Kapan itu aku iseng-iseng kirim tulisan ke detiksport.com. Eh, ternyata dimuat. Alhamdulillah, iseng-iseng berhadiah. Silakan aja visit ke sini.
Monday, September 12, 2005
Monday, September 05, 2005
Menjelang Petang
Tadi sore selesai kuliah jam setengah enam kurang. Sambil berjalan ke tempat parkir, aku melewati lapangan sipil dan mendengar gelak tawa dari sebelah kanan. Sesekali diiringi sorakan dan seruan gembira. Oh, ternyata sekelompok orang sedang bermain sepakbola di rerumputan. Sebagian besar bertelanjang kaki. Tas dan sepatu tergeletak di sana-sini di pinggir area permainan. Gawang cukup ditandai dengan sepasang sepatu yang diletakkan berjarak satu sama lain. Berlarian, saling dorong, saling berbagi keceriaan.
Seketika ingatan melayang ke zaman SMU. Menunggu adzan maghrib tiba, bersama teman-teman menghabiskan waktu di lapangan bola belakang sekolah atau lapangan bola stadion. Duduk di rerumputan di tengah-tengah geletakan tas dan sepatu, memandang mereka yang berlarian. Sesekali ikut berdiri dan berlari menendang bola. Dan ketika senja hampir menggelap, kami pulang bercucur peluh dan berbalut kegembiraan. Kepenatan akibat hiruk pikuk tugas dan aktivitas sekolah lenyap sudah. Uff, rindunya... Rindu bau rumput itu, rindu bertelanjang kaki dan berlari ke sana kemari, rindu canda tawa itu, rindu segala keceriaan itu...
Seketika ingatan melayang ke zaman SMU. Menunggu adzan maghrib tiba, bersama teman-teman menghabiskan waktu di lapangan bola belakang sekolah atau lapangan bola stadion. Duduk di rerumputan di tengah-tengah geletakan tas dan sepatu, memandang mereka yang berlarian. Sesekali ikut berdiri dan berlari menendang bola. Dan ketika senja hampir menggelap, kami pulang bercucur peluh dan berbalut kegembiraan. Kepenatan akibat hiruk pikuk tugas dan aktivitas sekolah lenyap sudah. Uff, rindunya... Rindu bau rumput itu, rindu bertelanjang kaki dan berlari ke sana kemari, rindu canda tawa itu, rindu segala keceriaan itu...
Modulasi
Selama ini aku nganggep kuliah Sistem Komunikasi I itu menyebalkan. Ini kedua kalinya aku ngambil mata kuliah ini. Setahun lalu ketika aku ngambil untuk pertama kalinya, aku nggak berhasil menemukan hal menyenangkan dari mata kuliah ini. Nggak pernah ngerti apa asyiknya belajar persamaan-persamaan yang nggak konkret. Nggak pernah ngerti kenapa anak-anak telekomunikasi itu bisa betah-betahnya berkutat dengan hal-hal macam gini :p
Semester ini aku mau coba mencari hal-hal asyik seputar modulasi biar semangat belajar Sistem Komunikasi I. Kalau kelihatannya nggak konkret, aku mau sambung-sambungin sama ceritaku sendiri biar tampak lebih konkret :D
Modulasi itu sendiri adalah sebuah proses di mana parameter gelombang pembawa (carrier) diubah-ubah sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Kenapa gelombang carrier yang justru harus nurut sama gelombang pemodulasi? Jadi gini, kalau transmisi itu diumpamakan transportasi, gelombang pemodulasi adalah penumpang sementara gelombang carrier adalah mobilnya. Biasanya kan penumpang milih mobil sesuai seleranya. Ada yang milih naik BMW, Mercedes, Toyota, atau cuma Suzuki. Kayak gitu juga masalah modulasi ini: parameter gelombang carrier diubah-ubah sesuai gelombang pemodulasi, misalnya sesuai amplitudo gelombang pemodulasi.
