Monday, December 09, 2013

Destinasi Lampung

Tanggal 22-24 November lalu aku sekeluarga berpelesir ke Lampung. Awal mulanya karena mendapat undangan pernikahan dari seorang sahabat. Lalu diputuskan saja untuk berjalan-jalan sekalian, memberikan pengalaman baru bagi anak-anak karena mereka belum pernah naik kapal. Sekaligus pengalaman baru bagi bundanya yang belum pernah menginjak tanah Sumatra, hehe.

Sempat menyusun itinerary dadakan. Way Kambas yang merupakan destinasi usulan dari suami terpaksa dicoret karena jaraknya 110 kilometer dari Bandar Lampung, aku khawatir suami dan anak-anak bisa kecapekan. Pengenalan medan yang nihil membuatku tak muluk-muluk mencari destinasi wisata. Yang penting tak jauh dari Bandar Lampung agar tubuh cukup beristirahat, mengingat suamiku bersikeras menyetir mobil sendiri tanpa sopir.

Jumat, 22 November selepas sarapan kami berangkat. Cuaca cerah sepanjang jalan. Tepat dhuhur kami tiba di Serpong, makan siang sambil beristirahat sejenak. Alhamdulillah anak-anak tidak rewel dan menikmati perjalanan. Sekira pukul 14.00 kami tiba di pelabuhan Merak. Antri kapalnya tidak lama, tapi perjalanan menyeberangnya cukup lama. Kapal feri yang jalannya sangat pelan itu menempuh perjalanan kurang lebih dua jam untuk jarak tempuh yang hanya 25 kilometer, dan membutuhkan waktu satu jam untuk antri bersandar di dermaga. Waktu sudah hampir maghrib ketika roda mobil menggelinding keluar dari pelabuhan Bakauheni.

Melihat laut

Riang di atas kapal

Perjalanan berikutnya menuju kota Bandar Lampung memakan waktu sekira 2,5 jam melewati pedesaan Lampung yang cukup eksotis—setidaknya di mataku, hehe—karena jalanan yang dilewati tidak terlalu mulus dan cukup gelap tanpa penerangan. Tepat pukul 20.00 kami tiba di Hotel Grande, Jl. Raden Intan. Hotel ini kami pilih atas rekomendasi temanku yang akan menikah itu. Letaknya di pusat kota, murah meriah, dan cukup nyaman. Kami menyewa kamar family suite seharga 550 ribu per malam di hotel berbintang satu ini selama dua malam. Karena letaknya di pusat kota, tak susah mencari warung makan. Tinggal menyeberang jalan saja kami sudah menemukan warung makan sederhana yang murah meriah.

Sabtu, 23 November jalan-jalan dimulai. Seusai sarapan yang diakhiri dengan ngemil pisang goreng enak (tak heran, Lampung terkenal akan pisangnya, bukan?), mobil meluncur ke arah selatan, menyusuri Jl. RE Martadinata menuju deretan pantai di Kabupaten Pesawaran. Jalan menuju ke sana bersisian dengan bibir pantai berpasir putih, jalannya mulus namun sempit dan berliku. Tanjakan dan tebing yang curam meliputi sepanjang jalan. Deretan bukit dan batu kapur menampakkan keindahan yang tiada tara. Aihh, baru mengintip dari jendela mobil saja aku sudah berdecak kagum. Bingung mencari-cari antara Pantai Klara 1 atau 2, akhirnya kami malah mendarat di Pantai Lembing sebagai pemberhentian pertama. Pantai ini berada di area markas TNI AL, suasananya sepi sekali. Hanya beberapa penduduk lokal terlihat memancing di beberapa titik, dan ada beberapa turis lokal mengajak anaknya bermain air di tepian. Masuk ke sini dikenai biaya 10 ribu per mobil dan 15 ribu untuk menyewa saung tempat duduk-duduk di pinggir pantai.

Jalanan menuju Kabupaten Pesawaran (foto diambil dari sini)

Dari balik jendela mobil

Pantai Lembing yang sepi

Pemberhentian berikutnya adalah Pantai Klara 1 yang sebenarnya sudah kami lewati dalam perjalanan ke Pantai Lembing tadi. Dari Bandar Lampung, perjalanan ke Pantai Klara 1 yang berjarak 25 kilometer memakan waktu 1,5 jam. Pantai Klara merupakan singkatan dari Kelapa Rapat, karena sangat banyak pohon kelapa yang jaraknya saling berdekatan satu sama lain sehingga membentuk peneduh bibir pantai, biaya masuknya 25 ribu per mobil (sudah termasuk sewa saung sepertinya). Pantai ini sangat cocok untuk destinasi wisata keluarga. Ombaknya tidak besar karena terletak di sebuah teluk yang dilindungi gugusan kepulauan di kejauhan—salah satunya adalah pulau Kelagian—sehingga tidak membahayakan anak-anak yang bermain air dan menceburkan diri ke pantai. Pasirnya putih dan lembut, dan jumlah wisatawan pun tidak terlalu banyak (entah memang biasanya begitu atau karena kami ke sini pas bukan musim liburan). Malas juga kan, berlarian di pantai bertabrakan dengan banyak orang. Untungnya hal itu tidak terjadi. Hanif berkesempatan berlarian dan mengeksplorasi bibir pantai sepuasnya.

