Gambar diambil dari sini |
Pada suatu masa di penghujung musim panas 2017, aku menjemput impian menginjak tanah Eropa. Inggris dan Italia adalah dua negara yang paling ingin kukunjungi sejak dulu. Maka ketika ada kesempatan mengikuti training gratis dari International Atomic Energy Agency (IAEA) di Trieste, sebuah kota yang indah di ujung timur laut Italia, tepat di tepi Laut Adriatik yang cantik, aku segera menyambar peluang itu.
Trieste adalah ibu kota wilayah Friuli-Venezia Giulia, merupakan sebuah kota pelabuhan kecil yang berbatasan dengan Slovenia dan dekat dengan Kroasia. Dahulu kota ini merupakan wilayah Romawi pada kekaisaran Bizantium, kemudian di abad modern merupakan bagian wilayah kekaisaran Austria-Hongaria, sebelum pada akhirnya menjadi wilayah Italia pada 1954. Meskipun hanya kota pelabuhan kecil, Trieste sangat strategis karena menjadi pintu masuk ke dataran Slovenia dan sekitarnya sehingga wajar jika banyak pihak memperebutkannya dan silih berganti menguasainya.
Trieste pernah menjadi pusat perdagangan, politik, budaya, dan seni yang penting di masa lampau, tetapi seiring berjalannya waktu signifikansinya menurun, dan pada saat ini “hanya” menjadi kota yang tenang di pinggiran Italia. Karena sejarah panjangnya, Trieste memiliki keanekaragaman etnis dan budaya, juga bangunan dan monumen dengan arsitektur yang unik mulai dari gaya Romawi kuno, gaya dari zaman Kekaisaran Austria, hingga campuran gaya Mediterania.
Training tentang Nuclear Knowledge Management yang diselenggarakan oleh IAEA yang kuikuti itu bekerja sama dengan The Abdus Salam International Centre for Theoretical Physics (ICTP). Lokasi training berada di Adriatico Guest House, salah satu guest house milik ICTP yang sekaligus memiliki aula, beberapa ruang kelas, dan kantin. Karena aku mengajak seluruh anggota keluarga, aku mengajukan penyewaan apartemen dan panitia memesankan Maximilian’s Residence yang jaraknya hanya satu kilometer dari Adriatico.
Pemandangan dari jendela apartemen (kiri) dan dari salah satu kamar di Adriatico Guest House (kanan) |
Baik Adriatico maupun Maximilian’s Residence, keduanya terletak di tepi Laut Adriatik dengan pemandangan laut yang memesona. Pemandangan dari jendela apartemen kami sangat spektakuler. Tepat di depannya terhampar luas lautan sejauh mata memandang. Di kejauhan tampak bangunan Kastil Miramare menyembul di antara pepohonan Teluk Grignano dan di dekatnya terdapat sebuah pelabuhan kecil tempat bersandar kapal-kapal pribadi milik penduduk setempat.
Selama tujuh hari kami berada di Trieste, hanya satu hari yang benar-benar cerah. Selebihnya, penghujung musim panas kala itu basah oleh rinai gerimis hingga hujan badai yang anginnya menerpa kencang. Nah, pada suatu sore yang merupakan satu-satunya hari cerah itu, panitia memutuskan untuk mengakhiri training lebih cepat guna memberi kesempatan peserta berjalan-jalan ke kota. Aku dan beberapa orang teman memutuskan untuk mengunjungi Kastil Miramare yang hanya berjarak satu kilometer dari Adriatico.
Gambar diambil dari sini |
Kastil Miramare adalah destinasi yang sangat terkenal dari Trieste, meskipun sebenarnya letaknya sedikit di luar kota. Kastil ini menjadi saksi sebuah kisah romansa tahun 1800-an yang dipisahkan oleh takdir dan maut. Ia adalah rumah impian pasangan muda Maximilian dan Charlotte yang dibangun di atas tebing yang menjorok ke arah Laut Adriatik. Maximilian bernama lengkap Ferdinand Maximilian Joseph Maria, merupakan salah seorang anggota keluarga kerajaan Austria: Habsburg-Lorraine. Mereka tinggal di sini pada 1860-1864, kemudian mereka pindah ke Meksiko karena diangkat menjadi penguasa di sana. Maximilian menemui akhir hidupnya dengan tragis pada 1867 karena dieksekusi pada kerusuhan Meksiko oleh pasukan Republikan yang menolak mengakui pemerintahannya. Setelah itu Charlotte pernah kembali ke Miramare, sebelum akhirnya pulang ke tempat asalnya di Belgia.
