Tuesday, June 02, 2009

Ayahku Idolaku

Dulu ketika aku menjalani masa kehamilan dan masa awal lahirnya Hanif, aku hampir selalu khawatir bila Hanif tidak punya figur kuat tentang ayahnya. Kehadiran ayahnya yang cuma dua hari setiap minggu cukup beralasan untuk membuatku berpikir bahwa ia tidak akan pernah bisa akrab dan dekat dengan ayahnya. Bagiku ini adalah masalah pelik, mengingat ia laki-laki dan butuh figur ayah sebagai role model. Ternyata dugaanku meleset.

Tiap kali Ayah datang, Hanif dengan semangat empat lima menyongsongnya. Sambil tertawa-tawa riang, ia menghambur ke pelukan Ayah. Selanjutnya bisa ditebak. Selama akhir pekan, tak mau dia pisah dari Ayah. Inginnya bermain-main terus bersama Ayah, tak peduli malam sudah larut sekalipun. Bunda jadi tak laku, apalagi si Mbak.

Berdua, mereka memainkan permainan yang tak pernah Hanif mainkan bersama Bunda. Permainan laki-laki, sebut Bunda. Seperti loncat-loncatan, jungkir balik, gendong-gendongan di atas pundak dan punggung, dan sederet permainan lain yang Bunda males mainkan karena bikin capek, hehehe.

Syukurlah kalau Hanif sangat dekat dengan Ayah. Meskipun masih kecil, ia sudah punya ikatan dengan Ayah. Tak apalah Bunda tak laku, toh jadi malah bebas punya waktu untuk diri sendiri, hehehe.

No comments:

Post a Comment