Friday, June 25, 2010

My Lovely Scoli


Seperti yang aku tulis di tulisanku sebelumnya, aku menderita skoliosis thorakolumbal dengan angulus 14 derajat ke kiri. Disebut thorakolumbal karena areanya terdapat pada thoracic spine dan lumbar spine (baca keterangannya di sini). Informasi ini kudapat setelah membaca surat dari dokter spesialis radiologi yang menganalisa foto rontgen-ku.


Pada gambar di atas, sudut 14 derajat diukur dari ruas T11 sampai L3. Tapi kalau kulihat-lihat lagi, sebenarnya bentuk melengkungnya itu sudah dimulai dari ruas T9, terus memanjang sampai ruas L5 (huaaa, hiks hiks).

dr. F, dokter ortopedi yang memeriksaku pertama kali, bukan tipe dokter yang simpatik dan enak diajak diskusi atau konsultasi. Hanya melihat hasil rontgen selama satu detik, dia langsung memasukkan foto-foto itu kembali ke dalam amplopnya. Dia hanya menyarankanku untuk berenang dan meresepkan obat pereda nyeri punggung. Ketika kutanya apakah aku masih boleh senam aerobik, dia langsung melarang keras. Ketika aku bertanya lagi apakah aku perlu yoga, chiropractic atau adakah terapi lain yang bisa kulakukan, dia berkata bahwa semua itu tidak akan ada pengaruhnya.

Sambil terus melarang aku untuk senam aerobik, dia mengatakan beberapa kalimat seperti, “Senam nggak boleh karena ada loncatnya. Saya pernah jadi pelatih senam osteoporosis, jadi saya tahu.”, “Jangan angkat yang berat-berat.”, “Kamu mau saya bohongin dengan terapi macam-macam? Semua itu nggak akan ada pengaruhnya.”, “Chiropractic itu buat kaki, bukan buat kayak gini.”, “Emangnya kamu mau dioperasi? Operasi itu nggak enak.”, “Mau sakit apa mau sehat?”

Baru aku akan membuka mulut untuk bertanya lebih lanjut, pandangannya seolah berkata, “Mau nanya apa lagi?”. Cepat dia bilang, “No no no. Pokoknya berenang, berenang, berenang.”

Alih-alih mendapat kejelasan tentang skoliosis yang aku hadapi, aku malah mendapat serangan yang bertubi-tubi tentang tidak boleh melakukan ini-itu. FYI, selama lima tahun terakhir ini aku rutin melakukan senam aerobik 2-3 kali seminggu, sehingga kenyataan bahwa aku tidak boleh senam lagi cukup memukul kesadaranku. Bagaimana tidak sedih kalau hal itu sudah benar-benar menjadi bagian hidup? Tidak bermaksud lebay, tapi yes... it’s been a part of my life for years.

Gontai aku melangkah keluar dari ruangan dokter. Sambil menunggu resep di bagian farmasi, tanpa sadar air mata menitik. Shock karena membaca hasil rontgen lima hari sebelumnya bertambah dengan shock hari itu karena pernyataan dokter yang—menurutku—keras.

Shock ini lebih kepada kesadaran tentang: ya Allah, ternyata aku cacat. Aku tidak bisa berbuat ini-itu akibat kelainan tulang belakang ini. Tapi untungnya shock ini cuma bertahan beberapa hari. Aku bertekad: oke, kalau memang aku ditakdirkan dengan kelainan ini, lalu apa yang bisa kuperbuat?

Pada kelas senam aerobik hari berikutnya, sambil melaraskan diri dengan irama yang berdentam, aku berpikir dengan hati basah: ya Allah, olahraga yang sedemikian menyenangkannya seperti ini... mengapa aku sampai tidak boleh melakukannya? Sore itu aku bertekad: aku akan mencari tahu sebanyak-banyaknya tentang skoliosis, kalau perlu akan menuliskannya di blog untuk berbagi informasi bagi sebanyak-banyak orang yang mungkin bisa merasakan manfaatnya, serta akan mencari opini lanjutan dari sebanyak-banyak ahli tentang skoliosisku ini. Aku bertekad: I’ll do anything to keep moving. Bismillah...

