Detik ini semua rupa rasa campur aduk. Detik ini, saat mendung menggelayut di langit Jakarta, dan jendela besar tepat di depan meja kerja di lantai 19 ini membawaku pada pengembaraan dalam pikiran, tentang sebuah perjalanan panjang bernama kehidupan...
Kantor sepi, cuma ada Mas Hendi dan Mas Jodhi. Pak Sugeng tentu tidak masuk, hingga gelas-gelas kotor tergeletak di mana-mana. Loncat-loncat dari blog-nya Ogi, Dian Sastro, dan Tiara Lestari sambil dengerin OST Summer Scent (salah satu drama Korea favoritku), aku kembali tersentak dalam sepinya kesadaran.
Hampir tiga jam yang lalu aku berlari-lari dalam gerimisnya Cikarang, setelah sedari pagi mencoba merangkai masa depan bersamanya. Melihat bagaimana dia berlari-lari mengejarkan bus untukku, lalu menjagakan tempat duduk untukku (padahal dia nggak ikut naik bus lho)... membuatku tersentuh tak terlukiskan. Aku selalu saja merepotkanmu ya, Mas... Andai saja aku bisa membuatmu jadi lelaki paling bahagia sedunia, seperti yang selalu kau lakukan tiap hari untukku.
Pelan tapi pasti, kesadaran lain merembesi hati. Tentang kenapa aku berada di sini, melakukan semua ini... Ya, harusnya semua ini tak lagi menjadi mimpi masing-masing, karena waktu itu... dua telah menjadi satu. Tak ada lagi mimpimu atau mimpiku. Yang ada cuma mimpi kita. Harapan kita, dan juga cita-cita kita.
Keping-keping asa kadang ada, kadang tiada. Aku tak pernah ingin merapuh, tapi diri ini kadang tak sekuat tampaknya. Bantu aku ya, Mas. Kala aku melemah, bantu aku untuk kembali mengingat mimpi-mimpi kita. Aku juga ingin membuatmu bahagia, karena usahamu untuk membuatku bahagia melebihi usaha yang pernah dilakukan orang lain untukku.
Thank you, Mas... meski aku tahu terima kasih tak akan pernah cukup. Aku akan menantikan saat itu... when the nights between our separated cities are joined to the night that unites us together.
*ditulis dengan embun yang mengambang di kedua kelopak mata, dengan niat yang tulus untuk benar-benar membahagiakanmu, Mas*