Dalam perjalanan hidupku, aku menyadari bahwa pribadiku turut
bermetamorfosis seiring dengan makin bertambahnya usia. Mulai dari pribadi yang
meledak-ledak kala remaja, lalu menjadi pribadi yang gloomy dan serba negatif
saat kuliah hingga hamil anak pertama, kemudian berproses menjadi pribadi yang
jauh lebih baik saat ini ketika sudah menjadi emak beranak dua. Mengapa bisa
dikatakan lebih baik? Karena di usia 30-an sekarang ini, aku merasa jiwaku
telah bertumbuh, aku berdamai dengan diri sendiri dan keadaan, serta menjadi
pribadi yang lebih bahagia. Alhamdulillah.
Aku lupa kapan persisnya atau momen seperti apa yang membuatku berdamai
dengan diri sendiri dan keadaan. Yang jelas, sekarang aku mensyukuri setiap
detik hidupku, memilih untuk bereaksi positif terhadap berbagai keadaan, serta memilih
untuk mengambil hikmah dari apapun, bahkan dari suatu hal pahit sekalipun. Jadi
jangan heran kalau sekarang aku tetap tersenyum ketika menghadapi kemacetan,
atau masih bisa tertawa kala anak bertengkar. Meskipun sekali-sekali kelepasan,
aku rasa itu wajar saja karena aku juga manusia :D
Episode hidup yang membahagiakan ini (halah! :D) tentu tidak datang dengan
sendirinya. Mungkin juga karena aku sudah bertambah tua, hahaha. Ada beberapa
pelatihan bagus yang pernah kuikuti, yang berhasil mengubah sudut pandangku
dalam memandang kehidupan.
Pelatihan yang pertama adalah SIAware 8 (Self Insight Awareness 8) yang
diadakan oleh IA-ITB. Di pelatihan ini aku belajar menggali masalah dari dalam
diriku sendiri, dan pelatihan ini membuatku menyadari bahwa keluarga adalah
akar dari segala eksistensi diri. Seperti apa kita, masalah apa yang kita bawa,
semua berawal dari keluarga. Pelatihan ini kuikuti pada akhir 2005. Sebagian catatan
pelatihan yang tertinggal bisa dibaca di sini.
Pelatihan kedua yang menurutku juga bagus adalah pelatihan Amazing
Communication-nya Bunda Rani Razak Noe’man, kuikuti pada Maret 2013. Dari pelatihan
ini aku belajar dua teknik penting untuk berkomunikasi dengan anak (bisa
dipraktekkan untuk berkomunikasi dengan sesama orang dewasa juga). Nama tekniknya
adalah Mendengar Aktif (MA) untuk membangun jembatan komunikasi dengan anak,
dan Pesan Diri (PD) untuk memarahi atau melarang anak dengan cara yang elegan. Memarahi
di sini dalam tanda kutip ya, karena caranya dengan penuh kasih, tanpa emosi,
dan tanpa berteriak. Dua cara ini sangat efektif untuk membuat anak menurut dan
memiliki kedekatan hubungan dengan kita sebagai orang tua. Pemaparan lebih
lanjut tampaknya harus dibuat dalam tulisan tersendiri karena cukup panjang.
Pelatihan berikutnya adalah pelatihan Self Emotional Healing, masih oleh Bunda
Rani, kuikuti pada April 2013. Dari pelatihan ini aku belajar tentang konsep
mindful life, yaitu hidup yang dijalani dengan menerima diri kita apa adanya,
penuh syukur, menikmati setiap momen, menghargai diri, dan berdamai dengan masa
lalu. Teknik yang diajari ada dua, yaitu Self Nurture (SN) dan Self Coaching
(SC). SN mirip dengan self hypnosis, merupakan suatu terapi bagi jiwa dan
bertujuan untuk membersihkan diri dari residu masa lalu. SC adalah suatu bentuk
teknik untuk mengenali perasaan dan kebutuhan diri, mengenali akar dari
perasaan/kebutuhan, kemudian merespon dengan aksi untuk memenuhi kebutuhan itu.
Yang membuat pelatihan ini “wow” buatku adalah bagaimana kita diilhami
dengan kesadaran bahwa diri kita begitu berharga dan kita berhak untuk bahagia.
Oh yess, bahagia itu dipilih, Saudara-Saudara. Kitalah yang memilih respon kita
dalam menghadapi kehidupan, mau bahagia atau mau sedih. Kitalah yang memilih
untuk tersenyum, entah seberapa pahitnya keadaan yang kita hadapi. Karena seorang
bunda yang bahagia akan menghasilkan anak-anak yang bahagia. Indah sekali,
bukan?
Alhamdulillah tiga pelatihan powerful yang pernah kuikuti di atas meninggalkan
bekas positif dalam hati sehingga bisa menjadikanku pribadi yang bahagia
seperti saat ini. Pernah ketika suatu hari aku merasa titik emosiku turun
hingga ke titik nadir (aku menyebut saat seperti itu sebagai “momen sumbu
pendek” karena amarahku gampang tersulut) dan tingkah aktif Hanif yang
sederhana sekalipun berhasil membuatku uring-uringan, maka aku mulai
meraba-raba ke dalam diri: apa yang salah? Apa yang membuat diriku yang bahagia
ini menjadi hilang kesabaran? Momen sumbu pendek menjadi semacam alarm bagiku
untuk instropeksi emosi. Dan ternyataaaa, beberapa hari kemudian aku kedatangan
tamu bulanan. Legalah diriku: berarti bukan aku yang kesulitan menata emosi,
melainkan memang ada saatnya emosi babak belur ketika PMS datang. Dimaklumi saja
lah yaaa :D
Memang ada masanya emosi atau kesabaran menurun, kita kan juga manusia. Pasti
ada saja hal-hal yang membuat mood kita berantakan. Tak masalah. Yang jauh
lebih penting adalah bagaimana keluar dari keterpurukan itu dengan cantik dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Sebagai penutup, ada tautan menarik di sini. Semoga kita senantiasa mengabaikan hal-hal negatif yang tak penting dalam hidup dan merasa bahagia dengan diri kita apa adanya.