Skoliosis [2]: Penanganan

Penanganan Medis

Meskipun tidak harus dilakukan, skoliosis yang parah sebaiknya dioperasi, demikian menurut dr. Luthfi Gatam, SpOT. dr. Michael Cornish juga menegaskan bahwa operasi merupakan usaha terakhir. “Perawatan-perawatan lain harus dicoba terlebih dulu. Jika kondisinya terus memburuk hingga tahap sangat serius (membahayakan jiwa penderita), maka perlu dipertimbangkan untuk dioperasi,” tutur dr. Michael.

dr. Luthfi Gatam, SpOT. mengatakan, jika baru pada tahap 20 derajat (disebut Cobb angle), hanya akan dilakukan observasi saja. Tahap 20 sampai 40 derajat dianjurkan mengenakan brace, sedangkan lebih dari 40 derajat perlu dilakukan operasi. Namun, operasi tulang punggung kemungkinan besar menimbulkan rasa takut pada pasien semua usia. Apalagi bila dikatakan bahwa penyembuhannya perlu 5-7 hari, sedangkan reda rasa sakit pasca operasi membutuhkan waktu lebih lama lagi. Masih ditambah dengan adanya bekas operasi berupa bekas luka yang memanjang.

Penanganan Lain

Menurut penelitian para ahli sejauh ini, selain penanganan medis, penanganan lain seperti stimulasi elektrik, manipulasi chiropractic, dan terapi fisik cukup efektif. Seorang skolioser bernama Prita tetap menjalani terapi chiropractic dan latihan tertentu yang diberikan oleh chiropractor-nya, meski keadaannya telah membaik. “Agar skoliosis saya tidak bertambah parah,” ujarnya. Skolioser lain bernama Astrid merasakan kemajuan yang sangat nyata setelah mengikuti paket perawatan sejak dini di klinik chiropractic. Sementara Ade Rose mengikuti latihan yoga. “Setiap hari saya melakukan yoga, ibarat minum obat,” kata ibu satu anak ini. Dengan dipandu Ann Baros, seorang master yoga Iyengar, gerakan-gerakan yoga yang dilakukan Ade semakin tepat. “Kini kondisi saya sudah stabil, normal.” Olah tubuh dengan gerakan tertentu yang sesuai kemampuan fisik, bisa membuat kondisi tubuh penderita lebih nyaman.

Berikut ini beberapa penanganan skoliosis yang melibatkan olah tubuh.

Chiropractic

Seorang chiropractor percaya bahwa tubuh memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Penanganan yang dilakukan chiropractor bersifat memberdayakan tubuh agar kembali memiliki mekanisme dan sistem tubuh yang baik. Demikian pendapat dr. Tinah Tan.

Menghadapi pasien skoliosis, chiropractor akan melakukan pemeriksaan dengan mempelajari postur tubuh pasien (examine posture), mengamati pergerakan tubuh (motion palpation), dan memeriksa ototnya (static palpation). Pasien diminta membuat foto X-ray untuk memastikan kondisi kurva tulang belakangnya. Jika ditemukan adanya masalah, akan dilakukan koreksi (adjustment) dan terapi, atau perawatan (treatment). Pasien juga diminta melakukan latihan tertentu (exercise) dan olahraga yang disarankan.

Olahraga yang disarankan untuk pasien skoliosis antara lain berenang gaya bebas, jogging, yoga, pilates, dan taichi. “Yang penting teknik dari olah tubuh yang dilakukan harus benar,” ujar dr. Tinah Tan.

Yoga

Gerakan yoga untuk pasien skoliosis ditujukan untuk mengoreksi dengan cara menarik dan mengarahkan tulang belakang secara tepat, ke depan, samping kiri, dan samping kanan. Demikian menurut Ann Barros, guru yoga asal Santa Cruz, Amerika Serikat, yang sejak kecil menderita skoliosis bawaan. Lebih dari 30 tahun ia mengajar yoga Iyengar. Gerakan ditujukan untuk menarik dan mengembalikan tulang belakang pada posisinya yang alami. “Bukan lurus melainkan ada lengkungannya,” ujarnya.