Suasana Pantai Klara (foto diambil dari sini)

Deretan saung di tepian Pantai Klara (foto diambil dari sini)

Ceria di Pantai Klara

Hanif asyik bermain

Belum puas bermain pasir, suamiku mengajak menyewa perahu untuk menyeberang ke Pulau Kelagian (sewa perahunya 150 ribu). Keputusan yang belakangan tidak kusesali, meski sebelumnya sempat khawatir mengajak balita menyeberang laut teluk, karena ternyata Pulau Kelagian ini indah sekali. Baru kali ini aku menginjak pantai seindah itu. Perjalanan berangkat menyeberang menghabiskan waktu setengah jam karena ombak sedang besar sehingga laju perahu tak bisa cepat. Riak-riak air asin bercipratan ke seluruh wajah dan tubuh, memaksa Dek Abi mengernyitkan mata berkali-kali. Badan perahu terombang-ambing seru laksana wahana roller coaster, membuat hatiku berdesir takut namun excited.

Menyeberang ke Pulau Kelagian

Berkunjung ke Pulau Kelagian bagai memiliki pulau sendiri. Pulau yang dikelilingi oleh hamparan laut ini airnya jernih dan berwarna hijau toska, suasananya sangat perawan dan alami. Di sini disediakan penyewaan saung, pelampung, ban renang dan banana boat bagi pengunjung yang ingin mengeksplorasi keindahan laut. Biaya menapakkan kaki di pantai ini 10 ribu per perahu (ada yang bilang 3 ribu per orang). Pulau ini memiliki pasir putih yang sangat halus laksana bedak, suguhan ombaknya tenang. Dengan pemandangan yang masih natural, kita dapat memanjakan mata menikmati teduhnya mangrove dan bermain pasir. Karena airnya bening sekali, setiap pengunjung pasti tergoda menceburkan diri. Aku, suamiku, dan Hanif sibuk bermain air, sementara Bulik Nur dan Dek Abi berjalan-jalan di atas pasir. Sayang sekali ponselku kehabisan baterai beberapa saat setelah perahu tertambat, sehingga sedikit sekali foto yang bisa kuambil.

Aktivitas yang paling populer di pulau ini adalah snorkling, memancing, atau hanya berjemur di pasir putihnya yang bersih dan halus. Terumbu karangnya masih bagus, utuh, serta belum terjamah. Sayang kami tak sempat lama singgah di pulau ini. Salah strategi pula, karena sebelumnya aku tak sempat berganti baju renang hingga tak puas berenang-renang.

Suasana Pulau Kelagian (foto diambil dari sini)

Jernihnya perairan Pulau Kelagian (foto diambil dari sini)

Pulau Kelagian yang menawan (foto diambil dari sini)

Dermaga Pulau Kelagian

Perjalananan kembali ke tepian Pantai Klara hanya memakan waktu 15 menit karena tak ada ombak. Hanif langsung menghambur kembali untuk bermain pasir. Beberapa saat sesudahnya kami berganti pakaian yang basah dengan membayar 3 ribu per orang di tempat pembilasan. Seharian bermain di pantai sangat menyenangkan, meskipun kalau boleh memilih, inginnya berlama-lama sampai sore.

Pukul 16.00 kami sudah tiba kembali di Bandar Lampung. Menjelang maghrib, Hanif masih saja minta ditemani berenang di kolam renang hotel, untung aku membawa baju renang cadangan yang sedianya untuk Dek Abi (ternyata Dek Abi sama sekali tak mau menyentuh air, hihihi). Malamnya kami berkeliling kota naik mobil dan sempat singgah sebentar di pasar malam yang digelar di ruas Jl. Jend. Ahmad Yani. Di situ dijual beberapa kuliner tradisional, sayangnya dompet ketinggalan di mobil sehingga kami tak sempat menyicipnya.

Minggu, 24 November setelah check out, kami bertolak ke Auditorium Museum Lampung untuk menghadiri akad nikah temanku. Sekira pukul 09.30, mobil sudah melaju kembali di Jl. Raya Lintas Sumatra untuk menuju pelabuhan Bakauheni. Perjalanan dengan kapal feri agak membosankan karena aku terserang mabuk laut. Anak-anak riang saja mengitari kapal bersama ayahnya, sementara aku duduk diam meredakan pusing. Sampai di Bandung lagi sekitar pukul 19.00, setelah menempuh perjalanan selama sepuluh jam (lebih cepat dua jam dari perjalanan berangkat karena kami tak lagi terdampar di Serpong), menyisakan kepenatan sekaligus pengalaman seru nan menyenangkan menjelajah Lampung untuk pertama kalinya.

Bersama pengantin

Foto-foto lengkap ada di sini (di-set “friends only”).
Artikel menarik tentang Lampung ada di sini.

No comments:

Post a Comment