Dalam pernikahan, kita cenderung memasang standar atau ekspektasi tertentu
terhadap pasangan. Meskipun setelah bertahun-tahun mengenal pasangan membuat
kita menyadari kenyataan besar bahwa pernikahan bukanlah dongeng putri dan
pangeran, kadang kita masih saja terbuai pada harapan tentang “seandainya si
dia begini dan begitu”.
Lalu apa sih sebenarnya pernikahan itu? Ibadah? Sunnah Rasul? Mengapa kita
menikah? Apakah kita sudah menikah dengan orang yang tepat?
Tak hendak bicara soal agama di sini. Ilmu tentangnya masih amat dangkal.
Yang kutahu, pertanyaan “is he/she the one?” mungkin sudah terlambat ketika
kita sudah mengarungi pernikahan. Tak jadi soal apakah si dia orang yang tepat,
toh kita sudah mngikat janji suci dengannya. Kalau kita masih berpikir bahwa
pernikahan adalah sekali seumur hidup, maka pertanyaan tersebut hendaknya sudah
dicoret dari daftar. Nyatanya hanya si dia kan, orang yang berani maju meminang
kita, dan bukan orang lain? Berani berkomitmen menikahi kita, tentu sudah
menjadi jaminan bahwa si dia memang tidak main-main dengan kita.
Dalam kenyataannya, pasangan adalah manusia biasa yang ”dari sononya” punya
sepaket kelebihan dan kekurangan. Adalah hal yang biasa kala mendapati ekspektasi
kita terjun bebas karena bertentangan dengan realitas. Tapi apakah hal itu akan
lantas membuat kita patah hati? Bisa ya, bisa tidak. Menurut Teh Ninih (ada
yang tidak tahu siapa beliau?), ketika kekesalan kita pada pasangan memuncak,
yang terlihat hanyalah keburukan. Penawar darinya adalah: pertama, istighfar
dulu. Lalu ingat segala kebaikan pasangan, sekecil apapun itu, yang kemudian
lambat laun akan terlihat berjuta kali lebih banyak.
Belajar dari hubungan Tom dan Lynette di serial Desperate Housewives,
ketika salah satu menuntut hal yang terlalu tinggi dari pasangannya, hubungan
akan berakhir tidak baik. Adalah hukum alam ketika salah satu pihak menuntut,
maka pihak lain akan gantian menuntut juga. Sadari hal itu benar-benar.
Pantaskah kita menuntut sesuatu dari pasangan? Siapkah bila kita juga dituntut
oleh pasangan? Menyadari bahwa kita adalah manusia biasa yang juga memiliki
banyak kekurangan, tak adil rasanya bila ekspektasi kita pada pasangan lantas
menafikan segala kekurangannya.
Untuk menutup tulisan yang lebih tampak seperti racauan ini, aku ingin
menuliskan script dialog dari Tom dan Lynette.
“Our problems looked this big (sambil merentangkan kedua tangan), so I went
away. But now, I realise they only seem that way because we were so close up
against them. And they were blocking me from seeing how much I love you, which
is... (sambil menengadahkan tangan ke langit). I see that now. And I need to
tell you that because you have to say this things while you still can...
because you, Lynette, you will always be the love of my life.” (Tom Scavo, DH
8)
“Renee and Ben. Your wedding is one of the best days of your life because
it’s the day you realise, I finally have the thing I need to be happy… And then
you forget. So, then, what happens is, instead of waking up every morning and
shouting somebody loves me, you start looking around and thinking, what do I
want now? What’s the next thing I need to be happy? So, you look and you look
and you keep thinking you’ve found it, but nothing works. And the reason that
nothing works is because… that hole in your heart that you’re trying to fill…
Is already filled. You just forgot. Don’t ever forget. Always remember how much
you wanted to be loved. And how much you are loved. And I think if you can do
that, and it isn’t easy, you will stop looking and realise you already are
happy. To Renee and Ben and to remembering.” (Lynette Scavo, DH 8)