Friday, June 10, 2011

Rumah Baru



Yang paling menyenangkan dari memiliki rumah baru adalah saat-saat memilih dekorasi dan perabot. Memilih dan memilah kain korden dan vitras ternyata bisa jadi sangat mengasyikkan. Belum lagi sensasi jalan-jalan ke pusat perbelanjaan untuk memilih sofa, kasur, kitchen set, dan lain-lain. Masih ditambah dengan keasyikan menata lay out ruangan dan mengatur sudut-sudut di sana-sini.

Namun, jangan salah. Pindah ke rumah baru ternyata juga sangat melelahkan. Prosesnya berlangsung lama, mulai dari nyicil packing, sortir barang-barang yang akan dibawa, sampai membuangi barang-barang yang ternyata sudah perlu dibuang. Ternyata aku manusia sampah juga. Baru pas pindahan kemarin kami terpaksa membuangi barang-barang yang tak perlu. Kalau dibawa rasanya akan memenuhi seisi rumah, sementara manfaatnya tak seberapa. Ya sudah, tak boleh merasa sayang, daripada membuat kumuh.

Nyicil packing ini sudah dilakukan beberapa waktu sebelumnya. Ndilalah pas waktunya pindahan, aku malah jatuh sakit. Batuk dan flu berat sampai tak bisa bangun dari tempat tidur saking pusingnya. Alhamdulillah Papi, Mami, adik, dan kakak datang membantu hingga membuat proses pindahan menjadi cepat dan mudah. Meskipun jadinya aku tak tahu, barang apa ada di kardus mana, karena aku bisa dikatakan hampir tak banyak terlibat.

Saat ini rumah baru kami sudah bisa dikatakan tidak terlalu berantakan lagi. Ruang tamu merangkap ruang keluarga, dapur, dan kamar utama sudah lumayan rapi. Kardus-kardus yang belum sempat dibongkar—karena aku belum fit benar—ditumpuk dan dikumpulkan dalam satu ruangan. Yang kasihan adalah Hanif. Dia belum berhasil menemukan kardus mainan-mainan favoritnya. Maafkan Bunda, Nak. Belum sempat membongkar semua kardus itu.

Sudah seminggu kami di rumah baru, aku belum menemukan irama yang pas. Masih terbayang enaknya tinggal di kontrakan lama karena jauh lebih adem dan jauh lebih dekat ke kantor. Adem karena banyak bukaannya sehingga udara selalu terasa segar mengalir. Dekat sehingga hanya memerlukan waktu 5-7 menit untuk pulang-pergi ke kantor. Lingkungannya juga sangat dinamis, banyak warung makanan murah, serta selalu ramai karena merupakan daerah kos mahasiswa.

Rumah baru kami memang lebih lega dan lebih luas, tapi ternyata jauh lebih panas. Sama sekali tak berasa tinggal di Bandung. Bagaimana tidak, kami selalu berlumur keringat. Jendela dan pintu mau dibuka pun tak bisa, karena nyamuk besar-besar akan segera menyerbu. Lingkungannya masih sepi karena merupakan lingkungan perumahan baru yang belum “jadi”. Dengan tetangga juga belum banyak kenal karena aku selalu pergi pagi dan pulang sore. Semoga waktu akan mengubah segalanya, hingga kami bisa merasa lebih nyaman dan lebih betah tinggal di rumah kami sendiri ini.

Hhh, buatku... adaptasi tak pernah jadi mudah.

Foto: Rumah baru kami ketika masih belum jadi, November 2010.

2 comments:

  1. kalau boleh tau tipe n tanahnya brp ya mbak? bagus modelnya, pintu ruang tamu ga kliatan dr luar

    ReplyDelete
  2. mbak yusni, LT 105, LB sekitar 70-an.

    ReplyDelete