Jadi, dalam menentukan terapi pasien skoliosis, Ann Barros tidak bisa menerapkan sembarang gerakan yoga, tetapi harus mengobservasi pasien terlebih dulu dengan melihat hasil X-ray untuk mengetahui derajat keparahannya. “Ada kalanya saya harus membahasnya dengan seorang ahli tulang belakang,” tutur Ann yang awal Agustus lalu datang ke Jakarta atas undangan Jakarta Do Yoga.

Dalam memandu gerakan pun Ann tidak memaksa, karena semua gerakan merupakan bagian dari observasi. Dari keterbatasan gerak yang dilakukan pasien, sedikit demi sedikit Ann bisa menentukan ketepatan gerak serta alat bantu terapi bagi pasien.

Menurut Elise B. Miller, ahli yoga, dalam tulisannya di situs Yoga for Teens with Scoliosis, latihan gerakan yoga (asana) ditujukan untuk memperbaiki postur dan meningkatkan kelenturan dan kekuatan otot, dengan cara menarik dan memperkuat otot-otot yang menunjang tulang belakang. Posisi Adho Mukha Svanasana dan Urdhva Mukha Svanasana baik untuk membentuk dan memperbaiki lengkungan dan rotasi tulang belakang. Sedangkan Bharadvajasana untuk memperkuat kaki sebagai penyangga tulang belakang.

Pilates

Ada enam prinsip dalam pilates yang efektif membantu penderita skoliosis, yaitu concentration, control, centering, precision, flow of movement, dan correct breathing technique. Demikian tutur Nancy Wuisan dari Pilates Bodymotion, Bimasena Club, The Dharmawangsa Jakarta.

Concentration artinya setiap gerakan dan hitungan dalam pilates harus dilakukan dengan penuh konsentrasi. Control artinya setiap gerakan harus terkontrol oleh pikiran, jadi bukan pikiran yang dikontrol oleh tubuh. Centering artinya perhatian harus terpusat pada tujuan berlatih pilates, misalnya tujuannya untuk meringankan skoliosis. Precision, setiap gerakan harus dilakukan dengan perhitungan yang tepat, misalnya kalau harus mengangkat kaki setinggi 90 derajat ya harus tepat 90 derajat. Flow of movement berarti gerakan yang dilakukan harus urut dan berkesinambungan, menggunakan napas yang benar yaitu pernapasan perut. Pernapasan perut dapat mendorong tulang belakang bersama otot-ototnya kembali berfungsi secara seimbang.

“Dengan gabungan dari enam prinsip dasar tersebut, tulang akan membantu mengoreksi skoliosis,” tutur Nancy. Postur tubuh dan pernapasan yang benar, otot yang elastis, akan membuat organ tubuh termasuk tulang belakang kembali berfungsi dengan baik. “Pilates dengan bantuan alat-alat berusaha menyeimbangkan otot-otot, melenturkan otot yang meregang, dan membuat persendian menjadi lebih sehat. Latihan diberikan setahap demi setahap sesuai kemampuan pasien, karena tidak semua gerakan cocok untuk semua pasien skoliosis. Dari gerakan-gerakan awal, bisa diketahui tingkat keparahan pasien. Dengan demikian dirancanglah sebuah program untuk mengatasi masalah yang dideritanya.”

Meskipun kini banyak beredar buku dan VCD tentang pilates, namun Nancy Wuisan tidak menganjurkan penderita belajar sendiri. “Setiap pasien memiliki kebutuhan yang berbeda. Pilates yang dicontohkan dalam buku dan VCD sifatnya umum. Untuk menghindari cedera atau semakin parahnya skoliosis, sebaiknya latihan dilakukan di bawah pengawasan ahlinya,” tutur Nancy.

Kesimpulan

Secara garis besar, seperti yang aku baca di blog dr. Rahyussalim, SpOT., terapi skoliosis ini terdiri atas 3 macam:
  1. Olah tubuh (berenang, yoga, pilates)
  2. Pemasangan brace
  3. Operasi

Tidak ada yang berani mengatakan bahwa berenang dapat memberikan dampak koreksi pada skoliosis, apalagi menyembuhkan skoliosis itu sendiri. Berenang diyakini hanya mampu memperlambat progresivitas skoliosis.

