Friday, July 25, 2025

Pelari Kalcer: Antara Hobi, Olahraga, dan Fesyen

"Kalcer" adalah istilah gaul dalam bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari kata "culture" dalam bahasa Inggris, yang berarti budaya. Dalam konteks anak muda, kalcer merujuk pada orang atau gaya hidup yang mengikuti tren dan perkembangan budaya populer, fesyen, musik, dan gaya hidup terkini.

Dalam dunia lari rekreasional, dikenal pula istilah pelari kalcer. Kadang yang dimaksud adalah orang yang saat ini terbawa arus jadi menggiati olahraga lari karena sedang hype alias ikut-ikutan tren–meskipun hal itu sebenarnya nggak apa-apa juga–atau bisa juga yang dimaksud adalah pelari yang menonjolkan gaya berpakaian dan penampilan (fesyen) saat berlari, seringkali dengan perlengkapan lari terbaru dan bermerek.

Sepatu

Pelari kalcer menggunakan sepatu yang dipilih tidak hanya untuk performa lari, tetapi juga untuk menunjang penampilan yang stylish dan sesuai dengan tren terkini. Rata-rata mereka akan melakukan survei terlebih dahulu sebelum membeli sepatu, melalui diskusi di komunitas lari atau situs-situs yang kontennya mengulas mengenai kualitas sepatu lari.

Mereka akan mencari sepatu-sepatu keluaran terbaru dengan teknologi terkini yang diklaim mampu meningkatkan performa lari. Beberapa di antaranya dibanderol dengan harga cukup tinggi yang pasti akan bikin orang-orang yang tidak suka lari mengerutkan dahi, hahaha.

Teknologi terkini itu mencakup cushion, traction atau grip, bobot sepatu, fleksibilitas, stabilitas, breathability, toebox, durabilitas, dan responsivitas. Seperti yang pernah kutulis di sini, sepatu lari itu ada banyak sekali ragamnya, beda-beda tergantung peruntukannya. Meskipun stylish, jangan sampai salah pakai sepatu. Alih-alih keren, pelari malah bisa cedera jika memakai sepatu yang tidak sesuai peruntukannya.

Baju dan Celana

Zaman dulu, kita sering mendengar jargon bahwa lari adalah olahraga yang paling murah. Jargon itu bisa ya, bisa tidak untuk zaman now. Selain sepatu yang harganya berjuta-juta, jersey lari kini juga harganya cukup fantastis.

Beda dengan orang-orang dulu yang cukup berlari dengan kaos katun saja, para pelari kalcer rata-rata memakai jersey lari berbahan dry fit dengan kain yang breathable. Jenis kain seperti ini membantu penguapan keringat secara maksimal sehingga tidak tertahan lama di material dan riskan membuat masuk angin.

Selain pemilihan bahan, mereka juga rajin memadupadankan outfit supaya terlihat cakep. Tren baju lari pun mulai beragam, dari baju kutung dengan celana pendek hingga baju yang lebih modest dipakai para muslimah, seperti jilbab, baju panjang (bahkan sekarang juga ada tunik buat lari!), dan rok celana.

Outfit lari sebenarnya banyak juga yang murah–tetapi tidak murahan. Hanya dengan beberapa ratus ribu kita sudah bisa mendapatkan outfit lari berkualitas. Namun, dengan makin ramainya industri olahraga zaman sekarang, produsen berlomba-lomba membuat outfit yang wow.

Sebut saja merek Tracksmith yang jersey larinya seharga Rp 1-2 juta, atau 2XU yang compression tights-nya seharga Rp 2-3 juta. Okelah, mereka memang mengklaim produknya dibuat dengan teknologi (heat transfer lah, muscle stamp lah) yang berasal dari hasil riset bertahun-tahun.

Yang lebih wow lagi adalah tren baju lari bolong-bolong. Konon baju lari semacam ini merupakan inovasi dalam dunia pakaian olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan ventilasi dan kenyamanan saat berlari. Misalnya Men’s Dri-FIT ADV Short-Sleeve Running Top dari Nike yang dijual seharga Rp 1,2 juta, atau MothTech™ dari Satisfy Running yang ventilasi strategisnya dibuat di bagian tubuh atas yang rentan panas.

Gambar diambil dari sini

Gambar diambil dari sini

Topi dan Visor

Aksesoris berikutnya yang kerap dipakai pelari kalcer adalah penutup kepala, mulai dari slayer, topi, hingga visor. Saat ini banyak topi dari produsen olahraga yang nyaman dipakai saat berlari karena ringan, breathable, dan berbahan quick dry yang gampang banget kering setelah kuyub oleh keringat.

