Thursday, October 06, 2022

Manual Brewing: Cara Jitu Menikmati Keunikan Kopi

Kegemaranku minum kopi telah mengalami transformasi besar-besaran selama kurun waktu dua puluh tahun ini. Ketika pertama kali mencicipi kopi pada saat kuliah, aku hanya minum kopi saset demi tujuan menemani malam-malam begadang untuk belajar atau mengerjakan tugas. Kopi saset yang menjadi favoritku di masa itu adalah Nescafe 3 in 1 instant cream latte dengan kemasan stik. Kopi yang mungkin isinya lebih banyak perisa dan gula, tetapi ampuh untuk mengganjal mataku hingga dini hari.

Coffee map dari sini

Lambat laun aku mulai beralih ke kopi tubruk dan beberapa jenis kopi espresso-based, masih dengan gula tentunya. Kopi tubruk favorit adalah Kopi Aroma, yang dulu hanya melayani pembelian di toko Jl. Banceuy No. 51, Bandung. Namun, kini produk toko tersebut bisa pula kita temukan di beberapa supermarket besar atau online shop di marketplace. Sementara kopi espresso-based favorit adalah americano, latte, atau cappucino.

Ketika gaya hidupku beralih ke gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, kegemaranku minum kopi tidak berhenti. Kopi memiliki banyak manfaat, antara lain: meningkatkan kinerja otak, menurunkan risiko kanker dan diabetes, sebagai sumber antioksidan, bahkan dapat membantu membakar lemak karena meningkatkan metabolisme–dengan jumlah gula yang tidak berlebihan tentu saja. Aku kemudian mencoba mengurangi gula yang terkandung di dalamnya, mulai dari less sugar hingga kini aku bisa minum kopi dengan no sugar sama sekali.

Berbagai pilihan metode manual brewing, sumber dari sini

Perjalananku menjadi penikmat kopi memasuki babak baru ketika seorang teman memperkenalkanku pada manual brewing. Manual brewing adalah teknik menyajikan kopi yang diseduh dengan cara manual. Teknik ini menggunakan bubuk kopi yang sudah digiling, kertas filter, dan air panas yang sudah ditentukan tingkat temperaturnya. Filter berfungsi menahan semua elemen yang tersaring, termasuk minyak dari biji kopi, sehingga menghasilkan hasil seduh yang jernih. Minuman yang dihasilkan adalah kopi hitam tanpa ampas yang memiliki tingkat ketajaman rasa yang berbeda, tergantung alat seduh yang digunakan dan jenis biji kopinya. Sebaiknya kopi hasil seduh manual brew ini dinikmati tanpa campuran susu atau gula untuk mempertahankan keunikan rasanya.

Bila kita memesan kopi manual brew, biasanya ada beberapa pilihan biji kopi yang beragam, lokal maupun impor, single origin maupun blend. Aku lebih suka menjajal coffee shop kecil yang bersifat private karena biasanya kita bisa lebih leluasa mengobrol dengan baristanya. Pada kesempatan seperti itu, kita bisa bertanya seperti apa tasting notes yang dimiliki oleh pilihan biji kopi tersebut, atau informasi lain tentang perbedaan-perbedaan biji kopi yang dihasilkan oleh berbagai daerah di Indonesia atau mancanegara.

Beberapa metode manual brewing yang jamak ditemui di coffee shop tanah air adalah metode Pour Over (V60, Chemex, Kalita Wave), French Press, Aeropress, Syphon, Cold Brew, dan Vietnam Drip. Dari berbagai macam metode manual brewing, ada banyak faktor yang menentukan hasil seduh, seperti pemilihan jenis kopi yang tepat, ukuran gilingan yang sesuai, dan teknik penyeduhan yang benar. Berbagai macam metode ini juga berpengaruh terhadap cita rasa kopi, meliputi body dan clarity. Biji kopi yang sama dapat menghasilkan rasa kopi yang berbeda bila diseduh dengan metode yang berbeda. Contohnya bila diseduh dengan metode French Press, rasa yang dihasilkan memiliki karakter body yang lebih tebal. Jika ingin rasa yang lebih clean, lebih baik bila biji kopi diseduh dengan V60 yang lebih mengunggulkan flavor daripada body.

Manual brewing yang menjadi favoritku adalah metode V60. Cangkir V60 pertamaku kunikmati pada suatu petang di Kedai Badai, Bandung, sebuah coffee shop mungil yang kini sudah tak ada lagi. Ada rasa aneh yang muncul, kemudian sensasi nikmat yang mengikutinya. Lama-lama penjelajahanku terhadap V60 dari kafe ke kafe membuatku terbiasa, dan kemudian menjadikannya cara favorit untuk menikmati kopi dengan hasil seduh clean dan full clarity.

Beraneka ragam cita rasa kopi, sumber dari sini

Aku dulu merasa aneh jika ada orang bicara tentang rasa macam-macam kopi, mulai dari strong/bold dan full body, hingga flavorful seperti floral, fruity, nutty, dan herbs (bercita rasa seperti rempah-rempah atau jamu). Sebelum aku paham, rasanya semua kopi sama saja, aku cuma bisa membedakan pahit atau asam. Sejak menjadi penikmat V60, aku mulai bisa merasakan cita rasa yang beraneka ragam … dan ternyata memang beda-beda banget rasanya. Menikmati kopi dengan kemurnian yang hakiki itu nyatanya membawa lidah kita lebih peka dalam mengeksplorasi berbagai macam cita rasa kopi yang berbeda.