Sementara operasi merupakan jalan terakhir yang dilakukan setelah upaya olah tubuh tidak berhasil atau memang karena perlu dilakukan penanganan yang cepat, sebab derajat kemiringannya sangat besar dan dapat membahayakan organ-organ tubuh lainnya, misalnya jantung atau paru-paru.

Yang perlu diingat, langkah penting yang harus disadari adalah mengetahui detil skoliosis itu sendiri sebelum melakukan apapun tindakan pengobatannya. Dan untuk mengetahui ini tentunya harus pada orang yang mengerti, konsern, dan ahli, karena setiap kasus skoliosis adalah unik dan berbeda antara satu skolioser dengan yang lainnya.

Sumber:

Skoliosis [1]: Definisi dan Penyebab

Dua pekan yang lalu, 10 Juni 2010, aku mengambil hasil rontgen di bagian radiologi rumah sakit St. Borromeus. Rontgen ini atas rujukan dokter ortopedi di rumah sakit yang sama ketika aku berkunjung untuk konsultasi dua hari sebelumnya. Setelah membaca hasil rontgen, aku tertegun dan sedikit shock. Mengapa? Ternyata aku menderita skoliosis, Saudara-saudara!

Mengenal Susunan Tulang Belakang Manusia

Sebelum mengenal lebih jauh mengenai skoliosis, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu struktur tulang belakang manusia. Seperti halnya kasus skoliosis dengan segala keunikannya, tulang belakang manusia pun merupakan struktur yang unik dan kompleks. Gambar di bawah ini dapat menjelaskan susunan tulang belakang manusia.


Tulang belakang di bagian leher atau istilah medisnya “Cervical Spine”, terdiri dari 7 ruas yang dalam dunia kedokteran diberi label C1 sampai dengan C7 (Cervical 1 sampai dengan Cervical 7). Seperti terlihat di gambar, C1 jaraknya terdekat dengan tengkorak, sementara C7 terdekat dengan dada. Dokter biasanya menyebut “servikal”.

Tulang belakang di bagian punggung atau istilah medisnya “Thoracic Spine”, terdiri dari 12 ruas yang dalam dunia kedokteran diberi label T1 sampai dengan T12. Sering mendengar dokter menyebutnya dengan istilah “Torakal”. Torakal ini terhubung ke tulang rusuk sehingga bagian tulang belakang ini relatif kaku dan stabil. Pergerakan Torakal tidak sedinamis pergerakan di bagian lain dari tulang belakang manusia.

Tulang belakang di bagian pinggang atau istilah medisnya “Lumbar Spine”. Terdiri dari 5 ruas yang dalam dunia kedokteran diberi label L1 sampai dengan L5 (Lumbar 1 sampai dengan Lumbar 5). Lumbar merupakan bagian tulang belakang yang memiliki penampang terluas dan terkuat sehingga mampu menumpu berat badan manusia.

Selanjutnya adalah Sacrum dan Coccyx. Sakrum yang merupakan bagian dari panggul (pinggul) terdiri dari 5 ruas tulang dan biasanya menyatu pada usia dewasa untuk membentuk satu tulang, sedangkan Coccyx atau yang dikenal dengan tulang ekor memiliki 4 ruas tulang (terkadang 5 ruas) yang juga menyatu membentuk satu tulang.


Pada dasarnya, tulang belakang yang normal memiliki kurva (kelengkungan pada tulang belakang) - seperti gambar di atas, bagian tengah. Jika dilihat dari sisi (tampak samping), akan terlihat bahwa ada kurva keluar (cekung) di bagian tulang belakang leher (cervical spine), kemudian turun ke torakal akan terdapat kembali kurva yang melengkung ke dalam (cembung), dan kurva yang keluar lagi di bagian lumbar.

Pada susunan tulang belakang yang normal, jika dilihat dari depan atau dari belakang kelengkungan kurva tersebut seharusnya tidak tampak dan hanya tegak lurus saja seperti gambar pada sisi kiri dan kanan di atas.

