Dalam rangka mencari opini lanjutan dari sebanyak-banyak ahli tentang skoliosisku, pada 22 Juni 2010 aku berangkat ke RS Halmahera untuk berkonsultasi dengan dr. Husodo Dewo Adi, SpOT, K-Spine. Beliau ini seorang ahli medis mengenai tulang belakang di Bandung yang direkomendasikan oleh seorang teman.
Aku tak tahu kalau pendaftaran bisa dilakukan lewat telepon. Alhasil ketika aku sampai pukul 17.15, aku mendapat nomer antrian 8 padahal praktek baru saja dimulai. Sambil menunggu dipanggil, aku memperhatikan pasien-pasien yang datang. Durasi mereka berada di dalam ruang praktek rata-rata memakan waktu cukup lama. Aku berharap hal ini berarti dokternya memberikan waktu sebanyak-banyaknya untuk observasi pasien dan berkenan memberikan waktu tanya-jawab yang memuaskan.
Setelah menunggu hampir dua jam, pukul 19.10 aku dipanggil. Dugaanku tak meleset. Dari pengamatan sepintas ketika dr. Husodo Dewo Adi, SpOT, K-Spine mengantar pasien-sebelumku ke pintu, aku langsung tahu bahwa beliau betul-betul enak dijadikan tempat berkonsultasi.
Dengan ramah beliau menyambut diriku yang langsung mengangsurkan hasil rontgen sambil berkata, “Apa yang bisa Dokter ceritakan dari hasil rontgen ini?”
Dengan detil beliau menjelaskan foto-foto itu sambil memberiku kesempatan bertanya. Ketika beliau merasa sudah cukup menjelaskan dan memasukkan kembali foto-foto itu ke dalam amplopnya, kemudian demi melihatku yang masih terus menanyakan beberapa pertanyaan lanjutan, dengan rela beliau mengeluarkan foto-foto dan kembali menjelaskan. Ah, baiknya. Penjelasan yang sangat simpatik.
Terlepas dari pribadi sang dokter yang menyenangkan, berikut ini kesimpulan yang kudapatkan dari sesi konsultasi ini.
Tak terasa hampir lima belas menit aku di dalam. Beginilah sikap dokter yang aku cari: komunikatif, bersedia menjelaskan dengan baik, membuka diri untuk segala pertanyaan, dan memberi kesempatan untuk bertanya sebanyak-banyaknya—sampai-sampai aku kehabisan pertanyaan, hehehe.
Ternyata beliau kenal dengan dr. F (baca di sini), dan mengatakan memang ada sedikit beda pandangan dengan dr. F mengenai apakah aku masih boleh senam aerobik atau tidak. Yah, untunglah sejauh ini dua dari tiga dokter yang kutanyai mengatakan aku masih boleh senam. Jadi, aku akan terus senam, alhamdulillah. Yes, I’m back on stage!
Benang merah dari ketiga dokter itu adalah: bahwa aku harus melakukan evaluasi berkala untuk mengetahui progresivitas kurva kelengkungan tulang belakangku pada masa-masa selanjutnya. Memang harus disadari, penyakit ini bukan sekedar penyakit seperti flu, melainkan suatu kelainan yang melekat seumur hidup. Menjadikan tulang belakangku kembali lurus adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin. Yang bisa dilakukan hanyalah menjaganya supaya tidak bertambah lengkung lagi. Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Aku tak tahu kalau pendaftaran bisa dilakukan lewat telepon. Alhasil ketika aku sampai pukul 17.15, aku mendapat nomer antrian 8 padahal praktek baru saja dimulai. Sambil menunggu dipanggil, aku memperhatikan pasien-pasien yang datang. Durasi mereka berada di dalam ruang praktek rata-rata memakan waktu cukup lama. Aku berharap hal ini berarti dokternya memberikan waktu sebanyak-banyaknya untuk observasi pasien dan berkenan memberikan waktu tanya-jawab yang memuaskan.