Ini baru permulaan. Nantinya di kuliah ini juga akan dipelajari masalah modulasi sinyal kontinu lainnya, termasuk modulasi frekuensi dan modulasi fasa. Alamak! Kayaknya aku harus cari-cari analogi lagi biar mata kuliah yang nggak konkret ini tampak sedikit lebih masuk akal. [Buat anak-anak telekomunikasi: betapa menjemukannya duniamu, Nak! Huahahaha...].
Semester ini aku mau coba mencari hal-hal asyik seputar modulasi biar semangat belajar Sistem Komunikasi I. Kalau kelihatannya nggak konkret, aku mau sambung-sambungin sama ceritaku sendiri biar tampak lebih konkret :D
Modulasi itu sendiri adalah sebuah proses di mana parameter gelombang pembawa (carrier) diubah-ubah sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Kenapa gelombang carrier yang justru harus nurut sama gelombang pemodulasi? Jadi gini, kalau transmisi itu diumpamakan transportasi, gelombang pemodulasi adalah penumpang sementara gelombang carrier adalah mobilnya. Biasanya kan penumpang milih mobil sesuai seleranya. Ada yang milih naik BMW, Mercedes, Toyota, atau cuma Suzuki. Kayak gitu juga masalah modulasi ini: parameter gelombang carrier diubah-ubah sesuai gelombang pemodulasi, misalnya sesuai amplitudo gelombang pemodulasi.
Ini baru permulaan. Nantinya di kuliah ini juga akan dipelajari masalah modulasi sinyal kontinu lainnya, termasuk modulasi frekuensi dan modulasi fasa. Alamak! Kayaknya aku harus cari-cari analogi lagi biar mata kuliah yang nggak konkret ini tampak sedikit lebih masuk akal. [Buat anak-anak telekomunikasi: betapa menjemukannya duniamu, Nak! Huahahaha...].
Kuliah Asyik
Semester ini ada beberapa kuliah yang cukup asyik. Materinya seputar teknologi futuristik. Kuliah yang terkait sama materi ini adalah kuliah Dasar Intelegensia Artifisial dan Interaksi Komputer-Manusia. Sebenarnya nggak terlalu futuristik sih, toh perkembangan teknologi di bidang itu sudah cukup pesat. Hanya saja, perkembangannya memang masih belum menemukan titik jenuh alias progresnya masih berupa grafik menaik, sehingga bisa dikatakan dimensi teknologi ini masih memiliki banyak ruang imaji untuk dijelajahi dan diwujudkan.
Seperti yang udah pernah kusinggung, teknologi ini berkaitan erat dengan dunia utopis seperti yang kita lihat di film-film futuristik. Pak Sony dan Pak Arry bahkan menerangkan kuliah sambil mengambil contoh kasus seperti film Time Trax, trilogi Matrix, AI-nya Steven Spielberg, atau I. Robot.-nya Will Smith. Kapan-kapan kita harus nonton bareng film-film itu, begitu kata mereka.
Bukan tidak mungkin pada masa depan, komputer-komputer yang digunakan manusia tinggal seukuran kartu ATM. Di dalamnya sudah terintegrasi perangkat lunak dan perangkat keras sedemikian rupa yang tinggal dioperasikan manusia dengan teknologi text to speech dan speech recognition. Tampilannya pun sudah bukan lagi tampilan layar monitor, melainkan program hologram interaktif berwujud manusia. Keren banget.
Sebuah revolusi relasi antara komputer dan manusia yang kini sedang mengalami perkembangan cukup signifikan adalah dunia cyborg. Cyborg, akronim dari cybernetic-organism, adalah perkawinan hibrid antara manusia dan mesin. Chris Abel Gray dalam Cyborgology: Constructing the Knowledge of Cybernetic Organisms mendefinisikan cyborg sebagai ”peleburan antara organik dan mesin, antara sistem daging yang mati dengan sirkuit yang tak mati, antara sistem sel-sel hidup dan artifisial”. Di dalam sistem cyborg, yang terbentuk bukan lagi partnership antara manusia dan mesin, melainkan simbiosis yang diatur oleh cybernetika. Melalui simbiosis tersebut, sistem organisme dapat meningkatkan berbagai kapasitas, kemampuan, kekuatan, memori, daya pikir, dan daya tahan.