Nah, pada kasus skoliosis kemiringan kurva yang terjadi, melengkung ke arah yang tidak seharusnya (salah), sehingga terjadilah Skoliosis (bisa membentuk kelengkungan tulang belakang yang menyerupai huruf “S” atau huruf “C”).

Apa Itu Skoliosis?

Skoliosis adalah kelainan bentuk tulang belakang yang ditandai melengkungnya tulang belakang ke arah samping (lateral curvature of the spine). Kata skoliosis berasal dari bahasa Yunani scolios yang artinya bengkok atau berputar. Kelainan tulang punggung ini tampak jika dilihat dari belakang.

Jika dilihat dari belakang, tulang punggung yang normal berbentuk garis lurus dari leher sampai ke tulang ekor. Sedangkan pada penderita skoliosis, akan tampak adanya satu atau lebih lengkungan ke samping yang tidak wajar pada punggung.

Seseorang didiagnosa skoliosis jika ditemukan dua macam kelainan pada tulang belakangnya, yaitu:
  1. Lateral curvature: terjadi jika tulang belakang bengkok. Ini bisa dilihat dari belakang ketika penderita pada posisi berdiri dengan tubuh dibungkukkan 90 derajat ke depan. Jika tulang tampak seperti huruf S, bentuknya menyimpang, punggung tidak sama tinggi atau ada tonjolan, berarti skoliosis.
  2. Rotation: terjadi jika ada sendi tulang belakang yang terputar. Kadarnya hanya sedikit, namun selalu ada pada setiap gejala skoliosis. Aspek ini menyebabkan tulang belakang berbentuk berliku. Penyimpangan kurang dari 10 derajat dianggap masih normal.

Apa Penyebab Skoliosis?

dr. Michael Cornish, chiropractor lulusan RMIT, Melbourne, Australia, yang berpraktik di klinik chiropractic di Indonesia, mengatakan, “Secara keilmuan, penyebab skoliosis tidak diketahui. Namun, secara spekulatif, saya menduga salah satu penyebabnya adalah pola makan yang salah dan postur tubuh yang kurang baik.”

Senada dengan pernyataan tersebut, dr. Tinah Tan, chiropractor dari Citylife Chiropractic, mengatakan bahwa kekurangan asam folat pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko sambungan spina tulang belakang pada bayi yang dikandung menjadi tidak sempurna (cacat spina bifida). Keadaan ini dapat memicu skoliosis.

Sedangkan menurut dr. Luthfi Gatam, SpOT., spesialis ortopedi & traumatologi dari RS Fatmawati, bahwa 80% skoliosis tidak diketahui penyebabnya. Ini disebut idiopathic scoliosis. Kata idiopathic menunjukkan bahwa penyebabnya tidak diketahui. Usia penderita bisa di bawah 3 tahun sampai di atas 19 tahun. Literatur terbaru sekalipun masih mengatakan bahwa penyebab patofisiologi terjadinya skoliosis idiopatik belum diketahui. Sekitar tahun 1998 terdapat teori yang mengaitkan patofisiologi ini dengan hormon melatonin. Terdapat dugaan yang kuat bahwa skoliosis ini banyak dipengaruhi oleh sistem hormonal reproduksi (adrenal, hipofisis, ovarium, dsb.) dengan melihat kenyataan bahwa penderita memang pada umumnya wanita dan organ reproduksi yang dimiliki wanita tidak dimiliki oleh kaum pria (demikian sebaliknya).

Banyak literatur tidak menyebutkan skoliosis idiopatik sebagai penyakit keturunan. Namun, seorang wanita yang memiliki saudara yang menderita skoliosis dikatakan memiliki peluang yang besar untuk mengalami skoliosis.

Ada juga skoliosis yang diketahui penyebabnya, yaitu dikategorikan sebagai congenital scoliosis atau kelainan bawaan. Ini disebabkan oleh perkembangan tulang belakang yang tumbuh abnormal. Termasuk kelompok ini adalah sindrom kerdil (osteochondrodystrophy). Contoh-contoh tersebut termasuk kategori skoliosis struktural.

