Pernikahan itu sebuah perjalanan hidup yang teramat panjang... dan terkadang melelahkan. Pernikahan itu bukan sebuah tujuan, melainkan suatu awal. Ada masa di mana pernikahan terasa seperti dongeng yang penuh dengan kidung mesra, tapi biasanya hal itu hanya bertahan dalam waktu kurang dari dua tahun. Selebihnya? Perjuangan panjang untuk saling berlapang dada.
Pasangan kita bukan manusia sempurna, juga keluarganya. Pada masa awal pernikahan, kesadaran akan hal ini berbatas tipis dengan euforia gending pelaminan. Lalu pada saatnya kesadaran itu benar-benar menjadi sebuah kesejatian kesadaran, masya Allah... lagi-lagi sebuah perjuangan panjang untuk berlapang dada. Menerima pasangan kita dan keluarganya sebagai suatu ”paket jadi” memang bukan perkara mudah. Ada kekecewaan, ada keengganan, ada takjub, juga ada syukur.
Satu hal yang sukar dilalui adalah ketika rumput tetangga tampak lebih hijau. Tak selalu memerlukan masa pernikahan yang bertahun-tahun. Tak selalu terjadi pada pasangan berumur. Maka ketika hal itu melanda, tak ada yang bisa dilakukan kecuali mensyukuri apa yang diberikan Allah kepada kita.
Seorang teman berkata, carilah pasangan dengan siapa kita sangat menikmati percakapan. Karena seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan memudarnya cinta, that’s the only thing that matters. Seiring dengan berlalunya tahun, cinta akan berubah menjadi persahabatan. Dan sahabat yang baik juga adalah pendengar yang baik, bukan? Tempat kita mencurahkan segala, mendiskusikan hidup, dan rekan bertukar pikiran. Mungkin tak ada lagi debar-debar kasmaran dengannya seperti dulu, tapi paling tidak kita merasa dia adalah seseorang yang membuat hidup kita lengkap.
Hanya pasangan luar biasa yang bisa mempertahankan percikan asmara itu sampai akhir. Pelukan, belaian, kecupan, dan kalimat ”I love you” mungkin terasa picisan bagi sebagian orang, tapi siapa sangka hal-hal itulah yang membuat bara cinta tak pernah padam, hal-hal itulah yang memberi energi untuk sebuah kehidupan cinta yang menggairahkan. Maka ketika hal-hal itu tak lagi ada, rumah tangga akan kering dan hampa. Rumah tangga menjelma menjadi sebuah rutinitas belaka, yang sangat membosankan untuk diceritakan, apalagi dilakoni.
Dalam sebuah episode kehidupan bernama pernikahan, aku hanyalah seorang pemula. Seorang pemula yang tentu tak bisa mengandalkan keberuntungan belaka (beginner’s luck = keberuntungan pemula). Kalau sampai saat ini aku masih sering terkaget-kaget, mengelus dada, atau menahan rasa, mungkin itu hanyalah permulaan saja. Satu hal yang harus diingat, bahwa pelajaran bersyukur dan berlapang dada ini adalah pelajaran sepanjang hayat, takkan pernah berhenti sampai kita mati.
Oke,aku setuju banget. Saat kita berhadapan dengan pasangan kita harus melepaskan semua atibut kita, dan menjadi diri kita sebenarnya. Oke yus, tetap semangat ya. Ntar aku ditulari ilmunya.
ReplyDeleteyup mbak... walau wit blom menikah, tapi cukup untuk menyadari bahwa perjalanan kita dengan pasangan pasti tidak akan selalu mulus. pasti ada hal-hal yang merintang... sepertinya, disitulah pembelajarannya...
ReplyDeleteah..blom ngerasain masalah rumah tangga sih. tp, klaupun wit nanti mengalaminya, mungkin kata kunci-nya adalah komunikasi. halagh..lg sotoy neh... (cm ngutip dari bacaan2 yg lain)
ehem,, sdg UTS semester 4, atau masih UAS semester 3 nih? hehehe
ReplyDeletetetep semangat ya mba.. alhmd akyu kmrn UAS semester pertama bisa terlewati dengan baik (itu looh, pas aku bilang sdg mengalami ujian 6 bulan pertama hehehehe. teoritis memang tentang kunci = komunikasi,, karena dari komunikasi itu bisa seperti mata pisau, bisa makin baik, tapi juga malahan bisa makin memperlebar masalah *karena ada faktor uncontrollable*)
semoga aja semester2 selanjutnya kita bisa terus baik menghadapinya dan bahkan lebih baik yaa.. klo lagi susah hati, inget aja masa-masa awal kita (diri sendiri dan pasangan) mulai jatuh cinta satu sama lain ;)