Wednesday, September 11, 2019

Baby Blues


Mendengar berita tentang postpartum depression (PPD) di saat kondisi diri sedang menjadi postpartum mama itu cukup membuat terhenyak. Usia bayinya mirip-mirip, paling cuma selisih sebulanan. Speechless.

Menjadi postpartum mama itu memang sungguh melelahkan. Kalaupun kita berhasil menjadi cukup waras, tetap saja kita mentally and physically exhausted. Hingga usia Kirana 2 bulan lebih saat ini, tidurku masih kacau. Cuma bisa tidur 1-2 jam sehari selepas subuh, karena semalaman harus tidur bersandar memangkunya. Duh semoga dia bisa segera terbiasa tidur diletakkan di kasur mengingat 4 minggu lagi aku sudah harus masuk kerja. Tak terbayang tiap pagi berangkat ke kantor dengan kondisi jadi zombie 😣

Secara mental aku pun merasa sangat lelah. Menghadapi keriuhan 4 anak yang gaduh tiada henti, dengan kondisi fisik capek dan ngantuk, tentu sangat mudah tersulut emosi. Jadinya selama postpartum ini hampir tiap hari aku membentak anak-anak 😭
Sampai-sampai Kayla memilih tidur bersama eyangnya sekarang karena katanya hampir tiap malam aku marahi 💔💔💔

Yah, inti tulisan ini adalah: mood swing dan ketidakwarasan pascapersalinan itu benar adanya, mulai dari kadar minimal seperti yang aku alami hingga kadar ekstrim seperti PPD. So be nice to postpartum mama. Please support us. We're already tired, drained, and exhausted. Atau kalau tak bisa membantu, paling tidak tak usah menambah masalah.

Tuesday, September 10, 2019

Conscious Eating


Sudah sejak lama aku menerapkan kesadaran saat makan. Lupa persisnya kapan, tapi sejak mahasiswa memang sudah memulai makan sehat, dari food combining hingga kini pola makan seimbang. Sejak saat itu, kalau mau makan pasti mikir dulu: kira-kira makanan ini sehat apa nggak, berguna nggak buat tubuh, atau malah nambahin kalori, memperberat kerja pencernaan padahal nggak ada gizinya? Alhamdulillah "mikir sebelum makan" itu menjadi kebiasaan baik karena enak nggak enak itu sebenarnya hanya di mulut, sisanya tinggal baik atau nggak baik buat tubuh.

Namun ada masanya pola makan sehat ini rada kendor, termasuk ketika usai lahiran 2 bulan lalu. Mentang-mentang jadi busui yang tiap saat selalu lapar, alih-alih menerapkan conscious eating, segala hal dimasukkan ke mulut. Yang bertepung-tepung, yang bergula-gula, bahkan yang nggak ada gizinya 😣
Alhasil BB yang sudah normal pascapersalinan, dalam waktu 1,5 bulan langsung naik 5 kg 😓. Tobat tobaaat.

Seminggu ini kembali mencoba menerapkan pola makan sehat. Bener-bener aware dengan apa yang masuk mulut. Alhamdulillah meski BB baru turun 1 kg, lingkar perut sudah berkurang 6 cm. Bukan diet biar langsing ya tujuan utamanya, tapi hidup sehat dan hidup aktif nggak keberatan badan 😬 supaya kita bisa sehat dan bugar membersamai pasangan dan anak-anak dalam keseharian.