Ada yang diberi tanda atau logo reflektif supaya bersinar ketika dipakai berlari di malam hari. Ada yang dibuat dengan teknologi anti UV. Ada juga yang dibuat dengan lubang belakang untuk pelari wanita yang rambut panjangnya sering dikuncir tinggi (pony tail).

Beberapa visor dibanderol dengan harga yang lumayan. Visor 2XU yang banyak sekali varian warnanya itu dijual seharga Rp 300-400 ribu. Visor Alo Yoga bahkan dijual seharga Rp 1,2 juta. Kalau soal kenyamanan sih tiap orang beda-beda, ya … karena ada yang suka memakai penutup kepala, ada yang tidak.

Visor Alo Yoga

Kacamata

Bukan pelari kalcer namanya jika berlari tanpa kacamata. Pada dasarnya, kacamata sangat diperlukan untuk melindungi mata dari paparan sinar matahari yang bisa meningkatkan risiko katarak dan menurunnya fungsi mata. Kacamata juga bisa melindungi mata dari debu dan kotoran selama lari. Namun, kacamata pelari kini juga mulai bergeser menjadi tools untuk fesyen penuh gaya.

Pelari kalcer Indonesia banyak menggunakan kacamata lari merek Goodr, Duraking, atau Eiger. Harganya cukup terjangkau dan memiliki banyak varian, mulai dari jenis lensa, warna lensa, bentuk frame, bahan frame, hingga warna frame. Teknologinya diklaim no slip, no bounce, polarized, dan dilengkapi dengan UV protection.

Apa bedanya UV protection dengan polarized? Keduanya sama-sama mampu melindungi mata dari sinar matahari. Perbedaan utamanya, lensa dengan UV protection melindungi mata dari sinar UV yang berbahaya. Sementara lensa polarized mengurangi silau yang disebabkan oleh pantulan cahaya pada permukaan seperti air atau jalan aspal. Jadi, pandangan akan lebih teduh dan nyaman, terutama saat berlari pada hari yang cerah.

Perbandingan beberapa merek kacamata olahraga

Alat Pendengar Musik

Bagi sebagian pelari, mendengar musik kala berlari adalah sesuatu yang wajib. Setelah era headphone, headset, earphone berkabel, earphone nirkabel, earbuds, lalu TWS (true wireless stereo), kini yang sedang nge-tren adalah earphone dengan bone conduction.

Penggunaan alat pendengar musik tersebut tentu disesuaikan dengan kenyamanan dan kepraktisan penggunaannya. Ada yang suka memakai earbuds karena pas dengan lubang telinga. Ada yang suka memakai bone conduction karena tidak perlu dimasukkan ke dalam lubang telinga. Ada yang lebih suka wireless dengan alasan mobilitas.

Namun, ada juga yang lebih suka earphone berkabel sepertiku karena tidak perlu di-charge. Meskipun bagi sebagian orang kabelnya dirasa mengganggu, bagiku itu sebuah bentuk proteksi karena ketika sisi yang satu copot, sisi satunya masih menggantung dan masih bisa berfungsi.

Ada banyak kisah dari teman-temanku yang kehilangan alat pendengar musik mereka karena salah satu sisi copot dan masuk ke sungai saat trail run, atau jatuh di jalan saat jogging, atau sekadar hilang sebelah karena jatuh tertidur saat penerbangan.

Apa pun alat pendengar musik yang dipakai, sebaiknya tidak menutup total akses suara terhadap lingkungan sekitar. Ini sangat penting supaya pelari tetap aware dengan suara-suara di sekelilingnya, entah itu suara kendaraan yang lalu lalang, klakson atau sirine, bunyi alarm kereta, atau situasi yang membahayakan seperti penjambret.

Smart Watch

Last but not least, smart watch tentunya menjadi barang wajib yang dipakai oleh para pelari kalcer. Merek yang banyak dipakai adalah Garmin dan Coros. Smart watch ini bukan hanya untuk gaya-gayaan, ya, Mah. Fungsinya ada banyak.

Ketika seorang pelari sudah mulai memperhatikan performa dalam berlari dan sudah memiliki target atau goal dalam latihannya, smart watch sangat berguna sebagai alat bantu. Dengannya kita bisa mengukur pace, mileage, heart rate, power, elevasi dll.

Bahkan smart watch yang dilengkapi dengan GPS built-in sangat membantu seorang pelari sebagai alat navigasi ketika dia harus mengikuti event lari ultra atau lari trail. Hal ini juga sangat berguna bagi penggemar olahraga outdoor lain seperti hiking dan trekking supaya mereka tidak tersesat.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Juli yang bertema “Tentang Fashion”.

Sunday, July 20, 2025

Sehari dalam Hidupku (2)

Tiga tahun lalu aku pernah menulis tentang tema ini di blog. Ternyata setelah tiga tahun berselang, ada banyak hal yang sudah berubah dalam keseharianku. Aku pindah tempat kerja sehingga hal itu cukup membuat rutinitasku berubah juga.

