A line dance is choreographed dance with a repeated sequence of steps in which a group of people dance in one or more lines or rows without regard for the gender of the individuals, all facing the same direction, and executing the steps at the same time. Line dancers are not in physical contact with each other. (dikutip dari sini)
Akhirnya aku belajar dance juga :D
Seperti yang pernah aku tulis di sini, dari dulu memang sudah terasa betapa aku begitu menyenangi bergerak dengan iringan musik. Jauh sebelum aku kecanduan senam aerobik, dance sudah menjadi obsesiku. Hanya saja, belum pernah kesampaian untuk belajar dance. Lagipula dance itu kan banyak macamnya.
Lalu mengapa memilih line dance? Yah, kebetulan bertemunya sama komunitas itu, hehe. Pada awalnya ketika ada yang mengajak, aku masih belum terbayang line dance itu seperti apa. Setelah ikut, ohh... ternyata dance yang seperti itu. Bagi yang belum tahu, poco-poco sepertinya bisa juga dikategorikan sebagai line dance, jadi kurang lebih seperti itulah. Gerakan line dance tidak terlalu memerlukan stamina tinggi. Meskipun demikian, sama seperti senam aerobik, line dance memerlukan fokus dan konsentrasi tinggi untuk menghafal gerakan dan mengulangnya terus menerus. Untuk bagian hafal menghafal, aku tidak menemui kesulitan berarti. Sekali dua kali diulang aku sudah bisa mengikuti dan menghafalnya.
Hanya saja, karena basic dan background-ku adalah senam aerobik yang terbiasa bergerak dengan power, lompatan, dan kelincahan, ternyata aku mengalami beberapa kendala untuk menyesuaikan dengan “adab” line dance. Berkali-kali instrukturnya mengingatkanku, “jangan diangkat kakinya”, “jangan lompat-lompat”... heuheu... Yah, mau bagaimana lagi. Gerakannya sama, adabnya beda. Sama-sama chacha, kalau di senam aerobik harus diangkat kakinya dengan power, kalau di line dance kita mesti bergerak halus. Melangkah pun tak boleh terlalu lebar, sementara di senam aerobik: makin bertenaga makin bagus, makin lebar lompatannya makin bagus. Harus menyesuaikan, dan berkali-kali harus mengingatkan diri sendiri supaya tidak lompat-lompat karena tidak sedang berada di kelas senam aerobik, hehehe..
Pada sesi line dance yang kuikuti kemarin, instrukturnya ada dua: satu laki-laki dan satu perempuan. Instruktur yang laki-laki ini mengingatkanku pada Rudi Wowor yang sama-sama dancer juga. Sementara instruktur yang perempuan, tipe ibu-ibu akhir 40-an yang mewakili kaum sosialita: cantik, tahu bagaimana berdandan dan bergaya, wangi, dan tentu saja perokok.
Harus kuakui, line dance seperti ini merupakan santapan ibu-ibu kelas menengah ke atas. Peserta yang datang rata-rata tajir, bermobil, dan tipe ibu-ibu arisan yang bukan pekerja. Mereka biasanya datang berkelompok, dengan dandanan cantik berwarna-warni, yang tentu bukan merupakan kelompok ibu-ibu pengajian. Bahkan ada satu kelompok yang sangat bertipe sosialita. Suka sekali melihat mereka karena ibu-ibu berumur ini cantik-cantik dan gaya, tapi yang membuat sebal adalah karena banyak di antara mereka yang perokok. Di sesi kemarin, aku beberapa kali terbatuk-batuk karena baik instruktur maupun sebagian peserta sukses membuat ruangan penuh dengan kepulan asap rokok.
Kalau mau disimpulkan, line dance jelas berbeda dengan senam aerobik. Maksudku bukan pada gerakannya—kalau yang ini sih sudah jelas—tapi lebih kepada fungsi dan kedudukannya. Kita pergi senam aerobik agar bugar dan langsing, tujuannya lebih ke kesehatan. Tapi untuk line dance, orang melakukannya demi pergaulan dan untuk having fun. Bisa saja menjadi bugar, tapi itu bukan tujuan utama. Khusus untukku, aku masih menimbang-nimbang apakah akan melanjutkan belajar line dance atau tidak. Asyik sih, tapi rasanya aku lebih tertarik ke jenis dance yang lebih dinamis macam salsa atau latin dance. Dan jelas, senam aerobik tetap yang paling menarik. Teuteupp, hehehe...
Gambar: diambil dari sini.
No comments:
Post a Comment