Setelah menunggu hampir dua jam, pukul 19.10 aku dipanggil. Dugaanku tak meleset. Dari pengamatan sepintas ketika dr. Husodo Dewo Adi, SpOT, K-Spine mengantar pasien-sebelumku ke pintu, aku langsung tahu bahwa beliau betul-betul enak dijadikan tempat berkonsultasi.
Dengan ramah beliau menyambut diriku yang langsung mengangsurkan hasil rontgen sambil berkata, “Apa yang bisa Dokter ceritakan dari hasil rontgen ini?”
Dengan detil beliau menjelaskan foto-foto itu sambil memberiku kesempatan bertanya. Ketika beliau merasa sudah cukup menjelaskan dan memasukkan kembali foto-foto itu ke dalam amplopnya, kemudian demi melihatku yang masih terus menanyakan beberapa pertanyaan lanjutan, dengan rela beliau mengeluarkan foto-foto dan kembali menjelaskan. Ah, baiknya. Penjelasan yang sangat simpatik.
Terlepas dari pribadi sang dokter yang menyenangkan, berikut ini kesimpulan yang kudapatkan dari sesi konsultasi ini.
- Senada dengan dr. Rahyussalim, SpOT, K-Spine, pada dasarnya beliau mengatakan bahwa derajat skoliosisku masih ringan dan tidak perlu membatasi gerakan. “Semuanya normal, hanya ada sedikit lengkungan,” begitu kata beliau.
- Tulang dan persendianku bagus, alhamdulillah.
- Mendekati umur tiga puluh tahun, mungkin elastisitas otot di area tulang belakang agak berkurang. Ditambah dengan persendian tulang belakang yang sering berbenturan akibat gerakan senam yang rutin, bisa menyebabkan pegal di daerah punggung. Untuk itu beliau menyarankan aku mengurangi frekuensi senam aerobik dan menambah frekuensi berenang dan senam fisioterapi.
- Aku masih boleh senam aerobik (“Kenapa tidak?” kata beliau) tetapi harus diimbangi dengan berenang dan senam fisioterapi, plus mencoba olahraga lain (misal: jogging, voli) agar olah tubuhku tidak melulu senam aerobik.
- Senada dengan dr. Rahyussalim, SpOT, K-Spine lagi, boleh-boleh saja aku melakukan yoga karena itu sesungguhnya untuk melatih teknik pernapasan dan boleh-boleh saja aku mencoba chiropractic karena itu sesungguhnya hanya terapi untuk meredakan keluhan nyeri punggung.
- Tas ransel lebih baik daripada tas selempang atau tas wanita yang kebanyakan disandang hanya di sebelah tubuh.
- Aku harus datang dua bulan lagi untuk kontrol.
Tak terasa hampir lima belas menit aku di dalam. Beginilah sikap dokter yang aku cari: komunikatif, bersedia menjelaskan dengan baik, membuka diri untuk segala pertanyaan, dan memberi kesempatan untuk bertanya sebanyak-banyaknya—sampai-sampai aku kehabisan pertanyaan, hehehe.
Ternyata beliau kenal dengan dr. F (baca di sini), dan mengatakan memang ada sedikit beda pandangan dengan dr. F mengenai apakah aku masih boleh senam aerobik atau tidak. Yah, untunglah sejauh ini dua dari tiga dokter yang kutanyai mengatakan aku masih boleh senam. Jadi, aku akan terus senam, alhamdulillah. Yes, I’m back on stage!
Benang merah dari ketiga dokter itu adalah: bahwa aku harus melakukan evaluasi berkala untuk mengetahui progresivitas kurva kelengkungan tulang belakangku pada masa-masa selanjutnya. Memang harus disadari, penyakit ini bukan sekedar penyakit seperti flu, melainkan suatu kelainan yang melekat seumur hidup. Menjadikan tulang belakangku kembali lurus adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin. Yang bisa dilakukan hanyalah menjaganya supaya tidak bertambah lengkung lagi. Laa haula wa laa quwwata illa billah.
No comments:
Post a Comment