Ada pula skoliosis non-struktural yang disebabkan adanya masalah dengan bagian tubuh lain. Misalnya kaki yang tidak sama panjang, sehingga terjadi lengkungan abnormal pada tulang belakang. Kejang otot dan radang otot juga bisa menimbulkan kelainan tulang belakang. Jika penyebab skoliosis didiagnosa non-struktural, penanganannya bukan reposisi tulang belakang melainkan reposisi bagian tubuh yang menyebabkan skoliosis tersebut.

Akibat dari Skoliosis

Kasus skoliosis memerlukan pemeriksaan atau check-up pada waktu-waktu tertentu secara reguler. Kondisi tulang belakang yang tidak sempurna akan menyebabkan fungsi organ yang ada di dalam tubuh menjadi terganggu. Contohnya, skoliosis bisa menghambat pergerakan rusuk dan volume paru-paru (pulmonary hipertention) sehingga penderita sering sulit bernapas (sesak napas).

Penderita skoliosis juga lebih mudah terkena osteoartritis akibat pergerakan sendi yang terhambat pada satu sisi. Selain itu, skoliosis juga menyebabkan kelelahan tulang dan sendi, sehingga penderitanya sering merasakan nyeri, sakit kepala, kaku otot, atau pegal punggung.

Beberapa penderita bisa mengalami gejala kesemutan dan kejang kaki ketika hamil. Ada indikasi bahwa skoliosis yang parah bisa menyulitkan proses persalinan. Namun, tulis dr. Rahyussalim, SpOT. dalam blog-nya, sejauh ini skoliosis tidak mempengaruhi kehamilan dan melahirkan, justru sebaliknya kehamilan akan memperburuk kondisi skoliosis (kurva makin besar, progresnya juga bertambah).

Skoliosis bisa diderita setiap orang, namun lebih banyak diderita wanita. “Di klinik saya perbandingannya 10:1,” ujar dr. Michael Cornish. Sedangkan di RS Fatmawati rasionya 9:1. “Sampai sekarang masih merupakan misteri, kenapa wanita lebih banyak menderita skoliosis dibanding pria,” kata dr. Luthfi Gatam, SpOT.

Sumber:

Monday, June 14, 2010

Berurusan dengan Agen

Sebagai reseller berbagai produk untuk GriyaKabita.com, tentu aku berurusan dengan banyak agen tempat aku mengambil produk. Ada suka duka tersendiri mengenai hal ini. Ingin berbagi sedikit ya.

Agen Top
Ini cerita tentang salah satu agenku dari Cimahi yang menurutku top-banget.
  • Kalau aku sms pesanan, dia segera merespon.
  • Kalau produk yang kuminta sedang kosong, dia segera mengabarkan.
  • Kalau produknya ada semua, dia segera siapkan dan segera dia kirimkan ke Sarijadi, tempat aku mengambilnya.
  • Stok yang ada padanya hampir selalu lengkap sehingga memudahkan pesanan, sepertinya dia termasuk agen yang sadar stok, alhamdulillah.
  • Kalau janjian bertemu selalu tepat waktu.
  • Meskipun kadang ada salah ukuran dan salah kode produk *hehe, maklum manusia*, ibu ini sangat baik. Hari hujan tak menjadikannya halangan untuk mengirimkan produk pesananku ke Sarijadi, bahkan ketika jumlah produk yang kupesan sedikit sekalipun.
  • Berbasis kepercayaan, dia juga mengizinkanku transfer uang belakangan setelah produk darinya kuterima (FYI, kebanyakan agen mensyaratkan pembayaran di muka), which is sesuatu yang tak pernah kulakukan karena aku selalu berusaha transfer uang lebih dulu atau membayar langsung padanya.