Eits, tapi jangan lantas berpikir cyborg cuma ada di Terminator, Bicentennial Man, atau I. Robot. Sekarang cyborg udah jadi bagian dari realitas sosial. Setiap orang yang memiliki organ, anggota badan, atau organ suplemen artifisial (misal: alat pacu jantung, contact lense, kacamata), setiap orang yang direprogram untuk mencegah penyakit (misal: diimunisasi), atau diberi obat untuk berpikir dan bertingkah laku (misal: psikofarmakologi), semuanya secara teknis adalah cyborg [berarti kita juga cyborg dong, hehehe...]. Sistem cyborg yang cukup ekstrem dengan menyambungkan organ artifisial (berupa mesin) dengan syaraf manusia juga sudah mulai dilakukan. Beberapa waktu lalu Pak Arry nonton Discovery Channel yang berkisah tentang penyambungan syaraf lengan manusia dengan tangan palsu berupa mesin robot, sehingga pada akhirnya tangan robot itu mampu digerakkan dengan syaraf-syaraf motorik yang terhubung ke otak.
Sementara dari kuliah Dasar Intelegensia Artifisial aku belajar tentang tiga komponen intelegensia artifisial, yaitu fakta, kaidah, dan inferensi. Fakta adalah hal-hal yang dipersepsi dari lingkungan oleh sistem artifisial. Kaidah (rules) adalah daftar aksi-aksi yang bisa dilakukan oleh sistem artifisial. Keduanya menemukan hubungan yang harmonis dengan adanya inferensi (penalaran) yang berfungsi mempersepsi dan memilih aksi yang paling tepat untuk mencapai tujuan (goal). Jadi sejatinya, fungsi inferensi terkait seputar rule matching dan rule selection yang nantinya membentuk sequence of rules untuk mencapai tujuan.
Namanya juga intelegensia artifisial: idenya datang dari usaha untuk meniru perilaku dan cara berpikir manusia. Pak Bambang bilang, setiap manusia memiliki sisi heuristik, yaitu cara berpikir yang efektif dan efisien dengan mengolah state awal yang ada guna mencapai state akhir yang diinginkan. Sisi heuristik inilah yang coba ditanamkan manusia kepada intelegensia artifisial, sehingga perangkat artifisial ini mampu belajar laiknya manusia. Heuristik itu sendiri sebenarnya merupakan ciri kecerdasan. Semakin canggih sistem heuristiknya, semakin cerdas pula intelegensianya. Jadi kalau ingin melihat seberapa cerdas seorang manusia, kita lihat saja dari kemampuan heuristiknya: gimana cara dia menyelesaikan masalah. Kalau caranya muter-muter nggak efektif dan nggak efisien, berarti dia nggak cerdas [itu sih semua orang juga tau, hehehe...].
Seperti yang udah pernah kusinggung, teknologi ini berkaitan erat dengan dunia utopis seperti yang kita lihat di film-film futuristik. Pak Sony dan Pak Arry bahkan menerangkan kuliah sambil mengambil contoh kasus seperti film Time Trax, trilogi Matrix, AI-nya Steven Spielberg, atau I. Robot.-nya Will Smith. Kapan-kapan kita harus nonton bareng film-film itu, begitu kata mereka.
Bukan tidak mungkin pada masa depan, komputer-komputer yang digunakan manusia tinggal seukuran kartu ATM. Di dalamnya sudah terintegrasi perangkat lunak dan perangkat keras sedemikian rupa yang tinggal dioperasikan manusia dengan teknologi text to speech dan speech recognition. Tampilannya pun sudah bukan lagi tampilan layar monitor, melainkan program hologram interaktif berwujud manusia. Keren banget.