Dari Adriatico di Teluk Grignano, kami menyusuri jalanan berundak di pinggir Grignano Marina untuk menuju ke Kastil Miramare. Setelah beberapa ratus meter, langkah kami terhenti di depan sebuah bangunan berwarna krem yang disebut Castelletto, tempat Maximilian tinggal selama kurun waktu kastil itu dibangun pada 1856-1860. Castelletto menghadap Teluk Grignano pada satu sisi sementara sisi yang lain dikelilingi oleh taman yang indah dengan kolam air mancur di bagian tengah. Pada puncak tangga yang menghadap air mancur, kami dapat melihat lautan terbentang luas di hadapan.
Jalanan berundak dari Grignano Marina ke Kastil Miramare |
Pemandangan dari Castelletto ke arah Laut Adriatik (in picture: anak-anak dan adikku) |
Kami melanjutkan langkah menyusuri jalanan setapak yang menuju ke arah hutan kecil. Hutan ini terbentang seluas 22 hektar di sekeliling Kastil Miramare, kini diisi dengan beraneka ragam jenis botani. Dulunya hutan kecil ini merupakan tempat Maximilian menanam koleksi tanamannya. Jalan setapak di hutan tadi berakhir pada sebuah taman cantik yang bunga-bunganya tampak menawan. Di seberang taman itu, Kastil Miramare menjulang indah dengan latar belakang pemandangan laut. Pada sisi kastil terdapat dermaga tempat tamu-tamu kastil ini berlabuh di masa lampau.
Salah satu sudut jalan setapak di hutan kecil, gambar diambil dari sini |
Kastil dilihat dari arah dermaga |
Pemandangan dermaga dari salah satu jendela kastil |
Kastil ini dikelola dengan serius oleh pemerintah setempat. Saat ini dijadikan museum dengan tetap mempertahankan fitur-fitur lamanya. Untuk masuk ke dalam kastil dikenakan tiket seharga 10 Euro, harga yang dianggap mahal oleh teman-teman seperjalananku waktu itu sehingga mereka memutuskan untuk sightseeing di luar saja. Akhirnya aku masuk sendirian. Hari sudah hampir magrib, sudah menjelang tutup sebetulnya. Jadi pengunjungnya tinggal segelintir orang. Pada beberapa waktu aku bahkan bisa sendirian banget berada di dalam ruangan-ruangan itu. Sementara di luar mendung mulai menggelap, tanda bahwa akan turun hujan badai yang cukup deras. Ditambah dengan kisah tentang pemilik kastil, suasana horor makin terasa dan aku pun memutuskan untuk mempersingkat waktu melihat-lihat, hahaha.
Lantai satu kastil menggambarkan dengan jelas suasana ketika Maximilian masih tinggal di situ. Ruangan-ruangan di dalam kastil beserta perabotannya sangat khas menunjukkan kehidupan bangsawan Eropa zaman dulu. Beberapa perabot asli dipertahankan, bahkan beberapa baju Charlotte juga dipajang. Lantai dua kastil memiliki suasana yang lebih modern, berisi barang-barang peninggalan beberapa anggota keluarga Habsburg-Lorraine yang tinggal di sini setelah mewarisi kastil dari mendiang Maximilian.
Suasana di lantai satu |
Pada pukul enam sore, kastil ditutup dan aku pun terpaksa keluar. Hujan mulai turun, kemudian teman-temanku muncul dari balik kastil setelah mereka puas mereguk pemandangan laut dan bermain air di dermaga Miramare. Ketika kami bermaksud kembali ke Adriatico melalui jalan yang sama dengan keberangkatan, seorang petugas memberi tahu bahwa pintu gerbang ke arah hutan kecil sudah ditutup. Hal itu terpaksa membuat kami berbalik arah dan menempuh perjalanan yang lebih jauh untuk pulang.
Kastil dilihat dari Viale Miramare |
Kami berjalan 1,5 kilometer menyusuri Viale (Jalan) Miramare yang bermuara di jalan besar Strada Costiera, persis di pinggir pantai Barcola. Di situ terdapat halte tempat kami menanti bus yang dapat membawa kami kembali ke Adriatico. Angin bertiup kencang dari arah laut dan hujan turun semakin deras ketika kami berjalan beriringan. Kami naik bus dalam keadaan basah dan sampai di Adriatico dengan pakaian yang kuyup serta tubuh kedinginan. Meskipun demikian, hati kami gembira dan hingga kini masih tertawa-tawa ketika mengenang hari itu.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan April yang bertema “Landmark Kota (Dalam dan Luar Negeri) yang Sudah atau Ingin Dikunjungi”.