Foto diambil dari @naturale.ind, partner makan sehatku. Sudah sejak hamil langganan ini, karena paket mereka sungguh lengkap, termasuk pregnancy programme, breastfeeding programme, hingga weight loss programme. Sekedar makan sehat biasa juga ada paketnya. Yang mau pembentukan otot, persiapan jadi manten, kondisi kesehatan khusus, vegetarian juga ada paketnya. Super lengkaaappp dan free ongkir se-Bandung. Makanannya fresh karena dikirim 3x sehari sesuai waktu makan. Pelayanannya pun memuaskan. Hepi banget lah pokoknya 😃

Tuesday, September 03, 2019

Postpartum Exercise


Ilmu sebelum amal. Dalam hal apapun. Bersyukur aku diberi kesempatan untuk memahami persoalan postnatal ini. Jadi ya Buu.. pascamelahirkan there's no need to jump back to your regular exercise immediately. Jangan langsung sit-up demi perut buncit cepet kempes, jangan langsung lari demi pengen cepet turun berat badan, jangan langsung senam aerobik demi bodi cepet langsing. Benerin core dulu ya Buuu. Dan ini prosesnya beda-beda tiap orang. Bisa 3 bulan, bisa 6 bulan.. tergantung kondisi dan treatment apa yang dilakukan.

Berdasar self-assesment, pascamelahirkan aku punya DR 1-2-1. Maksudnya gap diastasis recti-nya 1 jari di atas pusar, 2 jari di area pusar, dan 1 jari di bawah pusar. Yang satu jari inipun nggak bisa dibilang aman karena depth-nya lumayan. So sekarang mulai disiplin merutinkan postnatal exercise tiap hari, minimal 30 menit sampai satu jam. Berhubung di Bandung susah banget cari postnatal class, ya sudah harus cukup puas bermodal Youtube 😅

Let the postpartum journey begin!

Friday, July 19, 2019

Kirana's Birth Story

Kirana dan buku Science of Yoga

Knowledge is power.
Ilmu sebelum amal.
Kalimat klise yang selalu teruji kesaktiannya, pun dalam birth story-ku kali ini (siap-siap baca tulisan panjang yaa).

Persalinan ini adalah persalinan paling ideal sepanjang riwayatku melahirkan lima anak. Ideal menurut versiku tentu. Tetap ada hal-hal yang tidak dapat dikondisikan karena berada di luar kuasa. Tapi paling tidak, ini persalinan paling "menyenangkan".

Semua bermula sejak awal kehamilan. Setelah fase denial berlalu (maklum tadinya memang sudah berniat stop punya anak lagi), aku malah jadi makin bersemangat untuk menjadikan kehamilan kali ini berjalan lancar. FYI beberapa bulan sebelum hamil, aku mengikuti Soft Prenatal Yoga Workshop - Training for Instructor yang digawangi oleh Teh Nena—suhunya Prenatal Vinyasa Yoga di Indonesia, yang pernah mendapat bimbingan langsung dari Jennifer More. Saat itu sempat tercetus kata-kata "coba ya aku tahu ilmunya begini sebelum hamil anak-anak". Qodarullah diberi kesempatan hamil lagi untuk mempraktekkan ilmu yang aku dapat saat itu (moral of the story: hati-hati dengan ucapanmu).

Persiapan Pengetahuan


Berbekal ilmu yang aku dapat dari Teh Nena, menyusul kemudian aku juga mengikuti Prenatal Yoga TTC 30 jam dari Teh Ujie—suhunya Yoga Leaf, makin mantap jaya untuk mempraktekkan prenatal yoga pada kehamilan kali ini.

Selain itu aku juga mengikuti kelas persiapan persalinan bersama Teh Agustina—seorang bidan, AMANI certified Child Birth Educator dan doula, sekaligus praktisi prenatal yoga (Maaak, paket komplit banget dirimu). Kelas privat yang aku ikuti bersama suami ini sedikit banyak memberi gambaran mengenai proses persalinan yang akan dihadapi, what to do dan when to do sehingga aku dan suami tidak terlalu clueless dan tahu harus melakukan apa saat menunggu bukaan demi bukaan.

Persiapan Fisik dan Nafas


Praktek prenatal yoga yang aku lakukan empat kali dalam seminggu (dua kali mengajar kelas, satu kali ikut kelas Teh Nena, dan satu kali kadang-kadang ikut prenatal yoga session bersama komunitas Ngayoga) berperan penting melatih persiapan fisik dalam persalinan yang melibatkan panggul dan jalan lahir.

