Setelah melalui pemikiran panjang selama berbulan-bulan—hampir dua tahun, akhirnya tibalah kami pada keputusan itu: menjual rumah mungil kami di Cikarang. Memang sejak aku pindah menetap di Bandung, ada selintas pertimbangan untuk mengontrakkan rumah itu, mengingat suami bekerja di Jakarta dan terlalu capek kalau harus pulang-pergi setiap hari. Hanya saja, rasanya terlalu sayang mengalihkannya ke orang lain. Bagaimana kalau orang itu tak mau merawat rumah kami dengan baik? Khawatir malah jadi rusak. Juga masih terlalu sayang membayangkan kami (terutama aku) tak bisa mengunjunginya kembali sewaktu-waktu kalau ia sudah ditempati orang lain.
How can I not love that house much? Ialah istana pertama kami yang dibeli dengan keringat sendiri, tempat kami menguntai harapan di masa awal pernikahan. Rumah itu betul-betul penuh kenangan. Dapurnya yang berlantai keramik merah marun adalah tempatku belajar meracik masakan untuk suami, ruang tengahnya yang putih adalah tempat kami menghabiskan malam dengan berbincang dan menonton televisi, taman depannya adalah arena kencan kami lewat kegiatan berkebun dan menanam bunga, kain gordennya yang berwarna-warni adalah gorden yang kupilih dengan sepenuh hati. Duh, kangen sekali aku pada rumah itu.
Lingkungan kompleks juga mantap benar. Keamanan sangat terjamin karena sistemnya cluster dengan satu pintu yang dijaga oleh satpam 24 jam, dan mereka tak henti berkeliling kompleks melakukan patroli. Dengan model rumah tanpa pagar, sistem ini sangat aman untuk meletakkan mobil dan motor di luar.
Di dalam kompleks juga terdapat deretan ruko yang sangat lengkap. Mau cari apa saja, pasti ada. Mulai dari toko kelontong (menjual sayur, buah, daging, dan ikan segar), mini market (ada Alfamart, Indomaret, dan satu mini market pribadi), salon, toko alat tulis, bengkel, play group, warung nasi, kedai makan, restoran Padang, toko-toko kudapan, dan masih banyak lagi. Persisnya ada tiga deret ruko yang berjajar membelah kompleks di jalan utama, dengan tiap deret terdiri atas lebih dari sepuluh toko.
Jalan-jalan kompleks diaspal mulus dengan hot mix dan dinaungi oleh pepohonan, dan dilengkapi dengan jogging track di sepanjang pinggirnya. Meski jalanan besar dan mulus, tak banyak kendaraan lalu lalang, sehingga sangat ideal untuk sekedar jalan-jalan pagi dan sore. Ideal bagi anak-anak untuk bermain bola, bersepeda ke sana kemari, bermain sepatu roda, atau sekedar bercengkerama bersama teman-teman. Ah, betapa idealnya kompleks ini untuk tumbuh kembang anak.
Kini dengan keputusan mantap, suamiku berniat menjual rumah itu. Tak dapat kupungkiri, keputusan ini diambil dengan berat hati. Segala kerepotan mengurus dua rumah antara Bandung-Jakarta dan kerepotan bolak-balik tiap hari antara Cikarang-Jakarta, akhirnya “memaksa” kami mempertimbangkan keputusan ini. Berat memang, karena hati kami sudah terpaut di sana. We’re gonna miss it so much.
Tulisan terkait tentang kenangan kehidupan di rumah Cikarang: