Wednesday, April 11, 2007

Boneka Barbie


Sejak aku kecil, aku kan suka banget sama yang namanya boneka. Aku juga suka banget sama fairytale dan sosok-sosok princess. Nah, perpaduan dua hal itu bikin aku sukaaa banget sama boneka Barbie.

Dulu aku punya lima boneka Barbie *well, sebenarnya empat Barbie dan satu Ken sih*. Dua Barbie berambut sebahu, yang satu berambut perak keriting dan yang lain pirang lurus, keduanya paling sering kuganti-ganti bajunya dengan koleksi baju-baju Barbie milikku. Dua Barbie yang lain berambut panjang, keduanya pirang berombak, yang satu pakai kostum disko mini renda-renda warna pink dan yang satunya pakai gaun princess yang berjuntai mewah warna pink tua lengkap dengan giwang dan kalung (princess yang terakhir ini oleh-oleh Papi dari Canada). Kalau Ken-nya pakai kostum ice skating: celana panjang warna toska dan atasan semacam tuksedo warna perak.

Selain itu aku juga punya lemari Barbie. Warnanya pink juga, ada dua laci dan satu cermin besar buat ngaca. Isinya lengkap mulai dari peralatan kosmetik (bedak, eye shadow, hair spray, shampoo, hair dryer, parfum, sisir), koleksi baju-baju, koleksi sepatu (sepatu boots, sepatu pesta, sepatu jalan-jalan), tas-tas tangan, plus piring dan kue tart kecil. Pokoknya dulu mainnya sampai asyik banget.

Nah, sudah bertahun-tahun semua itu kuwariskan pada Yesti. Aku tahu sih kalau dia nggak terlalu suka sama boneka, tapi mau gimana lagi... masa perlengkapan boneka sebanyak itu mau kubawa ke Bandung. Dan ternyata oh ternyata, semuanya jadi terbengkalai dehh...

Hari Ahad lalu ketika aku beres-beres rumah, aku menemukan lemari Barbie-ku ada di gudang dalam keadaan yang mengenaskan. Dua pintunya copot entah di mana, pasangan sepatunya ada yang hilang, tas tangannya hilang, udah gitu kotorr bangett. Langsung deh kucuci dan kuatur lagi isinya. Tapi yang paling bikin sedih: empat boneka raib! Pencarian selama tiga hari di seantero gudang dan rumah hanya berhasil menemukan dua pintu lemari yang segera kupasang kembali. Sementara boneka-boneka itu? Raib tak berbekas...

Sedihhh bangett. Boneka Barbie-ku kini tinggal si princess Canada yang dari dulu emang dijadikan pajangan meja dan jarang dimainkan saking bagusnya. Aduhh, di mana boneka-bonekaku yang lain...

My Barbie is over the ocean

My Barbie is over the sea

My Barbie is over the ocean

Oh bring back my Barbie to me

Sejak dulu, tiap kali pergi ke toko, aku selalu berhenti lama di bagian rak Barbie. Sekedar melihat-lihat sambil berkhayal memiliki boneka-boneka cantik itu. Hingga usiaku yang ke-25 detik ini, aku masih melakukan kebiasaan yang sama. Tak peduli rak itu kini dipenuhi oleh gadis-gadis kecil yang usianya terpaut jauh denganku. Hmmm, ternyata ada sebagian masa kanak-kanak yang tak pernah hilang dari diriku…

Foto: Lemari Barbie-ku yang udah kucuci dan kuatur lagi, sayang sebagian isinya udah pada hilang.

“Yesterday Sucks!”

Sehari kemarin bener-bener menyebalkan:

  • Empat dari lima boneka Barbie-ku hilang! Ngubek-ngubek ke mana-mana nggak ketemu juga. Sedihnya… Nanti kuceritakan di postingan lain.
  • Rencana pergi seharian berantakan karena ujan. Sebenarnya kemarin kan mau pergi ke kantor pos buat ngeposin undangan, sekalian mampir ke beberapa rumah untuk nganter undangan. Eh, lha kok di jalan trus ujan. Karena takut undangannya basah dan aku tampak konyol di rumah orang karena basah kuyub, ya sudah aku pulang aja. Tapi bajuku udah telanjur basah gitu deh.
  • Yesti tiba-tiba ngamuk tanpa sebab. Ya jelas aja aku keki berat. Lha wong nggak ngapa-ngapain kok tiba-tiba dimarahi. Maless bangett... Kayaknya dia panik mau ulangan. Tapi kok ya trus jadi marah-marah ke orang lain gitu lho. Gimana aku nggak bete.

Tuesday, April 03, 2007

Bersyukur

Kalau denger soal temen lain yang udah sukses dan hidup mereka yang tampak lempeng banget, kok rasa-rasanya jadi ngerasa belum punya apa-apa ya. Denger si A sekarang kerja di Indosat, si B di Ericsson, si C keterima kerja di BI, si D udah nulis buku, bla bla bla... haduhhh, serasa manyun aja jadinya.

Hari-hari ini ketika aku serasa stuck dengan kesibukan mempersiapkan the big day, dikelilingi oleh tumpukan suvenir yang belum terbungkus dan tumpukan undangan yang belum dilabeli serta rasa kemeng di lengan akibat imunisasi TT kemarin, aku jadi manyun lagi. Beberapa teman yang udah kerja, ketika mereka menikah, dengan santainya baru pulang dua atau tiga hari sebelum hari H. Pengen deh kayak mereka yang tinggal nikah aja karena segala sesuatu udah ada orang lain yang ngurusin.

Huaaaa, kok malah jadi mellow begini sih. Nggak nyangka kalau mau nikah itu bisa jadi stres banget. Berat badanku sekarang turun jadi 43-44 kg. Ngeliat makanan aja sekarang jadi males, sesuatu yang nggak pernah kebayang karena dulu-dulu tu aku selalu suka makan. Udah gitu mulai muncul deh sindrom pranikah: pertengkaran-pertengkaran kecil dengan orang tua dan calon suami tentang hal-hal yang bisa jadi tampak remeh. Kayak misalnya tentang letak kursi pengantin, tentang pembungkusan suvenir yang nggak selesai-selesai *karena kalau aku udah bete biasanya aku anggurin aja, hehehe*, tentang upacara adat pas nikah, bla bla bla. Makin puyeng aja.

Lalu tiba-tiba serasa ada palu godam memukul kepala. Duengg wengg wengg... *pake echo, hihihi*

Palu godamnya berkata: Yustikaaaa, kok jadi pengeluh banget sih sekarang??? Malu-maluin aja nih. Katanya dari dulu pengen nikah???

Hmmm, iya ya. Harusnya aku jadi the happiest person on earth sekarang ya. Pencarian pangeran udah berakhir, dongengnya udah mau sampai ke kisah pernikahan. Sayangnya, kehidupan nyata tu nggak semulus fairytale yang tinggal “and they live happily ever after”. Iya, mana ada kisah Cinderella yang bertengkar sama pangeran masalah gorden, atau kisah Putri Aurora yang berdebat dengan ibu permaisuri tentang letak dekorasi bunga. Hihihi, enggak banget deh.

Nah, sekarang tinggal masalah sudut pandang aja. Dinikmati aja lah segala kesibukan ini. Sambil tak henti bersyukur atas karunia Allah yang tak terhitung. Manusia emang begitu: nggak pernah puas dan selalu minta lebih. Selalu menganggap rumput tetangga lebih hijau. Nggak sadar kalau sebenarnya udah diberi banyak banget sama Allah. Nggak pengen jadi manusia yang seperti itu ya, Allah.

Kalau ngerasa capek, alhamdulillah aja karena itu berarti aku masih punya tenaga untuk ngerjain ini itu. Kalau sekarang aku masih belum jadi apa-apa dan belum berhasil kayak teman-teman lain, alhamdulillah aja karena itu berarti aku masih punya banyak waktu di rumah untuk belajar banyak hal: belajar masak, baca-baca soal parenting, atau menjalin kehangatan dengan keluarga sebelum aku diboyong pergi oleh sang pangeran. Toh ke depannya, tinggal di rumah bukan berarti aku nggak bisa berhasil. Tinggal perannya aja kan yang berbeda. Berhasil di perannya masing-masing, aku rasa itu yang terpenting.

So, aku bersyukur untuk:

  • Kesehatan yang diberikan Allah kepadaku dan orang-orang yang aku cintai.
  • Kelancaran dan kemudahan dalam mempersiapkan the big day.
  • Rumah mungil yang telah menunggu di Cikarang yang --meskipun KPRnya masih dicicil-- insya Allah udah jadi milik kami.

Resolusiku sekarang: tiap hari bangun dengan senyuman, berusaha memupuk keikhlasan dan kenikmatan bersyukur, dan menemukan hal-hal baru untuk ditambahkan ke dalam daftar “aku-bersyukur-untuk” milikku.

Kado

Aku tu paling nggak suka ngasih dan dikasih kado berupa outfit. Gimana ya... menurutku pakaian tu sangat personal. Ia nggak bisa ”ditempel” begitu aja ke orang lain karena ia berhubungan dengan karakter dan minat seseorang. Belum lagi kalau ukurannya nggak sesuai.

Nah, masalah yang terakhir ini yang kemarin terjadi. FYI, tiga hari setelah aku ulang tahun kan Mas Catur juga ulang tahun. Beberapa bulan sebelumnya, aku udah nanya-nanya dia pengen kado apa *secara aku ini orangnya well-prepared gitu loh*. Tapi seperti biasa, dia cuma bilang ”terserah”. Dan pada dasarnya Mas Catur ini orangnya aneh, nggak punya kesukaan dan minat yang jelas terhadap sesuatu, jadi aku makin bingung aja mau beliin apa. Kalau aku kan jelas, kesukaanku buku, jadi nggak perlu repot cariin sesuatu buat aku. Dikasih buku udah seneng banget.

Back to Mas Catur. Dulu sekali... rasa-rasanya dia pernah cerita kalau dia suka dikasih barang-barang berupa outfit dan aksesorisnya *mmm, kapan ya dia pernah cerita itu?*. Nah, jadi selama dua tahun ini, dia selalu kukado baju.

Dan parahnya, aku tu rada-rada nggak bakat dalam memperkirakan ukuran badan seseorang, jadi ya cuma dikira-kira aja. Alhasil, selama dua tahun ini, baju yang kukasih ke dia selalu kekecilan :(( Padahal milih-milih modelnya udah makan waktu seharian sendiri, hiks...

Yang bikin aku geli, dia bersikap seolah nggak ada apa-apa kalau aku minta maaf karena bajunya kekecilan, trus dia dengan senang hati memakainya keesokan harinya. Saat-saat awal aku minta maaf, dia bilang ”Nggak kok, nggak kekecilan.” tapi trus lama-lama jadi bilang ”Nggak apa-apa kok.”

Wuaaaa, berarti emang bener kekecilan to. Lama-lama dia juga mengakuinya. Hiks, sedih. Tahun-tahun berikutnya nggak akan kukado baju ah. Bikin nggak enak jadinya. Atau kalaupun dia pengen dikado baju, belinya harus sama dia juga aja ya. Biar dia milih-milih sendiri.