Tanpa latihan dan persiapan yang maksimal, otot panggul bisa kaku, ligamen menjadi tidak seimbang sehingga banyak keluhan di kala hamil. Persiapan fisik merupakan salah satu bentuk pemberdayaan diri ibu hamil yang bisa dilakukan sedini mungkin (jangan tunggu hingga mendekati due date).

Selain itu dalam prenatal yoga kita juga selalu melatih nafas dan teknik untuk relaksasi. Saat kita bisa menguasai nafas, kita bisa menguasai pikiran dan tubuh. Saat kita bisa menguasai pikiran dan tubuh, kita dapat mengendalikan atau mengelola emosi dan rasa sakit yang dialami. Ini berguna sekali dalam pain management saat kita mengalami kontraksi.

Persiapan fisik dan nafas bukan sesuatu yang didapat secara instan. Rajin berlatih saat hamil membawa banyak manfaat: untuk meminimalisir keluhan fisik selama hamil, mengoptimalkan posisi janin, dan memperlancar proses persalinan insya Allah.

Persiapan Mental


Secara teori, pernah melahirkan empat anak sebelumnya seharusnya mampu membuatku "kenyang" akan pengalaman bersalin. Tapi nyatanya masih tetap ada perasaan takut ini itu, perasaan belum siap, dsb. Nah maka dari itu, aku  mempersiapkan mental dengan banyak membaca dan melihat video-video tentang kehamilan dan persalinan, juga mendengarkan sharing para bumil. Dua akun IG yang tak pernah lupa kusambangi di antaranya @azanifitria dan @jamilatus.sadiyah (check them out ya, Gaesss).

Pasrah dan Ikhlas


Setelah segala ikhtiar dijalani, tak lupa juga untuk selalu memanjatkan doa pada-Nya, semoga kehamilan dan persalinan kali ini berjalan dengan lancar, aman, nyaman, dan minim trauma.

Due Date


Oke, dengan persiapan segambreng yang sudah ditulis di atas, apakah aku siap menjalani maternity leave? Tentu tidak hahaha.
Jadi ya, load kerja kantor ini Subhanallah, membuat aku masih harus banyak menyelesaikan ini itu, bahkan ketika harusnya aku sudah cuti. Akhirnya aku pepetkan cuti mendekati due date. Qodarullah kok ya cuti hari pertama langsung terasa kontraksi, untung tidak terlambat, bisa-bisa brojol di kantor wkwkwk.

Sabtu 6 Juli hingga Senin 8 Juli kontraksi mulai datang rutin, tapi intensitasnya masih mild dan jaraknya pun masih 10-15 menit sekali. Aku masih santai ke mana-mana sambil memperbanyak jalan kaki. Senin selepas isya, kontraksi mulai rapat: 7-9 menit sekali. Ketika akhirnya berhasil mengantar tidur Kayla (iyaa dia nggak tidur-tidur padahal kontraksi sudah 5 menit sekali hauhauhau), kami segera berangkat ke RS.

Ilmu dari Mbak Mila masih aku ingat tentang kapan harus berangkat ke RS, pakai rumus 5-1-2: jarak antarkontraksi sudah 5 menit sekali, lama masing-masing kontraksi berlangsung selama 1 menit, dan kondisi ini sudah berlangsung selama 2 jam. Rumus ini diterapkan supaya kita tidak terlalu awal datang ke RS. Bukan apa-apa, kalau terlalu awal kadang kita bisa senewen sendiri menunggu bukaan yang masih lama, ujung-ujungnya bisa stres dan tidak rileks. Begitu.