Sebuah revolusi relasi antara komputer dan manusia yang kini sedang mengalami perkembangan cukup signifikan adalah dunia cyborg. Cyborg, akronim dari cybernetic-organism, adalah perkawinan hibrid antara manusia dan mesin. Chris Abel Gray dalam Cyborgology: Constructing the Knowledge of Cybernetic Organisms mendefinisikan cyborg sebagai ”peleburan antara organik dan mesin, antara sistem daging yang mati dengan sirkuit yang tak mati, antara sistem sel-sel hidup dan artifisial”. Di dalam sistem cyborg, yang terbentuk bukan lagi partnership antara manusia dan mesin, melainkan simbiosis yang diatur oleh cybernetika. Melalui simbiosis tersebut, sistem organisme dapat meningkatkan berbagai kapasitas, kemampuan, kekuatan, memori, daya pikir, dan daya tahan.
Eits, tapi jangan lantas berpikir cyborg cuma ada di Terminator, Bicentennial Man, atau I. Robot. Sekarang cyborg udah jadi bagian dari realitas sosial. Setiap orang yang memiliki organ, anggota badan, atau organ suplemen artifisial (misal: alat pacu jantung, contact lense, kacamata), setiap orang yang direprogram untuk mencegah penyakit (misal: diimunisasi), atau diberi obat untuk berpikir dan bertingkah laku (misal: psikofarmakologi), semuanya secara teknis adalah cyborg [berarti kita juga cyborg dong, hehehe...]. Sistem cyborg yang cukup ekstrem dengan menyambungkan organ artifisial (berupa mesin) dengan syaraf manusia juga sudah mulai dilakukan. Beberapa waktu lalu Pak Arry nonton Discovery Channel yang berkisah tentang penyambungan syaraf lengan manusia dengan tangan palsu berupa mesin robot, sehingga pada akhirnya tangan robot itu mampu digerakkan dengan syaraf-syaraf motorik yang terhubung ke otak.
Sementara dari kuliah Dasar Intelegensia Artifisial aku belajar tentang tiga komponen intelegensia artifisial, yaitu fakta, kaidah, dan inferensi. Fakta adalah hal-hal yang dipersepsi dari lingkungan oleh sistem artifisial. Kaidah (rules) adalah daftar aksi-aksi yang bisa dilakukan oleh sistem artifisial. Keduanya menemukan hubungan yang harmonis dengan adanya inferensi (penalaran) yang berfungsi mempersepsi dan memilih aksi yang paling tepat untuk mencapai tujuan (goal). Jadi sejatinya, fungsi inferensi terkait seputar rule matching dan rule selection yang nantinya membentuk sequence of rules untuk mencapai tujuan.
Namanya juga intelegensia artifisial: idenya datang dari usaha untuk meniru perilaku dan cara berpikir manusia. Pak Bambang bilang, setiap manusia memiliki sisi heuristik, yaitu cara berpikir yang efektif dan efisien dengan mengolah state awal yang ada guna mencapai state akhir yang diinginkan. Sisi heuristik inilah yang coba ditanamkan manusia kepada intelegensia artifisial, sehingga perangkat artifisial ini mampu belajar laiknya manusia. Heuristik itu sendiri sebenarnya merupakan ciri kecerdasan. Semakin canggih sistem heuristiknya, semakin cerdas pula intelegensianya. Jadi kalau ingin melihat seberapa cerdas seorang manusia, kita lihat saja dari kemampuan heuristiknya: gimana cara dia menyelesaikan masalah. Kalau caranya muter-muter nggak efektif dan nggak efisien, berarti dia nggak cerdas [itu sih semua orang juga tau, hehehe...].
Subscribe to:
Posts (Atom)