena
dapat leluasa membersamai anak sepanjang hari karena mereka menjalani PJJ?
Bukankah kita lantas dapat dengan mudah menemani suami bersantap siang di meja
makan karena ia sedang WFH? Bukankah dengan keterbatasan mobilitas, kita justru
dapat dengan mudah mengakses kajian dan event daring yang tinggal diklik
seujung jari?
Bahasan tentang takdir selalu terasa pelik dan membingungkan.
Namun, sesungguhnya tidak demikian. Takdir apa pun yang menimpa kita, harus kita
imani bahwa itu adalah ketentuan Allah yang terbaik. Hidup ini semudah
menjalani pilihan yang berpahala karena itulah yang akan dimintai
pertanggungjawaban. Sementara untuk hal-hal yang memang tidak dapat kita ubah,
kita harus mensyukurinya, baik itu pahit maupun manis. Tidak
ada kejadian sia-sia di muka bumi ini. Ada hikmah yang dapat selalu kita
petik.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.'" (Q.S. Ali
Imran: 190-191)