Pagi Penuh Ketergesaan

Hariku masih diawali dengan pagi yang rusuh. Kini aku harus bangun lebih pagi daripada dulu karena aku harus mengejar commuter line ke arah Jakarta. Saat azan subuh berkumandang, biasanya aku sudah selesai mandi. Setelah memastikan anak-anak bangun, mandi, dan sarapan, aku segera berangkat ke stasiun bersama suami. Biasanya aku memilih naik kereta pukul 06.10 supaya tidak terlalu berdesakan. Bila lewat dari itu, siap-siap saja menjadi pindang pepes di dalam gerbong.

Di dalam kereta, biasanya aku membaca zikir pagi dan suamiku mengaji. Waktu di dalam kereta yang acapkali kami lalui dengan berdiri itu sungguh sayang jika dilewatkan dengan bengong begitu saja. Jika dulu aku mencium punggung tangan suami ketika masing-masing dari kami berangkat bekerja, kini rutinitas itu kulakukan di atas commuter line ketika suamiku turun satu stasiun lebih dulu daripada aku.

Pergi Bekerja

Saat ini tempat kerjaku terletak di salah satu gedung pencakar langit di bilangan Thamrin. Setelah naik ke lantai delapan dan menaruh tas di meja kerja, biasanya aku turun lagi untuk menyempatkan jogging di seputaran Monas dua hingga tiga kali dalam seminggu. Jogging pagi selalu membuatku menguap setelah jam sepuluh pagi, tetapi aku tak punya pilihan waktu lain untuk berlari karena sore hari sudah cukup rusuh untuk mengejar kereta kembali ke arah pulang.

Trotoar seputaran Monas yang nyaman buat jogging

Setelah selesai jogging dan mandi, hal wajib yang kulakukan selanjutnya adalah menyeduh kopi di pantry. Sambil menunggu teko air mendidih, aku memandang belantara gedung pencakar langit di depan jendela kaca besar. Pikiranku pun berkelana.

Pemandangan Thamrin dari jendela sebelah pantry

Sembilan belas tahun yang lalu, ketika statusku masih fresh graduate dan tengah berjuang melamar pekerjaan ke sana kemari dengan mengikuti belasan wawancara di ibukota, aku pernah memupuk tekad untuk kelak suatu hari akan menjadi bagian dari para pekerja white collar yang necis, wangi, tampak profesional, dan sibuk berseliweran di bilangan Thamrin-Sudirman. Meskipun tahun-tahun yang berlalu telah membawaku bertualang ke dunia yang berbeda dengan berbagai macam perjalanan, ternyata sampai juga aku di tempat ini.

Saat ini aku bekerja pada suatu direktorat yang mengurusi tentang klirens etik dan perizinan riset. Klirens etik adalah suatu instrumen untuk mengukur keberterimaan secara etik suatu rangkaian proses riset. Klirens etik riset merupakan acuan bagi periset dalam menjunjung tinggi nilai integritas, kejujuran, dan keadilan dalam melakukan riset. Hal ini diperlukan agar periset tidak menemui masalah dalam menjalankan riset dan mempublikasikan hasil risetnya.

Sebagai Ketua Tim pada salah satu bidang klirens etik, tugasku sehari-hari adalah  mengoordinasikan dan memastikan layanan fasilitasi klirens etik berjalan dengan baik. Kami melayani pengajuan usulan klirens etik proposal riset yang dilakukan oleh periset Indonesia dan periset asing yang akan melakukan riset di Indonesia.

Sore dan Malam Hari

Sesampaiku di rumah, biasanya aku beristirahat sebentar sambil bercengkerama dengan anak-anak. Waktu-waktu setelah itu adalah family time. Aku mendampingi anak-anak menyantap makan malam, bermain, belajar, atau menonton televisi.

Peralatan home gym-ku

Waktu selepas petang adalah waktu olahragaku berikutnya, yaitu latihan beban. Alhamdulillah aku memiliki fasilitas home gym yang cukup lengkap untuk ukuran rumah tangga. Supaya terstruktur dan terprogram, aku mengikuti online coaching melalui Lisfit, layanan personal trainer wanita yang sangat memudahkan para perempuan yang susah keluar rumah, untuk tetap sehat dengan berolahraga dari rumah.

Setelah mengantar anak-anak pergi tidur, waktu sebelum tidur kadang kuisi untuk beres-beres, membaca novel, atau menulis. Dengan kegiatan yang melelahkan sepanjang hari, bisa dikatakan kini aku jarang sekali bergadang. Waktu tidur malam menjadi saat yang ditunggu-tunggu karena akhirnya aku bisa meluruskan punggung serta mengistirahatkan fisik dan pikiran.