Sampai di RS Senin 8 Juli pukul 23.15. Saat cek bukaan pukul 23.30, sudah bukaan empat. Karena di RS yang ini agak ketat, bumil yang akan bersalin biasanya disuruh berbaring miring ke kiri. Waduh, dengan posisi diam seperti itu kontraksi demi kontraksi akan terasa lama dan lebih menyakitkan. Akhirnya aku nego untuk tetap duduk—kalaupun tidak boleh turun dari kasur. Dengan posisi bound angle pose aku terus memutar panggul (pelvic rocking) selama kontraksi datang, sambil mengatur nafas dengan dalam dan perlahan. Tak lupa untuk tersenyum dan melemaskan rahang. Tidak mengencangkan atau menegangkan bagian tubuh merupakan salah satu cara jitu untuk rileks. Mengatupkan rahang dengan keras untuk menahan rasa sakit justru kontraproduktif dengan hal itu, jadi kalau kontraksi datang.. senyumin aja ya.

Bound Angle Pose atau Baddha Konasana

Pada jeda di sela-sela kontraksi, suami memijat punggung dan panggulku untuk merelaksasi otot-otot yang tegang. Sesekali mengambilkan minum. Ini salah satu hal yang paling membahagiakan selama sejarah persalinan yang aku alami, karena suami membersamai dengan peran aktif, memberikan perhatian dan empati. Mungkin pada persalinan-persalinan sebelumnya dia clueless sehingga tidak tahu harus berbuat apa hihihi.

Selasa pagi pukul 01.30 cek bukaan lagi, ternyata sudah bukaan tujuh jelang delapan. Alhamdulillah cepat. Susternya sampai heran, katanya kontraksi sudah intens dan kuat tapi aku kok kelihatan tenang-tenang saja, bahkan masih bisa tersenyum. Ambang sakitnya tinggi ya, begitu tanyanya. The power of relaksasi, Sus, timpalku dalam hati. Justru sebenarnya ambang sakitku itu rendah, gampang sekali teriak kalau merasa sakit. Makanya cukup amazing juga kali ini hehe. Mengatur nafas jadi kunci penting untuk menguasai pikiran dan tubuh, yang berguna untuk mengelola emosi dan rasa sakit. Selasa 9 Juli pukul 02.30 akhirnya Kirana lahir, diikuti dengan proses IMD.

Pada persalinan ini Alhamdulillah aku juga berhasil nego dengan dokter kandungan untuk tidak melakukan episiotomi. Akhirnya tetap dijahit sih, tapi bukan karena epis melainkan karena robek alami. Dan benar seperti yang Teh Agustina bilang, robek alami ini akan mencari jalannya sendiri, bisa jadi melalui sel-sel yang sudah mati atau lemah. Maka penyembuhan pascapersalinan akan jauh lebih mudah dan ringan. Amazing memang, jahitan banyak tapi tidak terasa sakit. Jauh beda dengan jahitan pada persalinan-persalinan sebelumnya. Pascapersalinan aku sudah lincah kembali seperti tidak dijahit saja. Ini hal lain yang membuat persalinan kali ini membahagiakan dan less drama. Alhamdulillah.

Satu pelajaran penting yang aku petik dari proses persalinan Kirana: usaha tidak mengkhianati hasil. Allah tempat kita bergantung, semua takdir berjalan sepenuh kehendak-Nya, itu suatu keniscayaan. Namun pasrah, ikhlas dan tawakal seharusnya juga sejalan dengan ikhtiar yang dilakukan. Pemberdayaan diri ibu hamil sejak awal kehamilan hingga persalinan bukan saja mempermudah dan menyamankan proses itu sendiri, tapi juga meminimalisir trauma. Insya Allah hasilnya ibu dan bayi yang sehat dan bahagia.

Oh ya, berikut link yang sangat berguna ketika proses persalinan kemarin:
  • Gerakan dan teknik yang bisa dilakukan menjelang persalinan, bisa dilakukan sejak di rumah hingga menunggu bukaan di RS: klik di sini
  • Tips mengurangi nyeri persalinan: klik di sini