Kamis, 31 Mei 2007
...oke, ini sambungannya...
Florist dan Dekorasi
Ini salah satu hal yang bisa dibilang penting. Karena kalau enggak ada, akan tampak kering. Untuk poin satu ini, orang tuaku memilih jasa ”Joglo Mas”. Sekarang ini paket dekorasi plus hiasan bunga kan udah beraneka ragam, mulai dari yang murah sampai yang mahal. Sesuaikan dekorasi dan hiasan bunga dengan anggaran, tema acara, dan kesan yang ingin ditampilkan.
Sehari sebelum akad nikah, pihak ”Joglo Mas” udah datang ke rumah untuk pasang rangkaian bunga dan dekorasi kamar pengantin. Jadi wangi deh rumahku saat itu. Bunga segar yang dipasang bertahan sampai tiga hari. Untuk acara tasyakuran di gedung, hiasan bunga didominasi oleh warna kuning karena bajunya --mulai dari pengantin, orang tua, saudara, sampai para among tamu-- bernuansa coklat keemasan. Warna coklat ini kupilih sekedar untuk memudahkan, karena nuansa pengantin Jawa identik dengan coklat. Lihat saja, mulai dari jarik, kursi pengantin ukir, sampai gebyog (gebyog = background pelaminan khas Jawa, biasanya terbuat dari kayu) kan warnanya coklat semua.
Selain itu, tentu tak lupa memasang rangkaian bunga melati di mana-mana. Pengantin Jawa juga identik dengan melati, mulai dari aksesoris baju, aksesoris keris, kelengkapan riasan pengantin, sampai dekorasi ruangan. Hmmm, wangiiiiii... Tentang bunga melati ini, ada cerita dan mitos seputarnya. Siapa yang berhasil ”mencuri” bunga melati pengantin, meskipun cuma sekuntum, konon akan enteng jodoh dan segera nyusul menikah. Hmm, kayak mitos buket bunga pengantin barat aja ya. Alhasil, setelah acara tasyakuran selesai, banyak yang berusaha mencopot sedikit melatiku, baik melati tiba dhadha atau melati hiasan sanggul. Ada-ada aja. Kuberikan aja dengan sukarela, asal nggak banyak-banyak :D
Mahar dan Peningset
Peningset atau serah-serahan adalah pemberian dari pihak mempelai pria. Berasal dari kata singset yang artinya ”mengikat”, peningset berarti hadiah yang menjadi pengikat hati antara dua keluarga. Secara adat Jawa, peningset biasanya terdiri atas: satu set daun sirih yang disebut Suruh Ayu, beberapa helai kain jarik dengan motif batik yang berbeda, kain bahan untuk kebaya, ikat pinggang tradisional yang disebut stagen, buah-buahan (terutama pisang), sembako (beras, ketan, gula, garam, minyak goreng, bumbu dapur), satu set cincin nikah, dan sejumlah uang sebagai sumbangsih dari pihak mempelai pria.
Meskipun mahar dan peningset menjadi tanggung jawab mempelai pria, bukan berarti hal ini nggak bisa didiskusikan berdua. Bicarakan apa yang menjadi ganjalan, sebisa mungkin cari solusi yang nggak memberatkan calon suami. Kalau terlalu merepotkan, ada baiknya jumlah dan jenis peningset dikurangi. Sesuaikan dengan kemampuan, jangan malah jadi masalah. Cari yang praktisnya aja, jangan mensyaratkan macam-macam.
Khusus untuk mahar, disunnahkan yang bermanfaat, ringan, sederhana, dan tidak berlebihan. Hal ini demi kemudahan pernikahan. Berikut ini kutipan dari sini.
Para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini, ini adalah hak perempuan (calon istri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan putrinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama.
Rasulullah SAW telah bersabda yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir RA: ”Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah”.
Suvenir
Poin ini sebenarnya nggak terlalu penting, tapi kok rasanya aneh ya kalau nggak ada. Waktu itu aku memilih kipas yang bahan dasarnya terbuat dari bambu dan kain halus bermotif bunga-bunga. Alasannya mudah aja, aku memilih suvenir yang bermanfaat (nyatanya banyak dipake buat kipas-kipas oleh para tamu yang kegerahan di gedung, hehehe). Selain itu, pengemasannya gampang. Soalnya pengemasan ini kulakukan sendirian, paling cuma dibantu sama adik. Kalau cari yang rumit-rumit, bisa stres daku, lha wong jumlahnya 700 buah. Waktunya lumayan mepet soalnya.
Pengisi Acara
Orang tuaku ingin sebuah resepsi yang kental dengan adat Jawa, jadi segala susunan acara, bahasa pengantar, sampai cara duduk tamu... semuanya disesuaikan dengan adat resepsi pengantin Solo tradisional. Semua tamu duduk di kursinya masing-masing, sementara makanan disajikan oleh para sinoman secara berturutan: makanan pembuka, makanan inti, lalu makanan penutup. Para tamu datang bersamaan dan pulang bersamaan. Selama acara dilangsungkan, sekira satu setengah jam, semua tamu duduk menyaksikan sambil menyantap hidangan.
Dengan model acara seperti ini, maka pengisi acara harus dipersiapkan secara matang. Beda sekali dengan acara prasmanan atau standing party di mana para tamu datang dan pergi sehingga pengisi acara tidak terlalu diindahkan. Orang tuaku meminta tolong teman-teman pamanku dari STSI / ISI Solo untuk menjadi protokol dan pengisi acara. Untuk hal-hal acara yang njawani, STSI / ISI Solo emang jagonya. Mulai dari tata upacara adat, musik gamelan live, tarian tradisional, sampai bahasa pengantar --bahasa Jawa halus tingkat tinggi yang bahkan aku pun nggak ngerti artinya--, mereka kan udah ngerti pakem-pakemnya. Semua personil protokoler memakai pakaian adat Jawa lengkap.
Hmm, apalagi ya... Sepertinya poin-poin penting udah kutulis semua. Semoga bermanfaat buat yang lagi nyiapin pernikahan, karena postingan ini kutulis atas permintaan seseorang yang tampaknya sedang mempersiapkan hari besarnya --tring... tring... sambil lirik-lirik C*tr*, sekalian deh lirik-lirik Ilm*, huehehehehehe--. Guys, jangan lupa baca juga yang ini tentang cincin nikah. Penting juga lho.