Beberapa biji kopi single origin specialty yang menjadi favoritku adalah kopi Flores Bajawa, Flores Yellow Caturra, Toraja, Papua Wamena, Bali Kintamani, Mandailing, dan kopi-kopi Jawa Barat seperti Gunung Halu, Gunung Puntang, Ciwidey, dan Caringin Tilu. Kopi-kopi yang ditanam di tanah vulkanik pada dataran tinggi seperti kopi Flores dan Papua memiliki cita rasa yang kuat (moderate bold dan full body), tingkat keasaman yang medium, dan aroma yang lebih harum (semisal aroma cherry, blueberry, nuts, atau sweet caramel). Sementara kopi Bali Kintamani yang bervarietas arabika rasanya lebih lembut, ringan, medium body, tingkat keasaman rendah (sweet mild acidic), dan clean finish.

Aku tidak suka kopi Aceh seperti kopi Gayo karena menurutku terlalu asam. Aku juga pernah mencoba beberapa jenis biji kopi mancanegara, seperti kopi Tanzania dan kopi Kenya, tetapi tidak cocok dengan lidahku. Rasanya eksotis sih, ada semacam aroma rempah seperti jamu, tetapi pahit dan rasa asamnya sedikit lebih kuat.

Manual brewing adalah suatu alternatif bagi para penggemar kopi untuk dapat menikmati rasa yang unik dan berbeda bila dibandingkan dengan kopi espresso-based. Manual brewing membawa kita menjelajahi cita rasa dan pengetahuan yang lebih dalam di dunia kopi. Jika ada kesempatan, tak ada salahnya menjajal metode yang satu ini. Namun, pada akhirnya kopi yang paling enak adalah kopi yang dinikmati dengan hati penuh syukur :)


Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober yang bertema “Mamah dan Kopi”.

16 comments:

  1. Wah, menarik sekali Teh Yustika. Ternyata kopi juga punya berbagai rasa. Kalau kopi yang low acidic, apakah aman untuk orang yang punya mag? Kadang penasaran pingin coba kopi, tapi pengalamanku habis minum kopi biasanya bikin perutku melilit dan asam lambung naik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kabarnya sih gitu, tapi kenyataannya nggak tau ehehe. Soalnya sensitivitas orang beda-beda terhadap kopi yang sama sekalipun.

      Delete
  2. Fix ini adalah tulisan sang penikmat kopi sejati, ehehe. Senang sekali membacanya, Teh Yustika. :)
    ***
    Saya serasa terbawa suasana padahal saya bukan penggemar kopi. Btw kedai kopi favorit Teh Yustika di area Tangsel di mana Teh? Ehehehe. Pengen tahu yang recommended dari Teteh. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duh aku belum terlalu banyak mengeksplor coffee shop di Tangsel. Hanya pernah mencoba beberapa saja dan ada yang tidak menyediakan manual brewing :(

      Nah, kalau di Bandung, aku bisa memberikan sederet list coffee shop yang recommended hehehe

      Delete
  3. Aku belum pernah manual brewing hehehe. Sampai sekarang masih lebih suka kopi susu sih. Tapi itu tiap mudik pasti berusaha beli kopi Aroma. Mungkin kapan-kapan harus dicoba nih belajar manual brewing biar dapat menikmati rasa kopi aroma yg sesungguhnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kopi susu berarti espresso-based ya Teh? Aku juga masih suka sih kalau lagi pengen rileks

      Delete
  4. Beberapa tahun belakangan ini memang minum kopi mulai berubah trend-nya ya Teh, karena manual brewing ini.

    Suamiku salah satunya, berbagai macam bean dan alat seduhnya ada di rumah hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa, seru kan.. mencoba berbagai alat dan mengeksplor citarasanya :)

      Delete
  5. Teh Yustika... pengalaman ngopinya ternyata sudah melalui penjelasan seru ya. Sementara saya masih stuck di kopi sachet. Hahaa... Tapi menikmati tulisan Teh Yustika juga udah seru siih... berbagai rasa. ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semua berproses Teh hehe. Sekarang kopi saset itu terasa kemanisan banget di aku

      Delete
  6. kereeeennn ... teh Tika beneran ini mah penikmat kopi sejati. jadi kepingin juga nih coba brewing: he3 ... aku juga suka yang dari toraja dan papua.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa toraja dan papua enak. Kapan-kapan cobain yang dari flores Teh, mantap juga

      Delete
  7. Aku suka aroma kopi dan minum kopi kadang-kadang aja. Belum terlalu paham taste kopi, cuma efeknya aja yang kerasa. Kopi A, aku jadi susah tidur, kopi B engga. Kopi C, jadi beser...#eh...karena konon kopi itu diuretik ya...Seru juga ya mengeksplor rasa kopi kayak gitu. Banyak nih di sekitar rumah, kedai kopi kekinian...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener, kopi itu diuretik. Jangan lupa minum air putih lebih banyak pada hari kita mengonsumsi kopi, untuk mengganti cairan yang keluar ehehe

      Delete
  8. Weits, ilmu perbaristaan Yustika canggih bener nih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduh belum, Teh. Baru sebatas penyuka kopi saja

      Delete