Agen Lelet
*hehehe, namanya nggak-banget ya*
  • Si ibu yang ini responnya agak lambat. Saat sms pesanan aku kirimkan, sms balasan dikirimkan satu hari kemudian—itupun setelah aku kirim sms ulang.
  • Ketersediaan produk (kosong atau tidak kosong) tidak segera dikabarkan. Alasannya dia harus cek dulu di toko. OMG, memangnya dia tidak punya data yang disimpan di rumah? Di tokonya aku tidak melihat adanya komputer atau buku stok. Jadi bertanya-tanya, di mana gerangan data-riil-stok dia simpan?
  • Selang waktu antara dia berkata, “Nanti aku cek dulu di toko ya.” dengan konfirmasi ketersediaan produk biasanya berselang satu hari. Hal ini sangat merepotkan bila produk banyak yang kosong, karena kita harus mendata ulang daftar pesanan. Bayangkan bila pesanan kita dikonfirmasi olehnya sehari kemudian, lalu kita mendata dan memesan ulang, dikonfirmasi lagi sehari kemudian, kalau kosong lagi kita harus mendata dan memesan ulang lagi, lalu dikonfirmasi lagi sehari kemudian… yang ada juga: CAPE DEHH…

Agen Standar
Kalau agen golongan ini sih biasa saja. Rata-rata baik hati—meskipun ada juga yang sedikit nyolot heuheu, namanya juga manusia. Mereka ramah; cepat tanggap dan responsif; rapi dalam invoice, daftar stok, dan packing pesanan.

Secara keseluruhan, mengelola toko online-ku ini membawaku pada pengenalan yang lebih dalam terhadap berbagai karakter manusia. Belum lagi kalau bicara tentang pembeli yang tentu lebih beraneka ragam karakternya. Memang aku baru memulai, jadi masih sangat awam soal masalah jual beli, masih taraf belajar. Insya Allah akan selalu berusaha memberikan yang terbaik.

*Terima kasih ya Allah, karena telah memberiku kesempatan yang lebih bermakna tentang hablum minannas.*

Toko Online, Behind the Screen

[catatan: selain toko online, aku juga berjualan secara offline]

Ide awal:
  • Menyalurkan hobi belanja :)
  • Memang ingin jualan. Kata hadits, “Berniagalah, karena sembilan dari sepuluh pintu rejeki itu ada dalam perniagaan.” (HR. Ahmad)

Saat paling menyenangkan:
  • Waktu membuat daftar pesanan ke agen dan waktu memilih-milih barang untuk dibeli
  • Waktu barang datang dan waktu mengecek barang apa saja yang datang
  • Waktu mencoba produk :)
  • Waktu menerima uang dari pembeli :))

Saat paling tidak menyenangkan:
  • Waktu membayar barang
  • Waktu pembeli bilang mau berhutang :D
  • Waktu menagih hutang dari pembeli, apalagi kalau pembelinya tidak tahu diri :))
  • Waktu pembeli lupa sama hutangnya
  • Waktu pembeli kecewa dengan barang pesanan

Saat paling merepotkan:
  • Waktu mengumpulkan data produk satu persatu
  • Waktu memotret produk satu persatu dan meng-edit foto-foto tersebut
  • Waktu meng-input dan meng-upload data produk ke situs web

Saat paling menyebalkan:
  • Waktu harus mengulang input dan upload data produk ke situs web gara-gara koneksi internet putus-nyambung :(

Ini petikan yang kuambil dari sini.

Ternyata ngurus toko online itu tidak mudah. Musti cari barang. Trus ngukur barang itu. Masukin data-data. Masang barang di manekin. Ambil gambar barang tersebut. Ngedit foto. Bikin deskripsi barang. Upload gambar. Upload deskripsi gambar. Upload icon. Ngurus SEO. Cek pembayaran. Cetak invoice dan sending address. Packing barang yang terjual. Ngurus shipping. Dan hampir sebagian besar dari ritual itu musti aku kerjain sendiri. Karena suamiku kan kerja di luar kota. Paling pas hunting barang aja yang selalu kita lakukan bareng.

Sounds familiar to me, hahahaha. Meskipun terdengar ribet, sebenarnya mengurus toko online ini memiliki keasyikan tersendiri. Ribet tapi fun, ada kepuasan tersendiri. Juga jadi ajang belajar tentunya. So, semangat terus insya Allah.

Jangan lupa mampir ke toko online-ku ya ;)